Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan dari Ibu

12 Desember 2018   13:12 Diperbarui: 12 Desember 2018   14:48 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memahami bahwa seorang ibu akan selalu memikirkan dan melakukan apa pun yang terbaik untuk anak-anaknya selagi mampu. Dalam batin seorang ibu, kerukunan antaranggota keluarga jauh lebih penting daripada kekayaan harta benda. Sekarang, jelas selagi sehat, berkumpulnya kami di ruangan itu merupakan bukti bahwa ibu masih mampu.

Malam sebelumnya saya menyampaikan kepada ibu, seandai saya "pulang" mendului ibu maka apalah arti semua yang terkait dengan warisan untuk saya yang jauh dari kampung halaman. Hal ini pun terkait dengan kepergian saya pada lusa, 8/12, pkl.08.30 dengan masakapai penerbangan Lion Air yang masih menjadi trauma bagi sebagian orang Bangka. Namun pembahasan perihal warisan kali ini bisa menjadi puncak atas aneka tanda tanya yang tersimpan dalam lubuk hati maisng-masing.

Malam Sabtu itu ibu pun menceritakan lagi bahwa tanah warisan dari almarhum mbah kakung saya di Jawa Tengah tidak diambil oleh beliau melainkan diserahkan untuk keluarga di sana karena kekeluargaan lebih utama daripada harta benda. Di samping itu, warisan untuk bapak saya di Jawa Timur pun diserahkan kepada keluarga di sana.

Sementara di Sungailiat masih tersisa 3 lahan setelah lainnya dijual. Ke-3 lahan tersisa ialah di kaki Bukit Betung (dulu kebuh sahang/merica/lada), di Air Ruai, dan di Air Penghabis (dekat Perumnas I tahun 1980-an). Tentu saja, terakhir, rumah orang tua yang di ruang depannya sedang kami duduki bersama ini.

Ibu juga tidak mempunyai utang serupiah pun pada siapa-siapa. Kalau ada, pasti "wajib" dilunasi sebelum memenuhi panggilan Bapa. Ya, ibu tidak mau mewarisi utang. Kami sepakat sekali.

Kemudian ibu menanyakan pada kami perihal bagaimana pembagian warisan yang berada di Bangka ini sampai pada saya. Tentu saja saya tidak mau apa-apa selain tetap menikmati kekeluargaan ketika mudik. Akhirnya kesepakatan bertumpu pada kakak saya yang bekerja di pemprov. Babel. Saya senang sekali ketika kakak saya mau menerima tumpuan warisan dari ibu.

Pertemuan keluarga paling aduhai pada malam itu menghasilkan kelegaan bagi kami semua, termasuk istri saya. Istri saya sudah mendengar dari saya sendiri ketika beberapa tahun sebelumnya mamanya menyinggung perihal sebuah lahan warisan, dan saya sama sekali tidak berminat. Jadi, lengkaplah saya menyampaikan suara batin dan aspirasi saya pribadi yang berkaitan dengan warisan sana-sini.

*******
Kupang, 12 Desember 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun