Tetapi nama saya pernah singgah di Kompas pada 2000, tepatnya 26 Juli 2000. Bangga dong. Eh, sebentar. Bukan kartun atau tulisan, melainkan sebagai pembicara dalam seminar Hak Atas Kekeayaan Intelektual yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia (IIPS/Intellectual Indonesian Property Right), Jakarta.
Pembicara dari akademisi, ya? Oh, bukan. Saya, dengan nama Agustinus Wahyono, disebutkan sebagai Produsen T'shirt dari Yogyakarta. Lho, kok bisa? Bisa saja asalkan percaya sebab tiada yang mustahil bagi orang percaya, katanya, sih, begitu.
Ya, bisa saja "sebagai Produsen T'shirt" karena, berawal dari esai saya, "Dagadungan : Realitas Sebuah Impotensi" menjadi nominator dalam lomba esai HAKI IIPS 2000. Dalam esai tersebut saya menjadikan Dagadu Djokdja sebagai kasusnya untuk pembelajaran mengenai Hak Cipta.
Kemudian IIPS menghubungi saya untuk menjadi pembicara dalam seminar HAKI di Yogyakarta, berlanjut di Jakarta, karena Dagadu Djokdja sedang berhalangan sejak seminar sebelumnya di Yogyakarta. Pengumuman advestorial mengenai acara seminar di Jakarta itu muncul di Kompas. Lha kok bisa, lagi?
Setelah menuliskan nama saya di buku tamu, lalu saya bertemu seorang penulis Yogyakarta, yaitu Mas Prihatin, yang juga guru SMA Kolose de Britto, dan beliau pernah menjadi rekan saya sebagai juri sebuah lomba menulis cerpen tingkat pelajar se-DIY. Kata beliau, “Aku ngerti kamu diundang.
Tadi aku lihat di buku tamu, khusus penulis.” Lho, ternyata nama saya masuk dalam daftar undangan penulis Kompas. Lha kok bisa? Ya, bisa saja, asalkan percaya sebab tiada yang mustahil bagi orang percaya. Aduhai!
Beberapa bulan kemudian saya mendapat kartu ucapan selamat ulang tahun dari Kompas. Waduh, lengkap sudah “lha kok bisa”!
Tahun-tahun selanjutnya kembali ke kampung halaman, Sungailiat, bahkan merantau ke Jakarta, saya tidak berlangganan Kompas tetapi rutin membeli edisi Minggu-nya. Biasa, sejak ada perayaan rahasia bernama “Minggu Hari Raya Budaya” bagi sebagian penulis, khususnya genre seni sastra. Tidak ketinggalan saya pun membeli buku kumpulan kartun Om Pasikom : Reformasi, dan Panji Koming.
Kemudian saya pindah ke Balikpapan, Kaltim. Kebetulan keluarga di Kota Minyak berlangganan Kompas. Nah, kali ini saya bisa rutin membacanya. Tidak hanya kartun, opini, rubrik Seni, tetapi lain-lainnya.