Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Antara "Landmark" dan Tengaran

29 Januari 2018   04:47 Diperbarui: 30 Januari 2018   20:17 2476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Travelandleisure

Dalam Kamus Inggris-Indonesia (KI-I) John M. Echols dan Hassan Shadily menerjemahkan, landmark adalah : 1. penunjuk; 2. sesuatu yang mudah dilihat atau dikenal; 3. hal yang menonjol; 4. kejadian/peristiwa penting.

Kalau istilah "landmark" dipecahkan menjadi "land" dan "mark", tentu saja, terjemahan KI-I kurang lengkap. Dalam KI-I sendiri tertera kata "land" adalah 1. tanah; 2. negeri; 3. daratan. Dan, "mark" adalah 1. tanda sasaran; 2. tanda; 3. bekas, tanda; 4. angka; nilai; 5. ciri-ciri.  

Ketidaklengkapan "landmark" dalam terjemahan itu berada pada "suatu tempat" (tanah; negeri; daratan). Kalau hanya "penunjuk", "sesuatu yang mudah dilihat atau dikenal", atau "hal paling menonjol", tentunya, akan bias (tidak jelas arahnya) dari kaitannya dalam "land".  

Tengaran 

HA mengutip istilah "landmark" yang sepadan dengan "tengaran" dari buku Daftar Istilah Arsitektur (Pusat Bahasa, 1978). Kata "tengaran", tulis HA, belum terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Badan Bahasa).

Teman-teman Wikipediwan bahasa Indonesia, tambah HA, menggunakan kata mercu tanda dan markah tanah sebagai padanan "landmark", dan mengambil kata "tengaran" dari buku Daftar Istilah Arsitektur untuk membuat definisi "landmark": fitur geografis baik alami ataupun buatan manusia, yang digunakan oleh pengelana dan lainnya untuk menemukan jalan mereka kembali atau untuk navigasi. Pada zaman modern, markah tanah merupakan sesuatu yang mudah dikenali, seperti monumen, bangunan atau struktur lainnya.

Mengenai "landmark" dan "tengaran" itu HA melengkapinya dengan terjemahan Markus Zahnd dalam buku seri Strategi Arsitektur 2: Perancangan Sistem Kota Secara Terpadu (Kanisius, 1999). Markus Zahnd memadankan "landmark" dengan "tengaran" melalui definisinya, landmark sebagai elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi, dan sebagainya.

Baiklah, saya melihat kembali mengenai kata "tengaran". Kalau tadi HA mangatakan kata "tengaran" belum terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Badan Bahasa), bisa dilihat lagi pada asal kata "tengaran" itu sendiri, yaitu "tengara". 

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1986, cet. IX, hal. 1049) W. J. S. Poerwadarminta mengartikan "tengara" (dari bahasa Jawa) sebagai "tanda"; "alamat" (dengan kentungan, dsb.). Ketika diambil dari "bahasa Jawa", saya pun mencarinya lagi di kamus bahasa Jawa atau biasa dikenal dengan "bausastra".

Dalam Bausastra Jawa-Indonesia (1980, cet. IV, jil. II, hal. 252) S. Prawiroatmojo menerjemahkan "tengara" sebagai "semboyan"; "tanda"; dan "alamat". Jelas, kamus satu ini tidak (belum) dimiliki oleh HA, 'kan?

Selain arti kamus (gramatikal-teoretis), saya pun pernah tinggal di Jawa selama 18 tahun (1987-2005), tepatnya Yogyakarta (SMA, kuliah, dan kerja), Surakarta (sering mudik ke kampung halaman ibu), dan Madiun (kampung halaman ayah). Secara praktis, tentunya, saya tidak asing pada istilah "tengaran", atau sering dilafalkan menjadi "tengeran".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun