Dari Buraidah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:Â "Orang yang beriman itu mati dengan peluh di dahi." (Hadits Riwayat Imam Tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban).
C. Bagaimana Bentuk Ruh Setelah Berpisah dari Jasad.?!
Allah : menyempurnakan jiwa manusia sebagaimana Dia menyempurnakan jasmaninya. Bahkan Dia menyempurnakan jasmani manusia layaknya sebagai wadah bagi jiwanya. Kesempurnaan jasmani mengikuti kesempurnaan jiwa. Badan merupakan tempat bagi jiwa, laksana wadah yang menjadi tempat bagi apa yang ada di dalamnya. Sebagaimana Allah : Â mengabarkannya dalam ayat Al Quran di bawah ini:
wa nafsiw wa maa sawwaahaa
Artinya: "..demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)."Â (Q.S Asy-Syams [91] : 7)
Dalam ayat ini Allah mengatakan bahwa Dia melakukan penyempurnaan terhadap Roh (jiwa). Yaitu penciptaannya yang sempurna dengan dibekali fitrah yang lurus lagi tegak, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah". (QS. Ar-Rum, [30:30])
Baginda Rasulullah  juga telah bersabda:
"Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanya lah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Sebagaimana hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan utuh, maka apakah kamu pernah melihatnya ada yang cacat.?!"Â (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra)
Selanjutnya Allah juga mengabarkan bagaimana penyempurnaan jasmani di dalam firman-Nya,
alladzii khalaqaka fa sawwaaka fa 'adalak
Artinya: "Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang." (QS. Al Infithar [82] : 7).
Dalam bukunya "Mukhtasar Ar Ruh" Ibnu Qayyim Al Jawziyyah memberikan pendapat mengenai semua ini bisa diketahui bahwa jiwa atau roh itu membentuk rupa tertentu di dalam badan yang membedakannya dari yang lain. Ia bisa terpengaruh dan bisa berpindah dari badan sebagaimana badan juga bisa terpengaruh dan beralih dari roh. Badan akan mendapatkan keharuman ataupun kebusukan dari keharuman atau kebusukan jiwa itu sendiri. Demikian pula jiwa akan mendapatkan keharuman ataupun kebusukan dari keharuman atau kebusukan badan.
Sehingga menjadi sesuatu yang paling kuat dalam hal hubungan keterkaitan (relasi), interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya yaitu antara roh dan badan. Sedangkan nyawa itu tidak beraroma, tidak bisa dipegang dan tidak bisa dipindah dari satu tangan ke tangan lain. Hal ini menjadi urusan Tuhan sebagaimana Allah telah memberikan keterangan dalam firman-Nya,
allaahu yatawaffal anfusa hiina mautihaa wallatii lam tamut fii manaamihaa, fa yumsikullatii qadhaa 'alaihal mauta wa yursilul ukhraa ilaa ajalim musammaa, inna fii dzaalika la'aayaatil liqaumiy yatafakkaruun