Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Guru Bisakah Kita Menggugat Komnas PA?

4 September 2020   03:30 Diperbarui: 4 September 2020   03:33 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia tanpa Anjay

“Pak Guru bisakah kita menggugat Komnas PA?”  tanya salah seorang siswa.

“Mengapa?”

“Karena  Komnas PA telah membuat kata anjay menjadi populer dan itu sangat mengganggu.  Padahal saya awalnya tidak tahu, sekarang jadi tahu.  Sangat terganggu.”

“Jangan biarkan hal-hal kecil mengganggumu, anggap saja hiburan.  Hiburan lebih penting di jaman pandemi seperti ini.  Tidak stress adalah salah satu obat terbaik agar memiliki daya tahan tubuh yang baik.” 

Itu adalah dialog imajiner saya dengan seorang siswa yang kritis terhadap keadaan yang terjadi.

Fenomena Kata Umpatan di Masyarakat Kita

Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2020 tercatat sudah 225 ribu tweet tentang kata anjay.  Lucu-lucu dan anggap saja sebagai hiburan.  Intinya mengapa mempermasalahkan hal yang sangat tidak substansial.  

Sebab kalau dikhawatirkan menjadi bahasa perundungan, bentuk perundungan itu sangat banyak.  Gestur tubuh, tatapan mata, sindiran.  Kalau masuknya pada kata umpatan, berapa banyak kata umpatan di negeri ini  seandainya akan dilaporkan seperti kata anjay.

Dalam kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan Putra yang dimuat di Jurnal Skriptorium UNAIR (2013), dengan judul “Bentuk dan Fungsi Kata Umpatan pada Komunikasi Informal di Kalangan Siswa SMA Negeri 3 Surabaya: Kajian Sosiolinguistik”, menyebutkan bahwa terdapat sepuluh bentuk umpatan yang digunakan oleh siswa SMA Negeri 3 Surabaya yaitu bentuk umpatan berjenis nama hewan, umpatan berjenis anggota tubuh, umpatan berjenis kata profesi, umpatan berjenis aktifitas, umpatan berjenis kata sifat, umpatan berjenis nama-nama makhluk halus, umpatan berjenis kata kekerabatan, umpatan berjenis kata benda, umpatan berjenis makanan, umpatan berbahasa asing. Banyak sekali jenis-jenis bentuk umpatan yang terdapat di lingkungan SMA Negeri 3 Surabaya hal ini terbukti dari contoh-contoh umpatan yang digunakan oleh para siswa. 

Fungsi umpatan di lingkungan SMA Negeri 3 Surabaya dibagi menjadi lima fungsi yaitu: umpatan sebegai bentuk ekspresi marah / jengkel, umpatan sebagai bentuk pengakraban suasana / sapaan, umpatan sebagai bentuk ekspresi keterkejutan, umpatan sebagai bentuk rasa kagum atau takjub, umpatan sebagai bentuk sindiran. Lima fungsi kata umpatan di lingkungan SMA Negeri 3 Surabaya ini yang mewakili ekspresi para siswa SMA Negeri 3 Surabaya.

Bayangkan itu baru di salah satu sekolah di Surabaya.  Bagaimana dengan kota besar lainnya?  Katakanlah Kota Bandung. Kata anjing adalah makanan sehari-hari dalam percakapan sebagian anak-anak muda di Bandung, banyaknya malah menandakan keakraban.  

Aing rek dahar heula anjing” (Saya mau makan dulu bro, bukan berarti saya mau makan dulu anjing).  “Anjing dahareunna ngeunah pisan” (Wow makanannya enak sekali).  

Sebagai guru saya sedih mendengar kata-kata kasar, tapi saya tidak bisa melarang mereka, kecuali jika terdengar ada anak didik saya yang mengucapkan kata-kata kasar.  Mengingatkan mereka untuk berkata baik.  

Secara sosiolinguistik akan terus terjadi pergeseran makna, dan tak terlepas dari budaya pembentuknya.  Dalam kajian Antropologi Linguistik fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, selama komunikasinya nyambung dan kontekstual, ia adalah bagian dari budaya itu sendiri.  Apakah kata anjing akan dihilangkan, maka turunannya, anjir, anjrit, anjay otomatis akan hilang.  

Seandainya kata anjrit juga dilarang maka humor tentang anjing akan hilang.  Contoh anjing kakinya ada berapa? Serentak jawabnya empat.  Kalau anjrit? Bingung semua. Padahal jawabnya gampang emprat. Tertawa.  Begitulah dibalik umpatan ada kreativitas lain tergantung pada konteks berbahasa.

Lima Kerugian akan Kita Alami jika Membesar-besarkan Masalah

Pertama, kita tidak akan menemukan inti masalah dan solusi terbaiknya. Akar utama perundungan bukan hanya kata anjay.  Perundungan terkait budaya, pola asuh, strata ekonomi, warna kulit dan hal-hal lainnya.  Seandainya menghilangkan kata anjay itu ibarat hanya memetik satu helai daun, sementara akarnya tidak kita cabut.

Kedua, masalah akan semakin melebar ke mana-mana, orang yang terlibat semakin banyak, lihat keragaman di twitter.  Bukannya masalah selesai malah ada yang membuat video tantangan untuk mengucapkan kata anjay dalam durasi waktu tertentu.  Masalah yang tadinya hanya di lingkungan tertentu, setidaknya sudah melibatkan hingga 225 ribu orang. Anjay tambah ruwet.

Ketiga, membesar-besarkan masalah sama dengan menambah masalah, terbukti bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah. Bangsa ini sedang menghadapi musuh besar bersama yaitu wabah corona,  energinya menjadi terpecah dengan hal yang sangat remeh-temeh.

Keempat, orang akan menghindari kita atau tidak mau berurusan dengan kita.  Pada akhirnya dalam hubungan sosial cara paling aman adalah menghindari kita.

Kelima, produktivitas dan kreativitas akan terhenti atau berkurang,  gampangnya bukankah kata anjay adalah bentuk kreativitas untuk menghindari bentuk kasarnya?  

Rasanya produktivitas dan energi kita belakangan ini sering terkuras oleh hil-hil yang mustahal (perkataan lejen dari Asmuni Srimulat).  Bagi yang dalam benaknya terpengaruh teori konspirasi bisa saja bilang ini adalah pengalihan isu.

Semangat Kebaikan tapi Abai Substansi

Kita tidak tahu persis suasana kebatinan Komnas PA pada saat memutuskan pelarangan kata anjay.  Tersurat jika konotasinya untuk penghinaan dan perundungan maka bisa dipidanakan.  

Tetapi kalau alasannya hanya itu, betapa banyak kategori kata yang harus masuk kategori pelarangan.  Penulis tetap menangkap semangat kebaikan, tetapi saking semangatnya kurang mengena pada substansinya. 

Perendahan nama bahkan bisa juga memakai singkatan yang resmi dipakai nama lembaga.  Contohnya nama Komnas PA yang berwibawa jika diucapkan dengan niat menyindir bisa jadi pelecehan.  Mengacu pada bahasa gaul remaja, jika mendapati temannya yang kurang cepat berpikir, maka ucapan "dasar PA (pendek akal) lu" itu dengan cepat keluar dari mulutnya.  Bayangkan kalau misalnya mengucapkan kata Komnas PA dengan intonasi kalimat merendahkan  oh Komnas PA. 

Mari kita ambil hikmahnya dan semoga kita tidak lagi terjebak pada hal-hal yang menguras energi, masih banyak pekerjaan besar menanti kita. 

Sumber bacaan :

Marlina Kuswanti, 5 Kerugian ketika Kamu Hobi Membesar-besarkan Masalah, idntimes.com. 8 Februari 2020. 3 September 2020

Putra, Rachmad Rizky, 2013 Bentuk dan Fungsi Kata Umpatan pada Komunikasi Informal di Kalangan Siswa SMA Negeri 3 Surabaya: Kajian Sosiolinguistik, Skriptorium, Jurnal Unair

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun