Rumah Sakit Islam Purwokerto (RSIP) yang berlokasi di Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kini dirundung masalah hukum yang serius.Pasalnya Yayasan tampat RSIP ini bernaung yakni YARSI (Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto) dinilai oleh para karyawan dan beberapa pengurusnya tidak lagi amanah. Tidak amanahnya karna menurut para karyawan yang berkerja di RSIP ini , Yayasan dinilai telah secara nyata berkongkalikong dengan Ormas Muhammadiyah mengalihkan aset Yayasan yakni RSIP kepada pihak lain yakni Muhammadiyah.Â
"RSIP bukan milik Muhammadiyah, RSIP Bukan milik UMP, RSIP adalah milik Wong Banyumas", demikian diantara bunyi poster-poster dan spanduk yang dibuat oleh para Karyawan RSIP dalam aksi unjuk rasa selama enam bulan terakhir. Spanduk-spanduk cukup besar itu tidak hanya dibawa ketika mereka melakukan aksi turun jalan di halaman Gedung Bupati, Polres dan Pengadilan Negeri , Banyumas namun juga sempat menghiasi lingkungan Rumah Sakit beberapa waktu lalu.Â
Rumah Sakit Islam Purwokerto dengan jumlah karyawan sekitar 250 orang ini , hingga saat artikel ini ditulis bisa dikatakan dalam kondisi yang tidak harmonis dan menegangkan. Penyebabnya , kalau boleh disederhanakan, adanya konflik dan perbedaan kehendak antara Pihak Yayasan dengan Para Karyawan dan pengurusnya sendiri. Pihak yayasan menghendaki RSIP ini dialihkan kepemilikannya kepada  Lembaga Muhammadiyah Banyumas sedangkan Karyawan menolaknya mentah-mentah dan menghendaki agar RSIP tetap menjadi milik YARSI yang independent.
Karyawan tidak menghendaki RSI menjadi  milik salah satu ormas agama manapun. Karna menurut mereka dalam akta pendirian dan sejarah pendiriannya tidak ada satu klausulpun yang menyatakan bahwa RSI itu adalah milik Muhammadiyah. Dalam AD/ART Yarsi yang berdiri awal tahun 1980-an ini Muhammadiyah memang disebut yakni berafiliasi  dengan RSIP. Afiliasi itu kemudian diterjemahkan oleh Muhammadiyah sendiri melalui surat keterangannya pada tahun 1989, bahwa kata afiliasi itu hanya bersifat ideologis dan tidak berarti ikut campur atau bahkan memiliki dalam pengelolaannya.
Sementara itu, Â karna merasa memiliki RSIP, melalui Surat Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas yang disepakati oleh Pimpinan Pusatnya 2014 lalu, mengalihkan pengelolaan RSI itu kepada Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk digunakan sebagai RS Pendidikan Fakultas Kedokteran di kampus tersebut.
Tahun 2013 adalah awal FK UMP berjalan dan hingga 2016 masih berlangsung menerima mahasiswa baru dengan kepemilikan RS yang  belum jelas  . Terkait dengan FK UMP ini sebenarnya Ia sudah berusaha membangun RS sendiri tidak jauh dari kampusnya yakni di Desa Karangsoka, sekitar 500 m timur kampus. Namun konon  tidak mendapat ijin operasi oleh  Pemkab, karna dibangun  di atas zona hijau.Â
Semenjak Muhammadiyah mengklaim dan menyatakan mengambil alih RSIP ini gelombang protes dari internal rumah sakit memang terus mengalir deras. Upaya upaya dialogis antara pihak Yayasan dan pekerja tak membuahkan hasil. Gelombang protes pun akhirnya pecah melalui beberapa aksi unjuk rasa oleh para karyawan RSIP sejak Nopember 2015 lalu. Mereka terang-terangan menolak akuisisi RSIP oleh Muhammadiyah dan menuntut agar RSIP tetap independent sesuai amanah pendirian semula.Â
Bahkan Karyawan dalam aksinya di sejumlah titik di dalam maupun di luar lingkungan RS  sempat menunjukan Surat Rekomendasi  Bupati Banyumas Roedjito tertanggal 31 Desember 1986, sebagai salah satu dalilnya, yakni tentang keberadaan dan kegiatan Rumah Sakit Islam Purwokerto. Dalam Surat Rekomendasi tersebut isinya memang menyatakan bahwa Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah milik Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto yang didirikan secara swasembada murni yang dibiayai oleh kaum Muslimin Indonesia khususnya kaum Muslimin Banyumas.Â
Protes keras atas pengambil alihan RSI oleh Muhammadiyah itu tidak hanya dilakukan oleh Karyawan namun juga oleh mantan Direktur Pertama dan Kedua RSIP, yakni, Ny. dr. Suarti (80) yang menilai langkah yang dilakukan oleh para Pembina Yayasan dan Pengurus lainnya itu adalah langkah yang salah dan menghianati amanah warga Banyumas. Sebagai bentuk protesnya , Jika Muhammadiyah bersikukuh menyatakan RSIP adalah miliknya, Ia mengancam akan mengambil kembali tanah miliknya  seluas sekitar 230 ubin yang sekarang berada di lingkungan dan dipakai oleh RSI. Karna tanah tersebut masih bersertifikat atas namanya. Namun jika Yayaan tetap independent Ia akan merelakan tanahnya dipakai oleh rumah sakit secara cuma-cuma.Â
Ternyata Muhammadiyah tidak bergeming bahkan menyatakan bahwa dr. suarti hanyalah atasnama atas tanah tersebut. Ny. Suarti pun meradang dan membuktikan ancamannya itu dengan memperkarakannya dan membawanya ke jalur hukum di Pengadilan Negeri Purwokerto, akhir 2015 lalu. Langkah hukum ini didukung sepenuhnya oleh Srikat pekerja RSIP dengan selalu memenuh ruangan sidang di kantor PN Purwokerto saat sidang digelar.Â
Protes berikutnya muncul dari dua orang personil pengurus Yayasan yakni, dr. Daliman dan Edi Purnomo yang menyatakan bahwa klaim Muhammadiyah atas RSIP  dan mengambil alih pengelolaannya dinilai sebagai sebuah pelanggaran hukum  sebagaimana diatur dalam Undang Undang Yayasan. Dalam UU Yayasan ini menurutnya aset yayasan tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Dan dua orang pengurus Yarsi ini pun kemudian ikut mengajukan gugatan ke PN Purwokerto . Gugatannya telak yakni langsung tentang pengambil alihan RSIP ini oleh Muhammadiyah dan UMP. Yang digugat adlaah, Pengurus Muhammadiyah baik Pusat maupun Daerah yang terlibat mengeelurkan SK pengaambilalihan,  tiga orang pembina yayasan beserta para pengurus dan pengawas yayasan karna dinilai lalai dalam menjalankan roda yayasan tidak sesuai aturan main UU Yayasan.Â
Tidak lama setelah gugatan kedua tersebut dilayangkan, gugatan ketiga pun menyusul dilakukan oleh Para Karyawan RSIP . Jika gugatan pertama dan kedua berupa perdata , gugatan ketiga oleh para karyawan itu adalah Pidana yang ditujukan kepada tiga orang pembina yayasan dan sejumlah pengurus lainnya melalui Polres Banyumas,Â
Sementara itu, Â Gugatan Pertama olh dr. Suarti kepada Yayasan, sudah diputus oleh PN Purwokerto pada awal Mei 2016 ini, yang dimenangkan oleh pihak Yayasan sebagai tergugat atas tanah tsb. Atas putuan tersebut dr. Suarti dan Pengacaranya menyatakan Banding. Kemudian gugatan Perdata yang Kedua hingga bulan Mei ini sudah memasuki bulan keempat dan hingga kini masih berjalan persidangannya dan belum diputus.Â
Dengan rentetan gugatan dan bahkan laporan pidana ke polisi ini polemik akan semakin tajam. Apalagi sejumlah elemen masyarakat yang paham sejarah berdirinya RSI sudah mulai terang-terangan mendukung para karyawan dan para penggugat. Jika  gugtan pengambil alihan itu dimenangkan oleh pihak penggugat, maka Muhammadiyah harus hengkang dari RSIP termasuk upaya menjadikannya sebagai RS Fak Kedokteran UMP. Apapun alasannya kepentingan publik adalah yang harus didahulukan.Sanggupkah Muhammadiyah membuktikan bahwa RSIP itu adalah miliknya, sanggupkah melawan derasnya publik yang mendukung independensi RSIP ?
Pertanyaan penting , mengapa UMP berani membuka Fak Kedokteran sementara RS belum punya ? Jika benar biaya yang dikeluarkan pada saat pendaftaran mahasiswanya tidaklah sedikit ditambah kerugian waktu sekian taun kuliah tanpa hasil dan  gagal  mewisuda dokter, maka tidak menutup kemungkinan para orang tua wali mahaiswa itu  bisa pula menuntut Penyelenggara Fak Kedokteran  dengan kerugian yang dialaminya itu.
Faktanya sejumlah Pakar Kesehatan dan Kedokteran akhir-akhir ini banyak mengkritik sejumlah perguruan tinggi yang memaksakan diri membuka Fakultas Kedokteran padahal sarana dan prasarana yang dibutuhkan belumlah siap.  Bahkan Menteri Kesehatan sendiri pernah merekomendasikan  untuk menutup sejumlah Fak Kedokteran yang dinilainya abal-abal, yakni yang sudah berani membuka perkuliahan sementara persyaratan belum terpenuhi termasuk kepemilikan rumah sakit.Â
Bagaimanakah polemik dan uji hukum atas UU Yayasan  yang melibatkan Para Karyawan RSIP dengan Pengurus Yayasan yang menaunginya ini akan berakhir ? Akankah Karyawan RSI dan Warga Banyumas berhasil menjaga independensi RSI dan menyelamatkan RSI dari klaim Muhammadiyah ?  Keputusan Pengadilan yang akan menjawab semuanya itu. Kita berharap Pengadilan akan bersikap adil dengan menegakkan supremasi hukum tanpa menoleh iming-iming pihak yang sangat mungkin menawarkan hadiah besar atas kasus yang ditanganinya.  Karna jika diketahui berpihak atas kepentingan kelompok, , dikhawatirkan akan terjadi gelombang aksi massa yang tidak berkesudahan di Banyumas, wilayah yang selama ini dikenal damai dan menjadi Punjering Tanah Jawa . Wallohu 'alam.Â
Purwokerto, 17 Mei 2016
Penulis, adalah Jurnalis, tinggal di Banyumas
http://www.kompasiana.com/dashboard/write/5738c3f65b7b614d0cd6d7f2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H