Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bocoran Rencana Membuat Kamus Bahasa Kampung Halaman

8 September 2017   05:32 Diperbarui: 8 September 2017   11:08 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Maaf, rencana ini sebenarnya rahasia yang menggelisahkan saya sejak lebih 5 tahun berada di luar Bangka, tepatnya Jalan Langen Sari (Pengok) No.33, Kompleks POLRI Balapan, Kotamadya Yogyakarta, atau Jalan Babarsari TB16/1A, Condong Catur, Sleman, D. I. Y. Selama di Jawa, keluar Yogyakarta tidak terlalu lama karena mudik ke daerah leluhur saya, yaitu Madiun, Karanganyar, dan Sragen.

Tentu saja keluarga besar leluhur saya berbahasa Jawa. Pernah juga ke luar wilayah orang Jawa, tepatnya Bandung, selama sekitar 6 bulan tapi keseharian saya berada dalam lingkungan orang Jawa karena saya menumpang di rumah kontrakan mereka.

Kesempatan berbahasa Bangka secara langsung adalah pada waktu saya menengok adik-adik saya, Pran-Andri-Tantri, di indekosan mereka. Tersebab kebiasaan ngobrol dengan orang Jawa sambil makan tempe bacem, lidah saya sudah medhok Jawa-nya.

Ya, sejak 9 Juni 1987 (tanggal bersejarah) saya merantau di Kota Budaya, dan mudik ke kampung halaman, Sri Pemandang Atas, hanya dua kali (1989 dan 1995) selama sekitar 3 minggu setiap mudik. Dan, kalapun mudik, setelah itu kembali ke perantauan lagi, bahkan sekitar 3 tahun saya berada di Jakarta, tepatnya Jalan Penerangan No. 50 A, RT 001/RW 003, Kelurahan Jelambar -- Grogol Petamburan, Jakarta Barat, meskipun sempat berada di Bangka (Sungailiat, Pangkalpinang, dan Koba) selama 1 tahun.

Dalam pergaulan orang Kampung Sri Pemandang Atas, seingat saya, ada beberapa kosakata yang tidak pernah saya dengar ketika saya bergaul dengan kawan-kawan sekolah saya di SD-SMP Maria Goretti, Sungailiat. Misalnya impak-impak, nginger, serungal, dan entah apa lagi, yang biasa muncul dalam obrolan. Padahal masih dalam wilayah Kecamatan Sungailiat.

Kampung Sri Pemandang, ditambah dengan "Atas", menjadi lebih khusus, sebab ada Sri Pemandang Tengah dan Sri Pemandang Bawah. Kampung Sri Pemandang Atas, oleh sebagian orang sekitarnya, sering juga disebut secara singkat, yaitu Kampung Atas.

Dan, Kampung Sri Pemandang Atas-Tengah-Bawah berada dalam wilayah resmi Kelurahan Sri Menanti. Kata "Sri Menanti" yang paling saya ingat adalah kompleks pemakaman Muslim yang berada di belakang Masjid Jami', dan selalu menjadi kawasan 'horor' dalam ingatan kanak-kanak saya.  

Hal termudah mengenal tempat (Kampung Sri Pemandang Atas) ini adalah simpang (perempatan) Telkom sejak 1990-an. Di perempatan itu terdapat satu jalan mengarah ke Kampung Batu menerus ke Kudai, dan jalan lainnya menuju Singkai. Rentang sebagian jalan Kampung Batu-Singkai bernama Sam Ratulangi. Sedangkan jalan menerus dari Sri Pemandang Bawah dan Sri Pemandang Atas bernama Jalan Batintikal.

Sebelum resmi menjadi Jalan Batintikal, sebelumnya adalah Jalan Sri Pemandang. Alamat rumah orangtua saya (masa kecil saya) adalah Jalan Sri Pemandang Atas SK XI/183. Sebelum 1990-an, setiap surat yang tertju ke alamat Jalan Sri Pemandang Atas SK XI/183, Sungailiat, pasti sampai ke rumah kami.

Dan, sedikit informasi, setelah Sri Pemandang Bawah adalah Senang Hati. Penanda batas yang saya ingat, kalau tidak keliru, adalah Masjid Jami' Sungailiat. Lainnya adalah simpang (pertigaan) Mustafa. Nama "Mustafa" adalah nama kakeknya kawan SMP saya, Deviar Fitriansyah.

Sedangkan setelah Sri Pemandang Atas adalah Kampung Cebuk (RT Gelap), yang merupakan nama kampung dari pergaulan remaja Kampung Sri Pemandang Atas. Batas antara Kampung Sri Pemandang Atas dan Kampung Cebuk adalah jaringan kabel-kabel listrik yang panjang, dimana di bawahnya adalah semak belukar ketika itu (1980-an).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun