Selain  anak-anak  dipersiapkan  kemampuan akademik, psikologi dan Samapta,  Rikardo Hutajulu meminta Yasop dan Del agar ujian di Pangururan.  Mengapa? Karena Rikardo Hutajulu sadar  Samosir itu  jauh dari Balige atau Laguboti.  Betapa sulitnya anak-anak Sitiotio, Ronggurnihuta dan lainya jika ujian di Balige.  Â
Kalah sebelum bertanding jika itu terjadi.  Dimasa pandemi, anak-anak juga dikumpulkan di satu titik agar signal terjamin.  Semua  kebutuhan anak-anak dipikirkannya.Â
Jadi, wajarlah anak-anak Samosir terbanyak lulus ketika itu.  Rikardo Hutajulu  menjadi penggembala yang baik.  Bagi saya, pendenta  dan penginjil bisa belajarlah dengannya bagaimana cara menjadi gembala yang baik. Rikardo Hutajulu menggembalakan anak-anak dengan  pendekatan batin dan teori manajemen.
Ketika pindah ke Toba,  guru di Toba yang ingin  berprestasi sangat senang. Tetapi guru yang tidak mau keluar dari zona nyaman tentulah merasa  terganggu.  Tidak lama di Toba, anak-anak Toba bagaikan pindah kelas ke sekolah unggulan. Â
Hatinya yang membara untuk mendidik menimbulkan semangatnya mencari langkah-langkah strategis  untuk kemajuan pendidikan.  Berharap teruslah  api yang membara dihatimu untuk keajaiban pendidikan dipelihara. Â
Kami  bangga  pak Hutajulu.  Kiranya, makin banyak tokoh pendidikan yang memiliki hati yang membara sepertimu.  Pendidikan memang bisa melahirkan anak yang mengangkat keluarga dari kubangan kemiskinan, dari kehidupan terbelakang, dan keluarga yang masih dalam kekerasan.  Selamat ulang tahun tokoh inspiratif  kami yang juga sahabat dalam dunia pendidikan.  Panjang umur dan sehat pak Hutajulu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI