Ketika kuliah  dulu  kami sering berdebat soal  apakah boleh  berbohong demi kebaikan?  Tidak ada titik temu  soal makna berbohong demi kebaikan.  Â
Debat bohong demi kebaikan itu ada di  berbagai  ruang dan  tempat. Kini muncul pertanyaan, "apa pendapat anda ketika puluhan tersangka  polisi karena  dugaan berbohong dalam kasus  pembunuhan  brigadier J?"  mungkinkah mereka  berpikir  berbohong demi kebaikan ketika melakukannya?"  pertanyaan  kunci  dalam debat bohong demi kebaikan adalah kebaikan siapa  agar berbohong dibenarkan?
Debat  berbohong demi kebaikan nampaknya belum selesai hingga kini.  Akibatnya  cukup banyak yang menanggung akibatnya seperti jabatan yang dicopot  dan akibat paling besar adalah orang yang berbohong tidak dipercaya orang lain.  Betapa malunya seseorang yang pendidikannya tinggi, jabatannya  strategis  tetapi sering berbohong.Â
Bahkan ada yang menyebut kalau tidak pandai berbohong mana bisa menjadi pejabat?  Loh, bukankah kita  sering mendengar apa yang disebut dengan integritas?
Dalam kasus pembunuhan  brigadir J  kita menyaksikan banyak  kebohongan. Kebohongan itu diawali dari cerita  bahwa brigadir  J meninggal karena  terjadi tembak menembak brigadir J  dengan bharada E.   Kemudian tidak lama kemudian FS mengakui bahwa  dia ikut menembak.Â
Kemudian dilanjutkan dengan  sejumlah polisi yang mengikuti  skenario awal  dari FS.  Pengacara  Patra M Zen juga merasa dibohongi hingga dia menyampaikan informasi yang  tidak akurat kepada publik.  Tragedi pembunuhan brigadir J  menunjukkan kebohongan yang berkelanjutan.
Kini muncul lagi  dugaan  kebohongan yang dilakukan  ibu PC  tentang pengakuannya  bahwa  brigadier J melakukan pelecehan  seks terhadap dirinya.  Pengakuan seperti ini tidak lazim karena  dari aspek perilaku  biasanya yang superior yang melakukan pelecehan terhadap  inferior. Â
Rasionalitasnya tidak memungkinkan  anak buah suami  melakukan pelecehan seks terhadap ibu PC.  Sulit sekali diterima akal  jika brigadier J  melakukan seks terhadap ibu PC secara tiba-tiba.
Apakah mungkin brigadier J secara tiba-tiba  melakukan pelecehan seks terhadap tuannya?  Jikalaupun  brigadier J melakukan hal yang dianggap pelecehan seks, patut diduga  selama ini ada  sinyal yang memungkinkan  brigadier J melakukannya.  Tetapi, jika melihat  latar belakang berigadir J dan berbagai informasi  dan  budaya  brigadir rasanya tidak memungkinkan  hal itu terjadi.
Jika kita melihat  kasus ini, muncul juga pertanyaan  dalam rangka apa  ibu PC berbohong ?  Apakah dalam rangka  meringkankan hukuman atau ada  harapan  FS  bebas dari hukuman jika pelecehan seks ini  dapat dibuktikan?   FS  telah mengakui bahwa  dirinya  melakukan penembakan terhadap   brigadier J.Â
 Konsekuensi  pengakuan itu  dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)  dalam pasal 340  mengatakan bahwa  barang siapa  dengan siapa dan  dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana  penjara seumur hidup atau selama  waktu tertentu, paling lama 20 tahun.  Pengakuan FS  konsekuensinya telah dapat kita  prediksi yaitu 20 tahun atau hukuman mati.
Jika kita  prediksi hukuman yang akan diterima FS karena konsekuensi  pengakuannya  maka  perjuangan  ibu PC untuk mengatakan  bahwa berigadi J melakukan pelecehan seks  tidaklah  berbeda nyata.  Tetapi jika  ibu PC berbohong atau mengarang cerita  walaupun kita sulit percaya maka  kita sedih  mendengar bahwa  brigadier J yang lugu dan tulus itu  telah melakukan  tindakan  tidak terpuji.Â
Jika perbedaan hukuman bagi FS  tidak berbeda nyata  dengan  tuduhan pemerkosaan  yang dilakukan  brigadir J  mengapa ibu PC melakukannya?  Bukankah itu dosa besar?  Apakah ibu PC tidak sedikitpun memikirkan keluarga brigadir J?  Apakah juga tidak memikirkan  dirinya agar lepas dari kebohongan?  Apakah masih melanjutkan kebohongan  seperti cerita diawal terungkapnya kasus ini?  Sampai kapan  kebohongan ini berlanjut?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena kita melihat dari awal cerita teruji bahwa telah nyata terjadi kebohohongan.  Setelah kebohongan  teruji oleh waktu, kita masih melihat ada potensi bohong berikutnya.  Andaikan  kejujuran yang  logis disampaikan kepada kita mungkin  justru hukuman bagi FS akan lebih ringan. Â
Ringan karena  kejujuran adan sikap akomodatif selama persidangan.  Mungkin perlu disadari bahwa kejujuran itu menyegarkan hati.
Dugaan kebohongan  lain dialamatkan kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan dan  Kompolnas.  Dalam konteks inilah kita rakyat yang melihat makin risih.  Â
Sebab, kita melihat  ada kejanggalan-kejanggalan dalam proses.  Kita melihat sumber informasi mereka cenderung hanya dari pihak ibu PC.  Padahal,  apapun motivasinya pembunuhan tidak pernah diizinkan.
Kita sudah lelah melihat  kebohongan.  Masihkah kita berdebat boleh tidaknya berbohong demi kebaikan?
Demi kebaikan siapakah kita berbohong? Bukankah berbohong  atau menyampaikan informasi bohong  di pengadilan  merupakan  penyampaian  keterangan palsu  yang dapat dijerat pasal pidana?  Kini kita sadar agar hidup kita penuh integritas dan kualitas integritas itu kita latih tiap hari agar naik kelas dalam setiap aktivitas hidup kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H