Selamat untuk Barcelona dan pendukungnya, Barcelona lolos keputaran perempat final dengancara yang dramatis. Keberhasilan ini memberikan manfaat yang luar biasa tidak hanyabagi dunia sepakbola, tetapi juga dunia pendidikan. Hal ini terjadi karena, Barcelona mampu menunjukkan sikap positif dalam hal merespons kekalahan dan tekanan.
Melalui kasus Barcelona lawan PSG, kita dapat melihat bagaimana kekuatan makhluk yang disebut manusia dan kelompok manusia. Kita disuguhkan sebuah fenomena kekuatan motivasi dapat mengatasi dan menyelesaikan pekerjaan yang sangat sulit sekalipun.
Respons Barcelona baik oleh pelatih, pemain, klub dan suporter
Tak banyak klub yang memiliki kekuatan mental layaknya Barcelona. Berdasarkan kutipan dari berbagai media, Barcelona merespons dengan luar biasa atas kekalahan telak terhadap PSG. Presiden Barcelona Josep Maria Bartomeu menyatakan Luis Enrique tetaplah pelatih yang ia inginkan, meski tidak senang dengan kekalahan dari PSG. Untuk para suporter, Pelatih Barcelona, Luis Enrique, mengakui bahwa dukungan para pendukung Barcelona yang tidak meninggalkan stadion hingga pertandingan berakhir menjadi salah satu suntikan motivasi bagi anak asuhnya untuk menciptakan keajaiban ini. Dukungan Barcelonistas ini pun memang cukup mengaruhi permainan PSG.
Sebelum pertandingan dimulai, Saya mengutip berbagai komentar pemain dan pelatih yang dapat dijelaskan dalam perpektif metakognisi. Luis Enrique menunjukkan respons luar biasa, karena ia mampu menyampaikan pesan kepada timnya, bahwa perjuangan lolos bukanlah untuk sang pelatih. Enrique menguatkan timnya tanpa harus menutupi kegalauannya. Berdasarkan kutipan para pemain terlihat bagaimana dalam kondisi berat, pemain mampu menjaga keyakinan, bukan skeedar menghibur diri. Para pemain tidak membohongi diri kalau misi tersebut tidak mudah, tetapi tidak mengurangi keyakinan Barca masih bisa lolos. Berikut kutipan sikap pelatih dan pemain Barcelona
Pelatih Enrique Enrique Menetapkan Barcelona Lolos Untuk Tim bukan dirinya.
Keputusan Enrique untuk mengakhiri karir di Barcelona pada musim ini memberikan respek dari pemain. Dalam kiprahnya pelatihlah yang paling mendapat apresiasi dan cemoohan jika timnya menang atau kalah. Sehingga, adakalanya dalam pemikiran yang ada dalam metakognisi pemain, dia bermain bukan untuk tim tetapi untuk pelatih.
Respek pemain terhadap pelatih dapat dilihat dari Ivan Rakitic (Pemain Barca). Ia mengungkapkan "Kami ingin menutup musim ini dengan sukses, menikmati apa yang tersisa dan memberikan sebanyak mungkin trofi untuknya. Dia mendapat semua dukungan kami dan semoga dia bisa menutup semuanya dengan baik. Kami benar-benar mendukung bos sepenuhnya. ” (Sumber Republika.co.id 2 Maret 2017). Kejadian ini mirip dengan pelatih Jupp Heynckes yang membawa Muenchen menjuarai Treble, padahal di tengah jalan klub sudah memutuskan menggantinya.
Kutipan lain menguatkan Enrique mengantarkan Barcelona bukan dengan niat untuk dirinya. “Saya tidak tertarik dalam menjadi bagian dari sejarah” (sumber :detik.com 8 Maret 2017). Komentar lain, "Kami baru di tengah jalan. Jika ada tim yang bisa cetak 4 gol ke gawang kami, kami bisa cetak 6 gol. Itu bukan berarti kami harus mencetak sejumlah gol tertentu, tapi kami tanpa beban," (sumber: Liputan 6.com 8 Maret 2017)
Komentar Pemain Barcelona
Luiz Suarez “ "Bila kami ingin membuat sejarah, kami harus melakukannya dengan ambisi. Saya yakin Barcelona bisa mengubah permainan," katanya menambahkan. "Jika Barcelona bisa mencetak empat gol ke gawang Real Madrid di Bernabeu, mengapa kami tidak bisa menciptakan yang sama saat melawan PSG di Camp Nou," ujarnya mengakhiri.
Digne “"Apapun bisa terjadi. Kami akan memberi segalanya yang kami punya selama 90 menit," ucap Digne kepada L'Equipe. "Kami kebobolan empat gol di leg pertama, jadi kenapa tidak mencetak empat gol di leg kedua?" (Sumber: Detik.com 1 Maret 2017).
Iniesta “"Saya pikir kami mempunyai kemampuan untuk memberikan mereka masalah. Skor 4-0 bukanlah angka yang kecil, tetapi kami mempunyai kesempatan untuk membuat keadaan menjadi seri," (Detik.com 28 Februari).
Neymar “ "Meski kesempatan untuk lolos ke babak perempat-final cuma ada 1%, kami akan menjalaninya dengan 99% keyakinan," (Sumber:.viva.co.id 15 Februari).
PSG Bukan Merendah Tapi Takut
Nama besar Barcelona membuat respons PSG atas kemenangan besarnya menjadi kurang bermakna. PSG masih menganggap kemenangan tersebut suatu hal yang ajaib, sehingga untuk dapat lolos ke babak berikutnya, masih harus penuh kekhwatiran. Berikut kutipannnya.
Emery (pelatih PSG) “ Dalam merespon Barcelona, Unggul empat gol atas Barcelona tak membuat Paris Saint-Germain bersantai. Bermain di kandang Barca diakui bisa menghadirkan tekanan untuk timnya.
Blaise Matuidi (Pemain PSG) “ timnya menghormati Barcelona, tapi sama sekali tidak gentar apalagi takut dengan mereka.” (sumber: Detik.com 8 Maret 2017).
Julian Draxler (PSG) “ Saya tidak tahu (apakah menghadapi Barca di Camp Nou usai menang 4-0 di Parc des Princes menambah tekanan), tapi saya yakin satu hal: di atas lapangan, Barca akan menekan kami sejak menit pertama. Kami unggul empat gol, mereka akan menyerang sejak kick-off. Ini akan jadi laga sulit.
Beliefs Menjadi Pembeda
Dalam pandangan metakognisi, keyakinan (beliefs) merupakan alat kontrol yang utama untuk memerintahkan otak berpikir keras mewujudkannya. Beliefs tidak mutla dikaitkan dengan fakta historis. Jika mengacu rekor pertemuan, itu seperti mission impossibleuntuk Barca. Sebab, sepanjang sejarah,Barca belum pernah mengalahkan PSG dengan selisih lebih dari dua gol atas PSG. Beliefs tidak terkait dengan kualitas diri.
Penikmat bola pasti tahu, PSG bukanlah tim sembarangan. PSG diisi oleh pemain yang tidak kalah bagusnya dari Barcelona. PSG dilatih oleh pelatih yang tidak kalah dengan Enrique, namun beliefs tidak bisa serta merta lahir. Ia juga tidak bisa dipaksakan. Hal ini terlihat saat Wenger berusaha keras meyakinkan agar Arsenal dapat membalikkan keadaan dari kekalahan atas Muenchen. Berikut komentarnya
"Sangat sulit untuk menjelaskan kekalahan ini. Saya rasa sebelum babak pertama usai, kami bermain dengan sangat baik. Gol kedua Bayern Munchen adalah ketidakberuntungan bagi Arsenal," ujar Wenger pada BT Sport, seperti dilaporkan Goal. Manajer asal Prancis ini pun berpendapat bahwa cederanya Laurent Koscielny di babak kedua membuat performa skuatnya menjadi sangat menurun.
Menurutnya, Bayern Munchen juga bermain lebih baik ketimbang Arsenal, terutama di babak kedua. Manajer yang kini berusia 67 tahun itu pun berkata bahwa lini pertahanan The Gunners telah memperlihatkan penampilan yang cukup solid, namun saat Die Rotten berhasil mencetak gol ketiga dan seterusnya, hal itu seakan meruntuhkan mental seluruh pemain The Gunners. Kini ia pun meminta seluruh pemainnya untuk melupakan kekalahan ini dan kembali bangkit untuk pertandingan berikutnya.
Wenger tidak sedang mengempower belief, tetapi sedang menganalisis pertandingan. Karenanya ia diberi gelar profesor. Belief bukanlah wilayah rasional yang dapat dijelaskan dalam istilah teknis dan logis. Belief wilayah emosional yang prinsipnya ada dalam metakognisi. Enrique tidak mempermasalahkan hal teknis pertandingan, karena membangun belief bukan membangun pengetahuan seperti sekolahan.
Akhir kata, terima kasih Barcelona, tim sepakbola yang mampu memberikan pembelajaran tidak hanya untuk pecinta bola. Tim yang mampu bermain penuh dengan totalitas. Tim yang membantu Saya mendapatkan contoh apa itu metakognisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H