Tetapi, ya, sayangnya, ternyata Bapak tidak siap untuk menerima konsekuensi sebagai tokoh masyarakat. Padahal, konsekuensi bukanlah akhir dari segalanya alias kiamat dini. Lantas Bapak menggunakan jalur hukum formal, dan itu merupakan hak mutlak milik Bapak.
Tetapi (lagi) hak mutlak pun bukanlah berarti terbebas dari konsekuensi-konsekuensi selanjutnya, termasuk konsekuensi yang wajib ditanggung oleh pembuat meme itu sendiri. Kebetulan saya belum pernah membuat karikatur Bapak untuk tujuan-tujuan politis tertentu karena, bagi saya, ketokohan Bapak sangat tidak menggugah minat saya, walaupun Bapak sangat terkenal hingga di Amerika sana. Padahal, bukan satu-dua kali saya melintasi markas Bapak (Novanto Center) di Kupang.
Itu saja yang bisa saya sampaikan berkaitan dengan perkara meme Bapak. Sekali lagi, maaf, apabila pemikiran saya kurang berkenan, minimal kesan menggurui, bagi Bapak. Semoga Bapak tabah melakoni realitas hidup ini.
******* Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H