Dalam kehidupan sehari-hari saya tidak begitu suka  makanan  yang mahal,  pakaian  yang mahal, kendaraan yang mahal atau apapun diluar kebutuhan saya. Sejak kecil saya tidak begitu tertarik dengan mode atau  barang  yang disebut bergengsi. Â
Saya hanya menggunakan yang dibutuhkan,  kendaraan yang dibutuhkan, rumah yang dibutuhkan. Kebutuhan cukup dan wawasan yang luas itulah kebahagiaan. Gaya hidup saya yang ala kadarnya serin mendapat protes dari ibuku dan kini istriku juga protes hal yang sama.  Tidak pernah memikirkan pakaian apa yang penting masih ada untuk dipakai.  Jika dibeli dipakai, kalau tidak dibeli  saya memakai yang ada saja.
Dalam pengamatan saya banyak orang menyulitkan diri sendiri seperti  orang baru berkeluarga kredit rumah, mobil,  perabot rumah tangga, alat komunikasi yang mahal  sehingga kesulitan membayar.  Kesulitan membayar mengakibatkan  keluarga yang tidak memiliki kehangatan. Â
Berulangkali saya katakana, keluarga muda harus mengutamakan kehangatan keluarga.  Cukup banyak keluarga tidak membawa anak-anak  rekreasi karena penghasilan  habis membayar kredit yang sebetulnya  barang yang dikredit tidak menjadi kebutuhan yang mendesak.
Selain keluarga tidak membawa anak-anak rekreasi, bisa saja anak-anak  balita hingga remaja tidak diberikan gizi yang memadai karena  penghasilan habis membayar kredit. Alasan mereka pada umumnya adalah investasi. Cukup banyak  orang tua mengutamakan investasi rumah dan barang dibandingkan investasi pendidikan,  gizi dan  membawa anak-anak berkeliling untuk menambah wawasan anak-anak.Â
Tetangga kami  ada yang bermobil mewah, rumah yang luas  dengan cara kredit  tetapi anak-anaknya  makan mie instan hampir setiap hari.  Saya sering mengingatkan agar gizi anak jauh lebih penting dari investasi barang dan berbagai investasi lain.
Hidup sederhana itu penuh makna.  Cara berpikir kita harus  secara utuh. Cara berpikir dimulai dari kesadaran bahwa diameter bumi tidak pernah bertambah. Oleh karena itu luas dan keliling bumi yang Tuhan titipkan kepada kita harus kita jaga secara bersama.  Â
Berpikir kesadaran akan luas dan keliling bumi terbatas,  mengajak keluarga, komunitas untuk menyadari.  Pakar Ilmu Lingkungan dari Universitas Padjajaran (UNPAD) almarhum  Prof. Otto Sumarwoto mengatkan  atur diri sendiri.  Bumi akan selamat jika dimulai dari diri sendiri.
 Bagi saya aneh jika orang sudah berpendidikan baik tetapi gaya hidupnya tidak minimalis.  Semakin baik pendidikan seseorang sejatinya hidupnya makin minimalis atau makin sederhana.  Rasanya sangat norak seorang terpelajar dengan gaya hidup mewah. Kaum intelektual biasanya hidupnya minimalis. Â
Mereka yang mempertontonkan  kemewahan diluar kebutuhan adalah orang-orang yang tidak percaya diri.  Kita yang percaya akan kuasa Tuhan sejatinya  hidup minimalis seperti yang dikatakan Yesus, Nabi Muhammad dan Mahatma Gandhi.  Hidup sederhana, memikirkan keadilan bagi manusia dan alam adalah panggilan hidup.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H