Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menunggu Setya Novanto

19 November 2017   14:51 Diperbarui: 19 November 2017   22:02 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Timor Express

Kira-kira pukul 09.00 saya melintasi sebuah jalan di daerah Oesapa, Kota Kupang. Tidak sampai 1 km, perjalanan saya terhenti. Di tengah jalan terpasang terpal biru berangka besi. Kursi-kursi berjajar dan menghadap pada satu arah. Ada apakah?

Saya celingak-celinguk mencari tanda-tanda yang bisa menjawab pertanyaan saya. Tidak ada janur kuning. Tidak ada bendera putih. Tidak ada umbul-umbul. Tidak ada siapa pun yang berdiri sebagai penginformasi mengenai "ada apakah".

Saya masih berada di kendaraan sambil iseng-iseng berpikir untuk mencari jawaban. Jalan aspal yang lengang karena memang kendaraan tidak bisa melintas. Saya belum bisa berpikir untuk berbalik arah, malah iseng berpikir yang hanya membuang waktu, tentunya.

Seorang ibu dan anaknya yang masih balita sedang berjalan dengan arah memunggungi tempat kursi berjajar itu. Jalan yang lengang memberi keleluasaan anaknya bisa bergerak bebas. Sementara si ibu, yang berjalan dengan posisi agak mepet pagar tembok batako, tidaklah sibuk menegur atau mengingatkan.

Saya menunggu saja sampai keduanya benar-benar dekat dengan keberadaan saya. Saya mau mendapat jawaban dari satu pertanyaan; "ada apakah". Dan, memang, begitu jarak saya dan keduanya dekat, saya berjalan ke ibu itu.

"Maaf, Mama, ada apa o?" Saya langsung bertanya dengan raut muka seperti orang yang benar-benar ingin tahu.

"Sabentar lai Pak Setya Novanto mo datang, Mas," jawab si ibu.

"O, Novanto mo pi sini? Acara apa e?"

Saya terkejut. Betapa tidak? Setya Novanto adalah Ketua DPR RI. Pagi ini ia akan datang ke sini. Tidak ada benda-benda dan orang-orang yang bisa menjadi tanda atau petunjuk. Saya bisa santai-tenang berada di situ, padahal kedudukan seorang ketua DPR RI setara dengan seorang presiden. Dan, berita nasional terbaru yang saya baca, ia sedang ditunggu oleh KPK di Ibukota Indonesia.  

***   

Saya sama sekali tidak pernah berjumpa dengan Setya Novanto (SetNov). Di Oesapa pada 13 November 2017 pagi itu saya nyaris berjumpa langsung dengannya. Nyaris saja. Ya, karena saya harus melanjutkan perjalanan untuk suatu keperluan lebih penting daripada ikut-ikutan menunggu SetNov.

SetNov bukanlah sebuah nama yang melayang-layang di langit Kota Kupang. Saya memahaminya karena pada 2013 dan 2014 saya pernah berada di sana. Alur perjalanan saya tidak jauh dari gedung Novanto Center yang berukuran sekitar 1.200 meter persegi, dan dibangun di lahan seluas 2.032 meter persegi dengan biaya Rp5 M pada 2008. Begitu 'membumi'-nya SetNov di ibukota NTT.

NTT memang daerah pemilih (dapil), tepatnya NTT II, yang memilih SetNov untuk menjadi anggota DPR. Daerah pemilihan (Dapil) NTT-II meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Rote, Sabu, Alor, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.

Pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2004 Setnov terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009 dengan meraih 75.319 suara. Pada Pileg 2009 ia kembali terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 dengan perolehan suara 70.882 suara. Pada Pileg 2014 ia berhasil meraup 69.586 suara, dan kemudian menjabat sebagai Ketua DPR RI.

Meski pada 2014 saya berada di Kota Kasih dalam masa Pileg dan Pilpres, saya sama sekali tidak mau andil menyetorkan hak pilih secara legal. Ya, bahkan sebelumnya, 2009, 2004, 1999, dst. atau entah kapan saya tetap tidak akan memilih siapa pun dari partai apa pun. Saudara dan kawan saya nyaleg pun, tetap saya tidak pernah mendukung, apalagi memilih. Saya seorang golput.

***

Saya coba merunut isi ingatan saya, sejak kapan nama SetNov mencuat dalam aneka berita dan obrolan orang-orang di sekitar saya. Biasanya nama seseorang mendadak heboh dengan segala kritik, sindiran, dan olok-olokan dalam pergaulan tingkat pelosok RT hingga nasional adalah karena terbelit dengan suatu kasus dan dampak seriusnya. Biasanya begitu. 

Kalau tidak keliru ingatan, awalnya dari kasus "Papa Minta Saham". Kasus ini merupakan dampak dari laporan seorang menteri ke Majelis Kehormatan DPR (MKD) pada 16 November 2015 yang berisi pencatutan nama presiden dan wakil presiden terkait perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia, dan berujung dengan pengunduran SetNov dari Ketua DPR RI pada 16 Desember 2015.

Sekitar 1 bulan sebelumnya, tepatnya 13 September 2015, bertempat di Donald Trump Tower, New York, saya terkejut ketika Setnov dan Fadli Zon hadir bahkan berjabat erat dengan seorang kandidat presiden Amerika Serikat dengan kampanye yang cenderung berisiko negatif. Keterkejutan secara lengkap ketika dalam pidato kampanyenya kandidat itu menyebutkan sosok SetNov sedemikian luar biasa. Padahal, melalui beraneka berita sekaligus komentar sebagian orang (rakyat) Indonesia terkait nasionalisme dan hubungan internasional, saya menduga bahwa mayoritas rakyat Indonesia tidaklah menyukai negara adidaya itu.

Tetapi sekitar 1 tahun setelah resmi mengundurkan diri, tepatnya 30 November 2016, bertempat di Gedung DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI, secara resmi Setnov kembali menjabat sebagai Ketua DPR RI setelah mengganti Ade Komarudin yang sesama dari Partai Golkar. Saya sempat terkejut. Hanya "sempat". Lantas saya segera memaklumi sebagai sesuatu yang lumrah.

Lho, kok lumrah? Ya, saya anggap lumrah. Bagi saya, politik itu dinamis. Tidak bisa saklek alias mutlak, semisal putih harus putih atau hitam harus hitam. Politik itu berada di ranah abu-abu. Dengan segala trik dan intrik, politik bisa memainkan warna, tergantung suatu kepentingan yang diatur dalam permufakatan dan kesepakatan masing-masing kelompok.

Contoh lain yang menarik, terkait dinamika politik, adalah Pilpres Amerika Serikat pada 8 November 2016. Hasil pilpres itu secara resmi keesokan harinya, 9/11, dimenangkan oleh Donald Trump dari Partai Republik setelah mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat.

Bagaimana bisa terjadi setelah masa kampanye yang begini-begitu? Tidak perlu bingung karena politik selalu dinamis. Yang jelas, SetNov pun mengirimkan ucapan, "Selamat kepada Donald Trumpyang sudah terpilih menjadi Presiden Amerika.  Amerika adalah simbol negara demokrasi dunia. Jangan ada arogansi sebagai negara adikuasa. Semoga Trump mampu memimpin dengan baik, bagi rakyat dan negaranya. Juga mampu bersikap adil dalam politik globalnya. Mudah-mudahan dengan kemenangan ini hubungan Indonesia dan Amerika akan lebih baik, khususnya baik dalam perdagangan baik dalam investasi dan hubungan bilateral ini semakin akrab."

***

Kasus "Papa Minta Saham", peristiwa "Surat Mundur", "Menjabat Kembali" serta peristiwa "Donald Trump Tower" memunculkan aneka tanggapan sebagian warganet, baik melalui tulisan, minimal status di media sosial, maupun gambar (kartun opini, meme, dll.). Yang paling menonjol adalah "bukti rekaman tidak sah jika tidak ada izin dari pihak yang direkam". Intinya, sebagian warganet tidak menyukai SetNov.

Kasus "KTP Elektronik" sangat melambungkan nama SetNov sebab KTP elektronik sangat vital dalam kehidupan seluruh lapisan masyarakat. Identitas paling utama sebagai warga negara; warga suatu provinsi. Razia KTP pun bukanlah hal yang fiktif. Belum lagi keperluan-keperluan formal-administratif yang sangat menyinggung hajat hidup orang banyak.

Kasus "KTP Elektronik II" semakin menempatkan nama SetNov benar-benar berada di tengah sorotan masyarakat luas. Kali ini, tentu saja, masyarakat menunggu-nunggu dengan beraneka perasaan-pikiran.

Ya, SetNov memang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Seperti ketika pagi itu, kursi-kursi yang menghadap satu arah di sebuah jalan wilayah Oesapa. Dan, mungkin, seperti waktu itu pula, saya tidak akan bertemu langsung dengan SetNov, meski saya masih terus akan melintas di jalan dekat rumahnya. Semoga lekas sembuh, dan segar-bugar seperti pagi itu.

*******

Kelapa Lima, Kupang, 19 November 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun