Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Kehadiran Kita di Tengah Komunitas Perempuan yang Kehilangan Harapan

25 Juli 2022   05:55 Diperbarui: 25 Juli 2022   06:04 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Malam terus larut, kemudian seorang pria bermarga Butarbutar  mengatakan, "besok perjuangan kita lanjutakan dengan syarat tidak ada yang buka baju".  Kita lupakan kejadian tadi dan kita terus berjuang.  Malam itu kami berpisah dan saya bertekad untuk hadir   besok  ditempat itu.  Saya  dan  Suryati Simanjuntak  dari KSPPM   akan hadir besok pagi untuk melihat perjuangan  rakyat Sigapiton.  Posisi  saya hanya hadir saja. Saya pulang ke Balige untuk menginap dan malamnya saya sulit tidur.

              Pagi hari sekitar pukul 7.00 WIB saya sudah tiba  dilokasi. Kami minum kopi dan kaum perempuan Sigapiton sudah hadir.  Suasana alam Sigapiton sangat dingin dan saya lupa pula bawa  jeket.  Alat berat sudah siaga, rombongan polisi hadir dan pamong praja juga. Beberapa orang tentara hadir di tempat. Waktu telah menunjukkan pukul 9.00 WIB.  Saya berdiri dilokasi bersama Suryati Simanjuntak, Delima Silalahi dan tim dari KSPPM yang mendampingi mereka.  Beberapa pendeta dan yang berempati dengan rakyat Sigapiton hadir.

              Tiba-tiba saja salah satu dari anggota pamong praja itu menyapa saya, "halo, bang Gurgur, apa kabar abangku?  Aku sangat mengenal abang dan mungkin abang tidak mengenal aku. Aku adik kelas abang  6 tahun ketika kuliah.   Walaupun abang sudah lulus, abang tetap perhatian ke kampus, katanya. Kami berbincang-bincang dan  minta saran bagaimana  meyikapinya selaku seorang pamong praja.   Kemarin aku berdoa agar jangan tugas ditempat ini bang. Aku tau perjuanganmu bang, dan aku pegawai pemerintah. Apa saran abang?  Aku dalam posisi  yang sulit karena aku masih memelihara nurani, katanya.

              Mendengar  pertanyaan adik kelasku itu aku juga bingung. Saranku, laksanakan saja tugasmu tapi jangan kasar.  Siap bang katanya.   Menjelang siang, kami mulai lapar.  Pemangku adat dan BODT tidak ada titik temu.  Kaum ibu sedang makan tiba-tiba  escapator hendak eksekusi  lahan yang diperebutkan.  Kaum ibu makan sambil menghalangi escapator.  Tarik-menarik, dorong mendorong dan air mata terus bercucuran.  Tragedi  itu pun terjadi.  Saya melihat ada keberingasan ketika itu.  Kejadian itu jauh dari peradaban.

              Selama sebulan saya hampir tiap hari  hadir di Sigapiton.   Saya belajar sejarah  dan budaya mereka.  Saya menulis tentang Sigapiton di Medsos.  Dari kejadian itu  saya melihat   di medsos banyak yang bersuara tanpa mengerti apa yang terjadi sesungguhnya.  Saya prihatin membaca komentar yang mengaku  pejuang perempuan  dan budaya Batak yang mengatakan bahwa, "perempuan itu tidak beradab karena membuka bajunya  untuk berjuang padahal  banyak cara lain untuk berjuang".  Pendapat itu sangat dangkal karena tidak memahami konteksnya.  Mereka tidak mampu ke relung hati mereka yang dalam. Mereka tak paham jeritan hati mereka.

              Dari  pendapat tentang makna buka baju dalam berjuang,  pendapat istri saya yang mengagumkan. Istri saya Tiorisna Sihotang mengatakan, "kaum perempuan yang membuka baju dalam berjuang itu adalah  mereka yang kehilangan harapan  akan  perlindungan negara".  Jika ada warga  negara yang  kehilangan harapan sejatinya negara hadir memberikan harapan.  Karena itulah saya dukung  perjuangan rakyat Sigapiton, katanya dengan semangat.

              Ada isu yang mengatakan kehadiran kami di lokasi sebagai provokator dalam arti negatif.   Tetapi kami mengabaikan itu. Kami hanya ingin bangsa ini  komitmen untuk membangun dan mengarusutamakan rakyat.   Jika  Danau Toba sebagai KSPN maka  berikan yang paling dibutuhkan. Fakta, kualiatas air Danau Toba menurun,  terjadi pendangkalan Danau Toba. Hotel-hotel  kekurangan tamu.  Sejatinya pemerintah membuat kegiatan agar tamu hotel di kawasan Danau Toba ada secara berkelanjutan. BODT menjaga dan melestarikan Danau Toba bukan membuat konflik lahan.  Bukankah pemerintah sebagai fasilitator dan  pengambil kebijakan?.

              Pemerintah tugasnya membuat kebijakan agar Danau Toba lestari, membuat kegiatan agar turis datang agar ekonomi rakyat meningkat. Pemerintah tidak perlu  proyek  bangun hotel, lapangan golf.  Pemerintah bukan pelaku usaha. Pemerintah membuat kebijakan agar rakyat kreatif dan mendatangkan  investor yang  komitmen menjaga budaya.  Pemerintah harus jujur dan transparan sesuai konstitusi  negara yang  kita cintai ini.  Salam lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun