Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gaya Hidup Minimalis Itu Panggilan Hidup untuk Menyelamatkan Bumi

14 Juli 2022   21:54 Diperbarui: 14 Juli 2022   22:33 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :  Dokumen Pribadi 

 Guru besar  ilmu lingkungan Universitas  Indonesia (UI)  Mohammad Surjani  ketika mengajar kami  mata kuliah ekologi manusia di  pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ)   berulangkali mengatakan  ilmu lingkungan sarat dengan spiritualitas.  Percuma kita doktor  ilmu lingkungan hidup jika hanya teori saja. Ilmu doktor  linkungan tetapi gaya hidup tamak, untuk apa?, tantangnya.   

Ada tiga tokoh yang harus diteladani  agar bumi tidak terjadi pemanasan global   menurut M . Surjani yaitu  Nabi Isa  (Yesus), Nabi Muhammad,  dan Mahatma Gandhi.  Ketiga tokoh ini gaya  hidupnya minimalis.

Yesus mengajarkan pengikitnya untuk berdoa , " berikanlah pada kami pada  hari ini makanan kami  yang secukupnya, dan ampunilah kami  seperti kami juga  mengampuni orang yang bersalah kepada kami".   Yesus   mengajarkan pengikutnya agar meminta makanan atau rejeki secukupnya.  

Jika manusia bergaya hidup lebih dari kebutuhan maka sesungguhnya ada unsur ketamakan.   Apakah kita sadar  bahwa diameter bumi dan luas bumi tidak pernah bertambah  sementara jumlah penduduk terus meningkat? Jika hal ini tidak dipikirkan manusia bagimana masa depan bumi?  Bukankah bumi sudah makin panas?

Jika bumi  keliling dan  luasnya  tidak bertambah  disatu sisi sementara disisi lain pertumbuhan penduduk  terus bertambah,  bagaimana dengan janji Tuhan dalam Alkitab yang menjanjikan  kepada Abraham bahwa anak cucunya  seperti bintang di langit dan pasir di pantai? Jika janji itu digenapi, bukankah akan terjadi pemanasan global dan kelaparan? 

Bagaimana sesungguhnya janji Allah itu kepada Abraham? Denny Boy Saragih yang alumni  Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU yang kemudian Doktor Teologia dari Scotlandia mengatakan bahwa janji Tuhan sudah digenapi, oleh karena sudah digenapi maka kita diberi hak membatasi jumlah penduduk dengan cara kontrasepsi.  Dalam konteks inilah manusia diberikan akal budi, katanya.

M. Surjani  mengutip perkataan Nabi Muhammad yang mengatakan , "Makanlah  sebelum lapar, dan minumlah sebelum haus".  M . Surjani yang  mendapat guru besar ilmu lingkungan dari Universitas Paramadina yang didirikan guru bangsa Nurcholis  Madjid itu menafsirkan  bahwa manusia  tidak boleh tamak.  

Manusia harus membatasi dirinya akan kesadaran bahwa bumi ini memiliki daya dukung yang sangat terbatas.  Manusia yang kini terancam  pemanasan global (global warming)  harus  secara sadar  agar hidup  sesuai kebutuhan saja.   Makan sebelum lapar dan minum sebelum haus memiliki makna yang sangat dalam.  Cara makan orang lapar berbeda dengan orang yang tidak lapar. Cara minum yang haus berbeda dengan cara minum orang yang  belum haus.

 M Surjani juga mengutip Mahatma Gandhi yang mengatakan, "bumi cukup untuk  manusia tetapi tidak cukup bagi  orang  serakah".  Makna dari pernyataan Mahatma Gandhi  adalah bahwa semua manusia di kolong  langit ini menyadari bahwa diameter bumi konstan  karena itu dibutuhkan perilaku hemat dan  konsumsi sesuai kebutuhan saja.  

Sebab, jika  jumlah manusia yang eksploitatif terhadap alam maka alam  akan  rusak.  Kerusakan alam akan mengakibatkan  kelaparan bagi umat manusia.   Dampak dari kerusakan alam akan  berdampak bagi semua umat manusia dan keanekaragaman hayati (biodiversity).

Dalam kehidupan sehari-hari saya tidak begitu suka  makanan  yang mahal,  pakaian  yang mahal, kendaraan yang mahal atau apapun diluar kebutuhan saya. Sejak kecil saya tidak begitu tertarik dengan mode atau  barang  yang disebut bergengsi.  

Saya hanya menggunakan yang dibutuhkan,  kendaraan yang dibutuhkan, rumah yang dibutuhkan. Kebutuhan cukup dan wawasan yang luas itulah kebahagiaan. Gaya hidup saya yang ala kadarnya serin mendapat protes dari ibuku dan kini istriku juga protes hal yang sama.  Tidak pernah memikirkan pakaian apa yang penting masih ada untuk dipakai.  Jika dibeli dipakai, kalau tidak dibeli  saya memakai yang ada saja.

Dalam pengamatan saya banyak orang menyulitkan diri sendiri seperti  orang baru berkeluarga kredit rumah, mobil,  perabot rumah tangga, alat komunikasi yang mahal  sehingga kesulitan membayar.   Kesulitan membayar mengakibatkan  keluarga yang tidak memiliki kehangatan.  

Berulangkali saya katakana, keluarga muda harus mengutamakan kehangatan keluarga.  Cukup banyak keluarga tidak membawa anak-anak  rekreasi karena penghasilan   habis membayar kredit yang sebetulnya  barang yang dikredit tidak menjadi kebutuhan yang mendesak.

Selain keluarga tidak membawa anak-anak rekreasi, bisa saja anak-anak  balita hingga remaja tidak diberikan gizi yang memadai karena  penghasilan habis membayar kredit. Alasan mereka pada umumnya adalah investasi. Cukup banyak  orang tua mengutamakan investasi rumah dan barang dibandingkan investasi pendidikan,  gizi dan  membawa anak-anak berkeliling untuk menambah wawasan anak-anak. 

Tetangga kami  ada yang bermobil mewah, rumah yang luas  dengan cara kredit  tetapi anak-anaknya  makan mie instan hampir setiap hari.  Saya sering mengingatkan agar gizi anak jauh lebih penting dari investasi barang dan berbagai investasi lain.

Hidup sederhana itu penuh makna.  Cara berpikir kita harus   secara utuh. Cara berpikir dimulai dari kesadaran bahwa diameter bumi tidak pernah bertambah. Oleh karena itu luas dan keliling bumi yang Tuhan titipkan kepada kita harus kita jaga secara bersama.   

Berpikir kesadaran akan luas dan keliling bumi terbatas,  mengajak keluarga, komunitas untuk menyadari.  Pakar Ilmu Lingkungan dari Universitas Padjajaran (UNPAD) almarhum  Prof. Otto Sumarwoto mengatkan  atur diri sendiri.  Bumi akan selamat jika dimulai dari diri sendiri.

 Bagi saya aneh jika orang sudah berpendidikan baik tetapi gaya hidupnya tidak minimalis.  Semakin baik pendidikan seseorang sejatinya hidupnya makin minimalis atau makin sederhana.  Rasanya sangat norak seorang terpelajar dengan gaya hidup mewah. Kaum intelektual biasanya hidupnya minimalis.  

Mereka yang mempertontonkan  kemewahan diluar kebutuhan adalah orang-orang yang tidak percaya diri.   Kita yang percaya akan kuasa Tuhan sejatinya  hidup minimalis seperti yang dikatakan Yesus, Nabi Muhammad dan Mahatma Gandhi.   Hidup sederhana, memikirkan keadilan bagi manusia dan alam adalah panggilan hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun