Mohon tunggu...
Gus Kur
Gus Kur Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Membaca (IQRA) dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Bentuk Ruh Setelah Lepas dari Jasad?

22 Desember 2022   21:11 Diperbarui: 22 Desember 2022   21:20 1422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika roh-roh terpisah dari badan kasar (jisim) apakah yang membedakan antara satu dengan yang lainnya.?! Sehingga mereka bisa saling mengenal dan saling bertemu. Apakah roh-roh ketika terpisah dari jasad akan berubah menjadi bentuk tertentu atau bagaimana keadaan yang sebenarnya.?!

Masalah ini sangat jarang di bahas baik dalam bentuk buku kecil ataupun buku besar. Terlebih lagi jika hanya bersandarkan kepada asumsi ataupun pendapat orang yang mengatakan bahwa: 

"roh-roh itu terpisah dari materi dan segala yang terkait dengannya, tidak berada di dalam alam ini maupun di luarnya, tidak memiliki bentuk maupun memiliki identitas".

Demikian pula orang yang mengatakan bahwa roh itu hanya sekedar jiwa yang ada di dalam jasmani yang bisa dibedakan dengan yang lainnya berdasarkan keberadaannya di badan. 

Kemudian setelah mati tidak ada lagi ada perbedaan, bahkan tidak ada wujudnya sama sekali. Roh itu lenyap dan hilang begitu saja bersamaan dengan punahnya badan seperti halnya lenyapnya semua sifat makhluk yang hidup. Persoalan dari beberapa pertanyaan diatas tidak akan terjawab kecuali berlandaskan dasar-dasar Ahlus Sunah yang di dukung dengan dalil-dalil ayat Al Quran, Hadits Nabi, Atsar, I'tibar serta akal sehat.

A. Keluarnya Ruh Dari Jasad (Badan)

Imam Al Ghazali dalam bukunya "Mukasyafatul Qulub" pada Bab ke 80, mengilustrasikan akan keadaan jenazah atau mayit setelah lepas dari tubuh. Bahwa jenazah atau mayit adalah merupakan peringatan bagi orang-orang yang memiliki mata hati. 

Sedemikian takutnya hati akan kematian ketika kita menghadiri jenazah saat hendak di makamkan. Dan tak terbesit sedikitpun diantara yang hadir untuk berpikir, akan dikemanakan jenazah atau mayit ini oleh Allah Azza Wa Jalla dan bagaimana keadaannya nanti.?! 

Secara umum mengenai keluarnya Ruh dari tubuh telah di ungkapkan dalam beberapa hadits Rasulullah saw. Bagaimana rasa berat dan sakitnya tubuh ketika pencabutan ruh disaat sakratul maut yang diilustrasikan laksana 300 (tiga ratus) sakitnya pukulan dengan pedang.

HUWA QADRU TSALATSIMI-ATI DHLARBATIN BI SAIFI
Artinya: "Sakitnya Sakratul Maut itu kira-kira tiga ratus sakitnya pukulan dengan pedang." (HR. Imam Ibnu Abi Dunya).

Sebuah hadits dari Kitab Bulughul Maram menggambarkan bagaimana kondisi ruh ketika keluar dari jasadnya. Hadits yang di riwayatkan dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke rumah Abu Salamah sewaktu matanya masih terbuka, lalu beliau memejamkan matanya. Kemudian berkata: "Sesungguhnya ruh itu bila dicabut maka pandangannya mengikutinya." 

Maka menjerit lah orang-orang dari keluarganya, lalu beliau bersabda: "Janganlah kamu berdoa untuk dirimu sendiri kecuali demi kebaikan, karena sesungguhnya malaikat itu mengamini apa yang kamu ucapkan." Kemudian beliau berdoa: 

"Ya Allah berilah ampunan kepada Abu Salamah, tinggikan lah derajatnya ke tingkat orang-orang yang mendapat petunjuk, lapangkanlah baginya dalam kuburnya, terangi lah dia didalamnya, dan berilah penggantinya dalam turunannya." (Hadits Riwayat Muslim).

B. Dua Kondisi Ruh Yang Berbeda

Ada dua kondisi yang berbeda ketika ruh keluar dari jasadnya, hal ini dapat dibedakan atas perbuatan dan tingkah laku semasa ruh masih menyatu dengan jasadnya. Tergantung dengan amal perbuatan masing-masing, apakah semasa hidupnya senantiasa melakukan amal perbuatan baik ataupun amal perbuatan yang buruk hingga menjelang ajalnya.

Kondisi pertama Allah : terangkan dalam firman-Nya bagaimana dahsyatnya Ruh orang yang berbuat zalim  ketika keluar dari jasadnya berada dalam tekanan-tekanan sakratul maut.

"..sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut." (QS. Al-Anam, [6:93])

Yakni Ruhnya sedang berada dalam tekanan yang sangat berat menghadapi sakaratul maut. Bagaimana rasa sakit yang di derita oleh Ruh dikarenakan amal perbuatan buruk semasa hidupnya. Yaitu berupa perbuatan zalim yang terus menerus (kontinyu) dikerjakan, bahkan perbuatan zalim itu dikerjakan secara Terencana, Terstruktur, Sistematis dan Masif (T2SM).

Untuk kondisi Ruh yang ke dua keadaannya sangat jauh berbeda dengan apa yang diterangkan dalam Al Quran surah Al Anam ayat ke 93 diatas. Dimana ruh pada kondisi ke dua dalam keadaan tenang. Hal ini dikarenakan senantiasa melakukan amal perbuatan kebajikan semasa hidupnya. Adapun apa yang dialami oleh jiwa yang suci lagi tenang yang selalu melakukan kebaikan, maka ruh tetap tunduk patuh kepada kebenaran. Lalu dikatakan kepadanya:

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu." (QS. Al-Fajr, [89:27]-[89:28])

Terdapat Fi'il Amr dan Damir Muttasil berupa Marji' dalam kata "kembalilah kepada Tuhanmu". Yaitu ke sisi-Nya, kepada pahala-Nya, dan kepada apa yang telah disediakan oleh-Nya bagi hamba-hamba-Nya di dalam surga-Nya. "dengan hati yang puas lagi di ridhai". (QS. Al-Fajr, [89:28]). Yakni hati yang puas karena mendapat ridha dari Allah .

"Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba Ku." (QS. Al-Fajr, [89:29])

Dimana ruh tersebut masuk ke dalam golongan mereka yang di ridhai Allah. Hal ini dikatakan kepada ruh yang bersangkutan manakala dia menjelang ajalnya dan juga disaat hari kiamat. Sebagaimana para malaikat juga menyampaikan kepadanya berita gembira ini di saat menjelang ajalnya dan di saat ia dibangkitkan dari kuburnya. Demikian juga balasan bagi orang-orang yang beriman kondisi tubuh mereka mengeluarkan peluh (keringat) ketika berpisah ruh dari badannya sebagaimana hadits di bawah ini:

Dari Buraidah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang beriman itu mati dengan peluh di dahi." (Hadits Riwayat Imam Tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban).

C. Bagaimana Bentuk Ruh Setelah Berpisah dari Jasad.?!

Allah : menyempurnakan jiwa manusia sebagaimana Dia menyempurnakan jasmaninya. Bahkan Dia menyempurnakan jasmani manusia layaknya sebagai wadah bagi jiwanya. Kesempurnaan jasmani mengikuti kesempurnaan jiwa. Badan merupakan tempat bagi jiwa, laksana wadah yang menjadi tempat bagi apa yang ada di dalamnya. Sebagaimana Allah :  mengabarkannya dalam ayat Al Quran di bawah ini:

wa nafsiw wa maa sawwaahaa
Artinya: "..demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)." (Q.S Asy-Syams [91] : 7)

Dalam ayat ini Allah mengatakan bahwa Dia melakukan penyempurnaan terhadap Roh (jiwa). Yaitu penciptaannya yang sempurna dengan dibekali fitrah yang lurus lagi tegak, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah". (QS. Ar-Rum, [30:30])

Baginda Rasulullah  juga telah bersabda:
"Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanya lah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Sebagaimana hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan utuh, maka apakah kamu pernah melihatnya ada yang cacat.?!" (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra)

Selanjutnya Allah juga mengabarkan bagaimana penyempurnaan jasmani di dalam firman-Nya,

alladzii khalaqaka fa sawwaaka fa 'adalak
Artinya: "Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang." (QS. Al Infithar [82] : 7).

Dalam bukunya "Mukhtasar Ar Ruh" Ibnu Qayyim Al Jawziyyah memberikan pendapat mengenai semua ini bisa diketahui bahwa jiwa atau roh itu membentuk rupa tertentu di dalam badan yang membedakannya dari yang lain. Ia bisa terpengaruh dan bisa berpindah dari badan sebagaimana badan juga bisa terpengaruh dan beralih dari roh. Badan akan mendapatkan keharuman ataupun kebusukan dari keharuman atau kebusukan jiwa itu sendiri. Demikian pula jiwa akan mendapatkan keharuman ataupun kebusukan dari keharuman atau kebusukan badan.

Sehingga menjadi sesuatu yang paling kuat dalam hal hubungan keterkaitan (relasi), interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya yaitu antara roh dan badan. Sedangkan nyawa itu tidak beraroma, tidak bisa dipegang dan tidak bisa dipindah dari satu tangan ke tangan lain. Hal ini menjadi urusan Tuhan sebagaimana Allah telah memberikan keterangan dalam firman-Nya,

allaahu yatawaffal anfusa hiina mautihaa wallatii lam tamut fii manaamihaa, fa yumsikullatii qadhaa 'alaihal mauta wa yursilul ukhraa ilaa ajalim musammaa, inna fii dzaalika la'aayaatil liqaumiy yatafakkaruun

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati ketika tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir."  (QS. Az-Zumar [39] : 42).

Dalam ayat ini menurut pendapat sebagian ulama salaf mengatakan bahwa arwah orang-orang yang mati dicabut bila mereka mati. Begitu pula arwah orang-orang yang hidup dicabut bila mereka tidur, lalu mereka saling kenal menurut apa yang telah dikehendaki oleh Allah .

"maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya". (QS. Az-Zumar, [39:42])

Yakni arwah orang yang telah mati dan melepaskan arwah orang yang hidup sampai waktu yang ditentukan. As-Saddi mengatakan sampai tiba saat ajalnya. Dan menurut pendapat Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menahan jiwa orang yang telah mati dan melepaskan jiwa orang yang hidup, dan tidak pernah terjadi kekeliruan dalam hal ini. Hal ini diperkuat lagi berdasarkan keterangan dari Jabir r.a. yaitu bahwa Nabi s.a.w. bersabda:
"Dibangkitkan setiap hamba itu - dari kuburnya, menurut apa yang ia lakukan ketika wafatnya." (Hadist Riwayat Muslim).

Huwallahu A'lam.,


Semoga bermanfaat
Guskur

Sumber Referensi Bacaan:
1). Daqooiqul Akhbar, Al Imam Abdur Rohim Bin Ahmad Qodhi.
2). Mukhtashar Ar-Ruh, Il Ibnu Qoyyim Al Jawziyyah.
3). Mukasyafatul Qulub, Imam Al Ghazali.
4). Bulughul Maram, Ibnu Hajar Al Asqalani.
5). Alam Barzakh (kubur), M. Ali Chasan Umar
6). Aplikasi Al Quran per Kata, Kemenag RI
7). Tafsir Ibnu Katsir
8). Etc

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun