Protes berikutnya muncul dari dua orang personil pengurus Yayasan yakni, dr. Daliman dan Edi Purnomo yang menyatakan bahwa klaim Muhammadiyah atas RSIP  dan mengambil alih pengelolaannya dinilai sebagai sebuah pelanggaran hukum  sebagaimana diatur dalam Undang Undang Yayasan. Dalam UU Yayasan ini menurutnya aset yayasan tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Dan dua orang pengurus Yarsi ini pun kemudian ikut mengajukan gugatan ke PN Purwokerto . Gugatannya telak yakni langsung tentang pengambil alihan RSIP ini oleh Muhammadiyah dan UMP. Yang digugat adlaah, Pengurus Muhammadiyah baik Pusat maupun Daerah yang terlibat mengeelurkan SK pengaambilalihan,  tiga orang pembina yayasan beserta para pengurus dan pengawas yayasan karna dinilai lalai dalam menjalankan roda yayasan tidak sesuai aturan main UU Yayasan.Â
Tidak lama setelah gugatan kedua tersebut dilayangkan, gugatan ketiga pun menyusul dilakukan oleh Para Karyawan RSIP . Jika gugatan pertama dan kedua berupa perdata , gugatan ketiga oleh para karyawan itu adalah Pidana yang ditujukan kepada tiga orang pembina yayasan dan sejumlah pengurus lainnya melalui Polres Banyumas,Â
Sementara itu, Â Gugatan Pertama olh dr. Suarti kepada Yayasan, sudah diputus oleh PN Purwokerto pada awal Mei 2016 ini, yang dimenangkan oleh pihak Yayasan sebagai tergugat atas tanah tsb. Atas putuan tersebut dr. Suarti dan Pengacaranya menyatakan Banding. Kemudian gugatan Perdata yang Kedua hingga bulan Mei ini sudah memasuki bulan keempat dan hingga kini masih berjalan persidangannya dan belum diputus.Â
Dengan rentetan gugatan dan bahkan laporan pidana ke polisi ini polemik akan semakin tajam. Apalagi sejumlah elemen masyarakat yang paham sejarah berdirinya RSI sudah mulai terang-terangan mendukung para karyawan dan para penggugat. Jika  gugtan pengambil alihan itu dimenangkan oleh pihak penggugat, maka Muhammadiyah harus hengkang dari RSIP termasuk upaya menjadikannya sebagai RS Fak Kedokteran UMP. Apapun alasannya kepentingan publik adalah yang harus didahulukan.Sanggupkah Muhammadiyah membuktikan bahwa RSIP itu adalah miliknya, sanggupkah melawan derasnya publik yang mendukung independensi RSIP ?
Pertanyaan penting , mengapa UMP berani membuka Fak Kedokteran sementara RS belum punya ? Jika benar biaya yang dikeluarkan pada saat pendaftaran mahasiswanya tidaklah sedikit ditambah kerugian waktu sekian taun kuliah tanpa hasil dan  gagal  mewisuda dokter, maka tidak menutup kemungkinan para orang tua wali mahaiswa itu  bisa pula menuntut Penyelenggara Fak Kedokteran  dengan kerugian yang dialaminya itu.
Faktanya sejumlah Pakar Kesehatan dan Kedokteran akhir-akhir ini banyak mengkritik sejumlah perguruan tinggi yang memaksakan diri membuka Fakultas Kedokteran padahal sarana dan prasarana yang dibutuhkan belumlah siap.  Bahkan Menteri Kesehatan sendiri pernah merekomendasikan  untuk menutup sejumlah Fak Kedokteran yang dinilainya abal-abal, yakni yang sudah berani membuka perkuliahan sementara persyaratan belum terpenuhi termasuk kepemilikan rumah sakit.Â
Bagaimanakah polemik dan uji hukum atas UU Yayasan  yang melibatkan Para Karyawan RSIP dengan Pengurus Yayasan yang menaunginya ini akan berakhir ? Akankah Karyawan RSI dan Warga Banyumas berhasil menjaga independensi RSI dan menyelamatkan RSI dari klaim Muhammadiyah ?  Keputusan Pengadilan yang akan menjawab semuanya itu. Kita berharap Pengadilan akan bersikap adil dengan menegakkan supremasi hukum tanpa menoleh iming-iming pihak yang sangat mungkin menawarkan hadiah besar atas kasus yang ditanganinya.  Karna jika diketahui berpihak atas kepentingan kelompok, , dikhawatirkan akan terjadi gelombang aksi massa yang tidak berkesudahan di Banyumas, wilayah yang selama ini dikenal damai dan menjadi Punjering Tanah Jawa . Wallohu 'alam.Â
Purwokerto, 17 Mei 2016
Penulis, adalah Jurnalis, tinggal di Banyumas
http://www.kompasiana.com/dashboard/write/5738c3f65b7b614d0cd6d7f2