Langkah Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam menerbitkan regulasi yang bersifat dinamis, terkait pemberian izin masuk dan izin tinggal bagi Warga Negara Asing (WNA) di masa pandemi Covid-19, patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan, Pemerintah RI melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempertimbangkan aspek kondisi terkini yang terjadi, khususnya terkait perkembangan kasus Covid-19, baik di Indonesia maupun skala internasional.
Laju pertumbuhan jumlah penyintas Covid-19 yang cenderung dinamis, maka harus disikapi dengan regulasi yang juga bersifat dinamis, Bagir Manan (2005) mengatakan, hukum yang baik dalam pembentukannya maupun dalam penegakannya, sangat dipengaruhi oleh kenyataan-kenyataan sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Meskipun, dalam situasi tertentu, hukum diakui dapat berperan sebagai sarana pembaharuan. Namun, dalam banyak hal, hukum merupakan cerminan dari masyarakat.
Roseffendi (2018) menjelaskan bahwa realita sosial yang terjadi di tengah masyarakat (das sein) terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan seharusnya terjadi (das sollen). Hal ini juga berlaku dengan hukum sebagai norma yang seharusnya diikuti atau dilaksanakan, terkadang tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan.
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan hukum tidak relevan dengan kondisi masyarakat. Salah satunya karena pembentukan hukum yang dibuat secara top-down dan menjadikan masyarakat sebagai obyek sasaran. Padahal, jika hukum dibuat dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek bukan obyek, serta penggunaan tradisi yang bersifat bottom-up memiliki kecenderungan untuk mengutamakan hukum kebiasaan yang hidup dari perilaku masyarakat.
Untuk itu, agar sebuah aturan/regulasi dapat menjadi efektif, harus dapat mengikuti kondisi sosial yang terjadi di masyarakat. Maka, pendekatan secara sosiologis juga diperlukan dalam rangka mengkaji berbagai aturan hukum, termasuk kebijakan terkait keberadaan dan aktivitas WNA di Wilayah Indonesia selama masa pandemi Covid-19.
Sejumlah kebijakan baru memang telah diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI selama masa pandemi Covid-19 berlangsung. Sejak awal ditemukannya kasus positif Covid-19 di Wilayah Indonesia, Pemerintah RI terus melakukan sejumlah penyesuaian aturan. Berbagai inovasi yang beroritentasi terhadap peningkatan kualitas pelayanan, namun tetap mempertimbangkan aspek penegakkan hukum juga senantiasa dihadirkan. Salah satunya, dengan menerbitkan regulasi mengenai pemberian layanan penerbitan visa onshore.
Melansir dari laman www.imigrasi.go.id, visa onshore merupakan visa yang berfungsi sebagai izin tinggal bagi WNA yang sudah berada di Indonesia. Penerbitan regulasi terkait keberadaan visa onshore dilatarbelakangi dengan adanya kebijakan dari sejumlah negara yang menutup akses masuk ke wilayahnya. Hal ini tentunya akan menyulitkan bagi setiap WNA yang masih berada di Indonesia dan akan habis masa berlaku izin tinggalnya, namun tidak dapat melakukan perpanjangan izin tinggal atau kembali ke negara asalnya.
Sementara itu, di waktu yang bersamaan, kepastian status hukum WNA yang berada di Wilayah Indonesia juga harus terus ditegakkan. Sehingga, Pemerintah RI mengambil "jalan tengah" dengan memperbolehkan setiap WNA untuk mengajukan permohonan visa onshore tanpa perlu keluar dari Wilayah Indonesia dan cukup dengan menutup dokumen keimigrasian yang dimiliki sebelumnya.
Dalam pengimplementasiannya, penerbitan visa onshore juga mengikuti kondisi terkini yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Meningkatnya jumlah penderita Covid-19 di Indonesia, menyebabkan Pemerintah RI mengambil langkah untuk membatasi aktivitas seseorang. Sehingga, seluruh pelayanan penerbitan visa onshore dilakukan secara daring melalui laman visa-online.imigrasi.go.id.
Kebijakan ini tentu dinilai sangat memudahkan masyarakat yang ingin mengajukan permohonan penerbitan izin tinggal bagi WNA yang dijaminnya. Sebab, seluruh permohonan penerbitan visa onshore dilakukan secara daring dan tanpa memerlukan tatap muka dengan petugas, mulai dari pengajuan permohonan hingga pengiriman e-Visa melalui alamat email.
Selain penerbitan kebijakan visa onshore, Kementerian Hukum dan HAM RI juga beberapa kali telah menerbitkan aturan mengenai pembatasan izin masuk bagi WNA di masa pandemi Covid-19. Aturan tersebut diawali dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Menyikapi dinamika kondisi yang terjadi di masyarakat, pada tanggal 28 Februari 2020, Kementerian Hukum dan HAM kembali menerbitkan aturan melalui Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona. Dalam aturan ini disebutkan secara spesifik mengenai persyaratan yang harus dipenuhi setiap orang asing untuk memperoleh persetujuan permohonan visa dan visa tinggal terbatas oleh Pejabat Dinas Luar Negeri di Perwakilan Republik Indonesia di RRT.
Penerbitan regulasi yang bersifat dinamis juga terus dilakukan. Hingga saat ini, Pemerintah RI telah menetapkan Permenkumham Nomor 34 Tahun 2021 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Keimigrasian dalam Masa Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Melalui aturan tersebut, Pemerintah RI kembali membuka layanan penerbitan visa offshore bagi pemohon visa kunjungan dan visa tinggal terbatas. Tentunya, dengan tetap memberlakukan aspek protokol kesehatan yang sangat ketat.
Pada akhirnya, perubahan aturan pemberian izin masuk dan izin tinggal bagi WNA yang bersifat dinamis diperlukan untuk menciptakan korelasi atau hubungan antara penegakkan aturan dengan kondisi sosial yang terjadi di masyarakat. Sehingga, diharapkan keberadaan sebuah aturan hukum tidak lagi hanya sekadar menjadi legalitas formil semata, namun juga menjadi instrumen untuk mencapai keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H