Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengutamakan Produk Dalam Negeri untuk Pemulihan Ekonomi

20 Juni 2020   06:38 Diperbarui: 20 Juni 2020   07:09 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bp-guida.id

Dalam  Rapat Kerja ( Raker) Komisi VI DPR RI  dengan Menteri  Badan Usaha Milik Negara (BUMN)   Erick Thohir menyampaikan 142 bahwa BUMN telah direstrukturisasi menjadi 107 BUMN.  Dalam waktu dekat kemungkinan BUMN  akan menjadi 70-80 BUMN. Erick Thohir juga menyampaikan  bahwa dana pemerintah telah dicairkan ke menteri BUMN sebesar Rp 143,63 T yang terdiri dari pencairan hutang pemerintah 75 %, Penyertaan Modal Negara  (PMN) 11 % dan dana  talagan 14 %. Esensi yang paling  disorot anggota DPR adalah dana talangan karena belum diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020.

BUMN  penerima PMN  adalah  Hutama  Karya Rp  7,5 Triliun,  Permodalan Nasional Madani (PMN) RP 1,5 Trilun,  Bahana (penjaminan kredit KUR dan UMKM)  Rp 6,0 Triliun, ITDC Rp 0,5 Triliun.  Total dana PMN sebesar Rp 15, 5 Triliun.  Dana talangan diberikan kepada Garuda Indonesia sebesar Rp 8,5 Triliun,  PT KAI Rp 3,5 Triliun, Perumnas  Rp 0,65 Triliun, Krakatau Steel Rp 3 Triliun, Perkebunan Nusantara Rp 4 Triliun.  Total dana talangan sebesar Rp 19, 65 Triliun.

Menteri  BUMN  Erick Thohir menyampaikan dalam Raker itu  bahwa PMN diberikan kepada Hutama Karya untuk menyelesaikan  proyek Jalan Tol Trans  Sumatra  (JTTS). JTTS  merupakan proyek sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja serta pemerataan perekonomian  di luar pulau Jawa. PMN diberikan kepada  Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk menjaga keberlangsungan  nasabah  program Mekaar ( UMKM khusus wanita pra sejahtera).         

Sektor UMKM merupakan pelaku mayoritas  di perekonomian nasional, berkontribusi terhadap 57 % PDB nasional.  PMN  diberikan ke Bahana untuk bantuan dalam melakukan perluasan  jaminan kredit kepada UMKM dan KUR di tengah Pandemi. PMN juga diberikan kepada ITDC  (pengembangan kawasan wisata Mandalika dan persiapan motogp 2021) untuk kebutuhan penyelesaian proyek KEK Mandalika (termasuk proyek strategis nasional).  Sebelumnya ITDC telah mendapatkan pinjaman dari AIIB sebesar USD 248, 4 juta.

Dana talangan diberikan kepada Garuda Indonesia dalam rangka melakukan transformasi perusahaan. Dalam kondisi sekarang menurut menteri BUMN Garuda Indonesia telah berkinerja yang baik , namun kembali mengalami penurunan  karena pandemi  Covid 19 yang mengakibatkan penurunan jumlah penumpang hingga 95 %. 

PT KAI menerima dana talangan untuk  menjaga PT KAI tetap beroperasi untuk pelayanan publik di tengah pandemi.  Perumnas menerima dana talangan  program penyediaan  rumah bagi masyarakay  yang  berpenghasilan rendah. Krakatau Steel menerima dana talangan  karena Krakatau Steel memiliki multiplier effect  yang sangat luas, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja,pengurangan ketergantungan  terhadap impor, dan peningkatan daya saing industry nasional.

Krakatau Steel  juga sangat membutuhkan dana talangan  untuk mempertahankan pasar dan operasional karena modal kerja yang tergerus karena penurunan permintaan. PTPN  menerima  dana talangan untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beberapa kebutuhan pokok, pengolahan/perawatan kebun, proses panen serta produksi kebun. PTPN  membutuhkan dana talangan untuk melindungi pihak-pihak yang menjadi bagian dalam supply  chain perusahaan , antara lain petani plasma sawit, dan plasma karet.

Dalam rapat Gabungan Tanggal 5 Mei 2020  rapat gabungan  Komisi VI, VII  dan Komisi IX  dengan Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),  Kementerian BUMN serta Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala LIPI, Kepala BPPT, Kepala BPOM, dan direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.  

Topik  yang  dibahas dalam acara  Raker dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) sekaligus ini adalah percepatan pencegahan dan penanggulangan wabah Covid 19 di Indonesia, koordinasi  hilirisasi  dan komersialisasi  produk-produk dalam penanggulangan wabah  pandemi Covid 19,  percepatan pengkajian dan pengembangan vaksin dan obat Covid 19 di Indonesia.

Rapat itu  mencoba mengintegrasikan secara holistik agar berkelanjutan  solusi untuk mempercepat penanggulangan Covid 19 di Indonesia. Persoalan kita,  ketika pandemi  Covid 19  datang  menurut  Menteri BUMN adalah bahan baku farmasi 95 %  impor. Menteri Kesehatan mengatakan bahwa ventilator tidak ada di produksi di Indonesia. Rumah  Sakit (RS) di Indonesia terkendala karena tidak memiliki ventilator karena  harus diimpor. 

Dalam rapat itu Menteri  Riset dan Teknologi/Kepala  BRIN Bambang Brojonegoro menyampaikan bahwa Program Konsorsium Riset dan Inovasi Covid 19 melakukan pencegahan telah ditemukan tanaman obat seperti empon-empon, jambu biji, kulit jeruk, simbiloto dan jahe merah. Alat kesehatan dan pendukung juga dihasilkan  seperti ventilator, robot pemberian obat. Menteri kesehatan menjelaskan akan melakukan uji klinis plasma konvalesen bekerjasama dengan PMI-Eijkman dan RSPAD Gatot Subroto. Menteri BUMN telah mengubah beberapa RS milik Pertamina sebagai rujukan untuk pasien Covid 19.

Pemberian Dana Talangan ke  BUMN yang  sahamnya dimiliki public seperti Garuda menuai kritik.  Padahal, ketika Covid 19  datang di bulan Maret terkuak bahwa bahan baku farmasi dan  alat kesehatan kita  serba dari luar.  Karena itu tanggal 5 Mei rapat Gabungan  Komisi VI, VII dan IX DPR menyimpulkan  agar ;  

a.   Menristek/Kepala BRIN RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Perindustrian RI dan Menteri BUMN RI meningkatkan secara menyeluruh dan terintegrasi dalam percepatan penanganan pandemi Covid 19 di Indonesia  b.  Menristek/Kepala BRIN  melalui  Konsorsium Riset dan Inovasi Covid 19 untuk melakukan penelitian yang dapat memproduksi bahan baku obat dalam negeri dalam rangka mendukung kedaulatan kemandirian dan ketahanan kesehatan.

Kemenristek/Kepala BRIN  Bambang  PS Brojonegoro menulis di Kompas  (22/05/20)  menulis bahwa dari berbagai upaya yang dikoordinasikan Kemenristek/BRIN itu, benar-benar terungkap bahwa sesungguh nya negeri ini punya kemampuan yang baik untuk menghasilkan alat-alat kesehatan dan bahan baku obat-obatan. Inovasi lokal ternyata punya potensi yang cukup menjanjikan. Oleh karenaitu, kerja keras yang dilakukan untuk mengatasi pandemi ini juga semestinya bisa sekaligus dijadikan momentum un-tuk memperkuat industri dalam negeri,khususnya untuk alkes dan farmasi. Cukup besar peluang bagi kita untuk mene-kan impor dan mengisinya dengan produksi dalam negeri.

Rapat Gabungan itu juga mendorong  Menteri Kesehatan  RI untuk mengurangi atau menghentikan  impor  Alat Kesehatan (Alkes) sehingga  dapat meningkatkan penggunaan alkes hasil produksi  dalam  negeri atau yang telah dihasilkan  dari program Konsorsium  Riset dan Inovasi  Covid 19.   

Jika kita melihat prioritas pencairan dana  hutang pemerintah  ke BUMN,  pencairan dana PMN dan dana talangan  ke perusahaan yang go publik tidak ada korelasi dengan  komitmen   Kementerian Riset dan Teknologi/Kepala BRIN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan  terkait dengan membangun produk  dalam negeri.  Padahal, ketika Covid 19  masuk ke Indonesia kita sempoyongan karena bahan baku dari luar negeri.  

Semangat kita yang membara  untuk  membangkitkan  produk  dalam negeri seperti bahan baku farmasi  dan Alkes dari bahan baku lokal kini memudar karena  program itu tidak menjadi prioritas pemerintah.  Kesadaran bahwa yang terutama adalah kebutuhan obat bahan  baku dalam negeri, alat kesehatan produk dalam negeri, kebutuhan pangan hanyalah sesaat.   

Karena itu, perlu penyegaran kembali agar kita kembali ke fitrah kita yaitu semangat nasionalisme untuk membangun negeri dengan  membangun produk dalam negeri. Hanya itu yang membuat kita bertahan jika ancaman Covid 19 berkepanjangan dan ancaman lain yang mungkin aka ada lagi seperti pemanasan global  (global warming)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun