Saran tersebut secara nyata saya wujudkan ketika sering menjadi bagian dalam kepanitiaan 17 Agustusan di wilayah RT kami, termasuk mengurusi pengelolaan anggaran. Setiap rupiah yang masuk dan keluar harus saya kelola dan catat. Tidak lupa, semua nota belanja saya kumpulkan, dan lampirkan secara lengkap dalam laporan pertanggungjawaban yang bisa dibaca atau dievaluasi oleh warga atau ketua RT selanjutnya. Saya harus berkompromi ketika ada satu-dua warga yang mengkritisi isi laporan itu karena ada kemungkinan justru saya sendiri yang teledor atau kurang teliti. Â
Saran juga berlaku dalam kegiatan bersama di RT kami yang berlatar aneka SARA itu. Setiap anggota memiliki kelebihan-kekurangan, termasuk diri saya, yang belum tentu telah berbuat hal-hal yang sempurna-ideal bagi sesama anggota. Bukanlah kesempurnaan-idealisme saya yang utama, melainkan kebersamaan mewujudkan hingga menyukseskan kegiatan itu.
Kalaupun saya "merasa" sempurna, atau menurut beberapa rekan saya telah berbuat "sempurna-ideal", justru bisa "batal" apabila saya tergelincir dalam "penghakiman" terhadap rekan lainnya. Atau juga ketika menyaksikan situasi perayaan 17 Agustusan, saya masih berpeluang dalam "ketergelinciran" yang cenderung "menggugurkan" nilai-nilai yang semula saya anggap diri saya "sempurna-ideal".
Ya, saya selalu mengikutkan kata "kompromi" untuk suatu proses, baik proses menjadi diri sendiri maupun menjadi warga negara Indonesia secara bersama. Dalam proses tidaklah semuanya sempurna-ideal, apalagi ketika berada dalam kebersamaan. Kekurangan, keteledoran, kecerobohan, perbaikan, dan seterusnya menjadi bagian penting dalam kata "kompromi".
Demikian pula untuk lingkup luas bernama Indonesia. Keaktifan saya dalam kegiatan RT, mungkin, Â sudah bagus sebagai wujud kesadaran makhluk sosial yang tetap "membumi" dalam suatu wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, mungkin. Mungkin ini versi saya pribadi, yang sama sekali tidak mendapat rekomendasi apalagi apresiasi dari ketua RT kami.
Oleh sebab itu, seperti yang tertulis pada awal tadi, dan sekali lagi, sungguh saya meminta maaf kepada Indonesia, saya belum banyak berbuat apa yang benar-benar berguna untuk Indonesia yang genap berusia 72 tahun ini. Saya akan terus berusaha berbuat apa pun semampu saya sekaligus berguna untuk Indonesia.
Dan, dengan kesadaran diri sepenuhnya saya mengucapkan selamat sekaligus salut kepada setiap warga negara Indonesia yang telah terbukti mampu mewujudkan perbuatan apa pun yang berguna bagi Indonesia raya. Saya pun selalu optimis untuk kemajuan Indonesia yang dikelola oleh orang-orang yang masih beritikad baik dalam visi bersama berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Selamat Ulang Tahun ke-72, Indonesia kita tercinta!
*******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H