Ibu dan Bahasa Ibu, tulisan ini hanya berdasarkan kesimpulan pribadi dari beberapa pengalaman.
Suatu kali saya melihat teman saya warga negara Malaysia sedang menggendong anaknya yang sedang rewel di supermarket.
Ya seperti biasa, namanya teman dan tetangga diflat kami tinggal, saya coba menyapa dalam bahasa Indonesia tentunya, " Eee sudah besar masih minta gendong."Â
Dan yang tidak terduga, teman saya tadi menjawab, " Iya ni Pak, gembeng dia nih." dengan logat Melayu tapi memakai bahasa Jawa.
Karena terkejut, dan memang sudah lama sekali sejak saya merantau, saya tidak mendengar kata gembeng itu, dengan reflek saya bertanya, " Lo kok tahu kata gembeng?."
Teman saya itu menjawab," Iya istri saya suka mengatakan itu, istri saya itu orang Jawa, kalau dirumah dia dan ibu bapaknya selalu berbicara bahasa Jawa."Â
Padahal setahu saya mereka semua adalah warga Malaysia, rupanya keluarga istri teman saya adalah orang Jawa Malaysia, keturunan Solo.
Pengalaman kedua, ketika saya pergi Umrah.
Selama 4 hari saya bersama seseorang yang selalu berbicara bahasa Jawa ketika kita bertemu.
Bercerita apa saja tentang apa saja dalam bahasa Jawa, tanpa saya sadari bahwa dia bukan orang Indonesia.
Sehingga suatu ketika, yakni hari keempat ketika saya harus pulang, dia berkata, " Mas, kapan-kapan nek dolan ning Johor mampir ya mas nang rumah makanku, aku duwe usaha restoran nang kono."
Saya terkejut sekali, saya nanya, " Lo sampean iki wong Malaysia ta?"
" Iyo mas, aku wong Johor asli, kelahiran Johor tapi aku wong Jowo." kata dia.
Saya benar-benar terkaget-kaget karena bahasa Jawanya yo jawa nyel, tidak ada logat yang berbeda, ternyata dia Jawa Johor.
Pengalaman ketiga, ya mungkin karena sudah biasa kita menyapa dan sekedar ingin memecah suasana agar tidak jenuh ketika menunggu antrian, suatu ketika saya bertemu seorang ibu, yang awalnya saya fikir orang Indonesia.
" Asalnya dari mana bu?" itu pertanyaan saya sebagai basa-basi.
Ternyata ibu-ibu itu hanya tersenyum tidak menjawab.
Lalu dari arah belakang saya ada yang nyeletuk, " Mas ojo bahasa Indonesia, takono nganggo boso jowo ae."
Lalu saya ulang pertanyaan saya dalam bahasa Jawa agak halus, " Saking pundi bu?."
Langsung dia jawab dalam bahasa Jawa, " Kulo saking Suriname mas."
Eee ternyata dia orang Jawa Suriname.Â
Suatu ketika, disekolah anak saya, Wali kelas anak saya yang perawakannya tinggi besar tapi berwajah Asia, tepatnya wajah Jawa, hanya saja perawakannya tinggi besar berkulit agak gelap.
Dia bertanya kepada saya, " Sir, Solo is belong to Malaysia or Indonesia?."
Dengan agak terkaget saya jawab, " Solo is belong to Indonesia sir, hmmm why are you asking?."
Dia bilang, " My grandgrand father is from Solo." dan seterusnya kami berbicara ngalor ngidul, dia bilang kalau dia sudah tidak bisa bahasa Jawa, karena darah Jawa dia dari buyutnya yang menikah dengan perempuan Afrika Selatan, dan mereka tinggal disana.
Dari beberapa pengalaman tadi, saya menyimpulkan sendiri tanpa melakukan penelitian hehe.
Biarlah para ahli yang melakukan riset, saya hanya beropini pribadi, bahwa peran seorang ibu itu sangat penting bagi kelestarian adat budaya dan bahasa.
Ketika orang-orang Jawa merantau bersama perempuan Jawa, dan beristrikan orang jawa, berapapun lamanya mereka dirantau, bahkan sudah beranak turun dirantau maka selama itu pula bahasa Jawa masih dipakai dan dikenali oleh anak-anak mereka.
Dari pengalaman saya diatas saya menyimpulkan sendiri bahwa peran seorang ibu sangat penting dalam mempertahankan budaya dan bahsa dalam komunitasnya, makanya kita kenal istila bahasa ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H