Mohon tunggu...
Cak Kartolo
Cak Kartolo Mohon Tunggu... -

Iklan rokok membuat masyarakat kita permisif terhadap asap rokok. Pendukung gerakan anti-JPL (Jaringan Perokok Liberal). Penggagas hash tag #buangsajarokokmu

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Marwah Daud dan Marwah Para Perokok

5 Oktober 2016   20:19 Diperbarui: 5 Oktober 2016   20:35 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perokok miskin teradiksi nikotin rokok. Dokumentasi Pribadi

Hasil survei WHO di Indonesia menyatakan bahwa rata-rata remaja Indonesia sudah mengenal rokok sejak usia 10 tahun, melihat iklan rokok hampir setiap hari baik di media TV maupun media luar ruang, dan mulai aktif menjalani profesi sebagai perokok pada usia 14 tahun dengan kecenderungan semakin muda pada 10 tahun belakangan. Umumnya mereka mulai merokok akibat sugesti lingkungan, entah itu dari kawan sebaya, kelompoknya, atau dari orang dewasa di sekitarnya. 

Dengan makin tingginya kadar booster nikotin, zat kimia yang mempercepat serapan nikotin ke otak, yang dicampurkan ke dalam ramuan kimia rokok, perokok coba-coba usia muda tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama teradiksi nikotin. Sejak saat itu perokok menjadi tidak lagi rasional dan mulai berperilaku layaknya orang yang teradiksi, marah jika diminta mematikan rokok, tersinggung ketika diingatkan agar tidak merokok, dan perilaku agresif lainnya seperti mengata-ngatai orang lain yang melarangnya merokok, bahkan jika orang tersebut adalah orang tuanya sendiri. Seakan-akan rokok sudah menjadi bagian dari marwah diri para perokok.

Celakanya, sepintar apapun perokok, setinggi apapun tingkat pendidikannya, namun ketika sudah jatuh kepada adiksi, nalarnya lumpuh. Mereka tidak lagi percaya kebenaran sains, dan lebih percaya pada mistifikasi rokok sebagai produk yang bisa menyembuhkan penyakit kanker, melegakan pernafasan, penghilang stress, bahkan menyembuhkan batuk dan berbagai rupa macam penyakit lainnya. Kondisi ini tidak beda jauh dengan apa yang dialami oleh orang-orang seperti Marwah Daud yang percaya kepada Kanjeng Dimas yang dianggap memiliki kemampuan menggandakan uang. Perokok yang percaya bahwa rokok itu menyembuhkan, nalarnya tertutup adiksi nikotin. 

Marwah Daud yang percaya bahwa Kanjeng Dimas punya kemampuan supranatural, nalarnya tertutup oleh kepercayaan yang bersifat mistis/irrasional. Jika Marwah Daud kita anggap tidak rasional sehingga mempertaruhkan marwah dirinya sendiri, lalu kita sebut apa perokok yang masih terus saja merokok ketika fakta-fakta tentang bahaya merokok sudah demikian gamblang dan tersedia untuk dapat diakses di internet dengan gampang?

Kita tidak ingin sugesti lingkungan yang dilakukan oleh para agen dari orang-orang seperti Kanjeng Dimas, Aa Gatot, dll ini menjadi virus dan menyebarkan kepercayaan konyol kepada masyarakat awam lainnya, sebagaiamana kita tidak ingin sugesti lingkungan yang dilakukan oleh industri rokok ini menularkan kebiasaan buruk merokok ke generasi muda kita. Sebaliknya, kita patut kasihan kepada orang-orang seperti Marwah Daud, Reza Artamevia, sebagaimana kita kasihan kepada para perokok.

Kapanlah nalarnya bisa kembali bekerja?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun