Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penjara

18 Juni 2017   10:07 Diperbarui: 18 Juni 2017   11:33 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, perkembangan terhadap kehidupan berbangsa-bernegara dalam kedaulatan negara. Kesan heroik juga dikaitkan dengan seseorang yang mendapat vonis “penjahat politik” dan masuk penjara karena divonis “melawan penguasa (pemerintah)”.

Persoalan heroik-tidaknya ini, kemudian, menjadi suatu pertanyaan tersendiri. Apakah tindakan “melawan penguasa” dengan cara begini-begitu hingga suatu rencana “menggulingkan pemerintahan” yang sah (konstitusional) masih patut dikesankan sebagai “heroik”?

Ketiga, yang ikut merecoki “heroisme” adalah kejahatan bernama korupsi, yang melibatkan tokoh-tokoh tertentu, baik politik maupun sosial. Pada kasus semacam ini, tentunya, harus dibedakan lagi karena korupsi merupakan suatu tindakan pidana. Tidak berbeda dengan kriminal seperti mencuri (dilakukan seorang diri), dan merampok (dilakukan oleh lebih dari seorang).

Permainan orasi melalui akrobat dialektika antara “melawan kesewenang-wenangan pemerintah” dan “upaya menutupi tindak korupsi” seringkali gagal dipahami oleh sebagian kalangan, khususnya kalangan yang telanjur mengkultuskan (memberhalakan) seorang tokoh. Ya, kalangan satu ini memang selalu gagal menggunakan rasional karena selalu mengedepankan emosional.

Dan masih banyak lagi hal-hal lainnya, berkaitan dengan “penjahat”, “kejahatan”, dan “penjara”, yang cenderung mengaburkan jarak (batas) antara benar dan salah, bersih dan kotor, atau suci dan dosa. Akan tetapi, kata “penjara” tetaplah menjadi suatu tempat yang telah divonis sebagian masyarakat, khususnya masyarakat kampung, sebagai “neraka kecil-sesaat”.

Penjara atau “neraka kecil-sesaat” masih dipandang oleh banyak kalangan sebagai suatu tempat berisi ruang-ruang seukuran kamar dengan masing-masing memiliki sebidang vertikal berupa jeruji besi, berisi sekian orang tanpa fasilitas seperti kamar di rumah, dan berpagar tembok raksasa. Entahlah jika kemudian mengalami perubahan bentuk dan penambahan fasilitas karena suatu “hal”.

Kata “penjara” ini pun masih berandil besar dalam pemahaman sebagian kalangan orangtua yang memiliki anak berpikir kritis terhadap situasi bangsa-negara pada saat anaknya sedang mengenyam bangku pendidikan tinggi. Tidak jarang kalangan orangtua ini melarang anaknya berpikir kritis semacam itu, atau terlibat dalam pergaulan suatu “organisasi”, supaya terhindar dari ancaman penjara alias “neraka kecil”.

*******

Panggung Renung Balikpapan, 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun