Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis sebagai Alat Perjuangan Itu Seru

19 Juni 2020   09:31 Diperbarui: 19 Juni 2020   09:28 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita masuk PNS ada lagi yang lucu dan menjengkelkan ketika itu. Saya kenal ada guru agama Kristen, saya  informasikan  Pemkab butuh guru agama Kristen dan pendaftar  masih kurang, mendaftarlah kalau tertarik. Jawabnya adalah, "mana mungkin lulus kalau tidak punya uang?". Loh, pendaftar guru agama Kristen kurang loh. Masa guru agama Kristen jawabnya begitu?.   Jawabanmu itu memang tidak layak jadi guru agama Kristen, jawabku setengah canda.  Beberapa tahun kemudian lulus menjadi PNS, dan tetap guru agama. Semoga sudah berubah.

Saya lelah  seperti itu dek, lelah bergerak hanya saya yang mengetahuinya  dan banyak yang membenci?.  Orang yang membenci itu mengajak orang lain membenci saya. Dibuatlah gelar-gelar yang  membuat  opini  bahwa kita  orang munafik. Mereka membuat stigmatisasi kepada kita. 

Karena lelah dan tidak efektif, saya baca beberapa  buku tentang dahsyatnya dampak sebuah tulisan.  Ketika itu saya membaca artikel yang isinya, ujung pena lebih tajam dari pedang. Ujung pena penulis bisa meruntuhkan kekuasaan. Mulailah saya  belajar menulis untuk menambah  efektivitas perjuangan.

Tersingkir

Saya senang bergaul dan senang belajar. Suatu ketika, saya  memiliki komunitas diskusi. Kami bicara interitas, kejujuran dan idealisme.   Diam-diam kelompok diskusi  kami itu berbisnis dan hanya saya tidak diajak. Saya menduga, mereka anggap saya kaku. Padahal, saya penganut fleksibilitas yang tinggi. Saya memiliki kompromi yang tinggi tetapi tidak dengan prinsip.  Prinsip hidup kita memang harus dijaga karena menyangkut nilai-nilai hidup.

Jika hidup kita tidak memiliki nilai,  secara otomatis  kita tidak memiliki gairah hidup. Otak kita malas berpikir karena tidak jelas apa yang kita cari.  Nilai-nilai hidup membuat kita bergairah  dan inovatif untuk mencapai tujuan dan mimpi kita. Mimpi kita dan nilai-nilai yang kita perjuangkan yang membuat kita bahagia.

Berjuang memperjuangkan nilai kebangsaan, budaya dan nilai iman kita dengan bergerak (berkarya dengan berbagai kegiatan)  dan gerakan kita itu didukung oleh tulisan kita. Dengan demikian hidup kita  menarik dan seru.

Bersahabat

Bagaimana sikap yang benar  seorang penulis dan sekitarnya?.  Bagimana jika seorang penulis berteman dengan pengusaha yang nakal,  koruptor dan perbuatan yang tidak baik?.  Sikap yang benar adalah saling menjaga.  Penulis harus jaga jarak dengan pengusaha nakal, koruptor dan kejahatan lain. 

Jika teman tidak mau ditulis jagalah perasaan penulis. Penulis juga harus bijak apa yang layak ditulis. Dipikirkan dampak dan manfaatnya dan nilai apa yang hendak diperjuangkan.  Penulis itu memperjuangkan nilai.  Lain halnya, menulis untuk mencari uang. Menulis yang dibayar memang konteksnya sudah berbeda. Jika menulis demi uang maka, menulis bukan lagi alat perjuangan. Menulis resep makanan dan promosi tetap menulis namanya, tetapi berbeda nilainya.  Tetapi, satu hal yang harus kita pegang yaitu objektivitas dalam menulis apapun.

 Menulis itu seru dan tidak kehabisan ide jika menulis itu sebagai alat perjuangan. Itulah kepuasan dan kebanggaan seorang penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun