Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Aku, Cak Nun, dan Bekas Pacarnya

10 Mei 2019   21:14 Diperbarui: 10 Mei 2019   21:36 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah disebabkan begitu banyak orang berilmu ternyata kehilangan disiplin ketegakan ilmunya saat kemudian sudah berada di dalam istana. Ataukah sebab madharat lain yang tidak bisa saya tangkap secara kasat mata. Tentu itu semua bukan wilayah saya.

Katakan Cak Nun sudah pernah menjadi "pacar" dan bahkan "tinggal bersama" dengan "Istana". Katakan pula bahkan ia pernah meninggalkan "benih-benih reformasi" di sana. Kisah berikutnya adalah momen yang pasti hanya Cak Nun sendiri yang tahu, kenapa ia begitu marah lalu mengambil sikap "purik" ora patheken dengan "Istana".

Analogi inilah menurut saya yang harus menjadi prinsip keseimbangan dalam mengambil kesimpulan. Bukan hanya untuk saya yang pastinya masih berharap bisa lebih banyak menimba sumur ilmunya, tetapi juga untuk memberi rujukan jika Anda dalam posisi seperti saya.

Oleh sebab sudah merasa "purik" dengan Istana, maka saya tidak akan mengungkit-ungkit hal "bekas pacarnya" yang Istana (yang mungkin sudah doyan politik) itu di hadapan Cak Nun. Dan oleh karena sebab Cak Nun juga telah meninggalkan benih reformasi yang barangkali "menurutnya" sekarang sudah kadung jadi anak baligh yang "nakal" di sana, maka kepada "Istana" sebagai Ibu Negara jika ia bertanya bagaimana kabar Cak Nun, saya akan menyampaikan sebisanya.

Akan halnya sekali lagi siapalah saya. Prinsip kata, saya tidak akan mencampuri persoalan ideologis Cak Nun dengan Istana. Namun halnya terkait persoalan-persoalan biologis Ibu Negara yang pengin tahu keberadaan "Bapak-bapaknya" hari ini, tentu itu menjadi bagian ke-ta'dzim-an yang lain bagi kita semua secara pribadi terhadap Negara.

Begitu saja kok repot. Beruntunglah Indonesia yang memiliki Cak Nun dengan lingkar Maiyah-nya yang membebaskan. Ia tidak menempatkan musuhku harus menjadi musuhmu dan musuh kita semua. Tetapi ia menggelorakan kemerdekaanmu adalah cintaku dan cinta kita semua untuk menciptakan generasi maju yang adil sejahtera dan bermartabat.

Wonosobo, 10 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun