Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menyiasati Kluster Baru Covid-19 Jelang Pilkada 2020

9 September 2020   00:25 Diperbarui: 11 September 2020   18:09 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dalam berbagai hasil penelitian dan survey hampir tidak ada korelasi pengumpulan massa untuk memengaruhi pemilih. Jika pengumpulan massa yang berkerumun tidak berkorelasi dengan sikap pemilih mengapa dilakukan pengumpulan massa?"

Ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan berlangsung 9 Desember 2020 dalam kondisi Pandemi Covid-19 banyak yang protes. Mereka protes karena potensi berkerumun dimasa kampanye sangat tinggi.

Kekuatiran akan potensi berkerumun itu telah menunjukkan tanda-tanda ketika pendaftaran Pasangan Calon (Paslon) ke KPU tanggal 4-6 Sepetember 2009. Hampir semua Paslon yang mendaftar ke KPU membawa massa sebanyak-banyaknya. Mereka seolah lupa, kondisi kita pandemi. Hanya beberapa Paslon yang peduli protocol kesehatan.

Fakta rakyat pendukung Paslon ramai-ramai ke KPU ketika pendaftaran sebagi tanda bagi kita bahwa kampanye menjelang Pilkada serentak hamper dipastikan akan menjadi kluster baru Covid-19. Lalu, langkah apa yang akan dilakukan semua elemen bangsa untuk menyiasatinya?

Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Calon Legislatig (Pilcaleg) khususnya di tingkat pusat tahun 2019 yang lalu sudah hamper semua meninggalkan pola kampanye mengumpulkan massa dengan banyak. Model kampanye Akbar seperti masa Orde Baru (Orba) nyaris ditinggalkan Partai Politik (Parpol).

Parpol dengan berbagai hasil survey menunjukkan bahwa kampanye akbar tidak efektif dan efisien untuk merebut hati pemilih. Selain tidak efektif dan efisien kampanye akbar itu sangat mahal. Lalu, mengapa Parpol sudah meninggalkan kampanye akbar justru muncul lagi menunjukkan jumlah massa ketika pendaftaran Paslon ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)?

Nampaknya, para Paslon di Pilkada serentak ini ketinggalan informasi hasil-hasil survey Lembaga Independen yang khusus menangani Pilpres, Pilcaleg dan Pilkada.

Hasil penelitian Dwidyawati dari Universitas Samratulangi yang dilakukan di Minahasa Utara tahun 2016 menunjukkan bahwa pemilih memilih karena ada kaitannya dengan pendidikan, jabatan atau pekerjaan dan jenis kelamin atau usia.

Memilih dilihat dari keterkaitan seseorang dengan partai politik, orientasi seseorang terhadap isu-isu dan orientasi seseorang terhadap kandidat, memilih untuk tujuan diri sendiri dengan beberapa alternatif mana yang maksimal baginya, pemilih yang lebih melihat sosok figur dari kandidat calon kepala daerah, meski diberi barang berupa kebutuhan pokok atau dalam bentuk apapun, tidak mempengaruhi pemilih.

Dalam berbagai hasil penelitian dan survey hampir tidak ada korelasi pengumpulan massa untuk memengaruhi pemilih. Jika pengumpulan massa yang berkerumun tidak berkorelasi dengan sikap pemilih mengapa dilakukan pengumpulan massa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun