Berita yang paling aktual saat ini adalah klarifikasi polda soal kebenaran Iwan Bopeng (Simpatisan Ahok) penghina tentara telah betemu dengan pangdam jaya, sehingga maslaah selesai. Berikut kutipan beritanya
Metronewsviva.co.id per 27 Januari 2017
Kemarin sudah dipertemukan dengan Panglima Kodam (Pangdam). Sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Sudah clear," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin, 27 Februari 2017.
Republika.co.id per 28 Februari 2017.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Jaya Kolonel Heri Prakoso. "Tidak ada (pertemuan itu), kemarin kan ada acara tradisi serah terima (Teddy Lhaksmana), sebelum-sebelumnya juganggak ada,".
Masih di harian republika .co.id per 1 Maret 2017. Polisi kembali menyampaikan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengklarifikasi pernyataannya bahwa kasus Fredy Tuhenay alias Iwan Bopeng telah selesai karena sudah dipertemukan dengan mantan pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana. Klarifikasi tersebut dinyatakan setelah Mayjen Teddy saat masih menjabat pangdam membantah ia telah dipertemukan dengan Iwan Bopeng.
Mengapa bisa untuk seorang kabidhumas menyampaikan berita yang tidak benar, apalagi berita tersebut menyangkut institusi lain (TNI). Apakah Polda sebegitu naifnya tidak memperhitungkan TNI akan melakukan klarifikasi. Padahal, justru TNI dan keluarga lah yang paling tersakiti oleh perilaku Iwan Bopeng. Kejanggalan lain, polisi seperti berada dalam pihak Iwan Bopeng, karena dengan segera menyimpulkan masalah Iwan Bopeng selesai. Mengutip lagu Rhoma Irama “ Sungguh terlalu”.
Kemendagri Pasang Badan Untuk Ahok
Hal yang tidak sama namun mirip, dalam republika per 12 Februaru 2017. Kemendagri menyatakan penjelasan tentang keputusan pengaktipan ahok kembali sebagai gubernur DKI. "Penjelasan saya sebagai sebagai Tjahjo Kumolo yang saya pertanggungjawabkan kepada Bapak Presiden RI terkait keputusan saya sebagai Mendagri. Ini keputusan Mendagri berdasarkan UU, bukan keputusan Presiden, maka yang bertanggung jawab adalah Mendagri," kata Tjahjo dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (11/2)
Pernyataan ini sungguh disayangkan, seorang menteri terkesan mengangkangi presiden sebagai pimpinannya. Jokowi dikesankan hanya pemimpin administratif. Kemendagri begitu keukeu dengan keputusannya. Padahal, sebagai seorang menteri ia tidak dapat mengabaikan kepemimpinan dan keputusan presiden. Ia tidak dapat berlagak pahlawan dengan menganggap segalanya hanya menjadi konsekuensinya. Jika DPR berhasil melakukan hak angket, maka itu akan menyasar presiden.
Jaksa Agung Offside
Hal ini terkait komentar Jaksa Agung tentang pengaktipan kembali ahok Ia mengatakan penonaktifan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan Gubernur DKI Jakarta baru bisa dilakukan jika hakim sudah menjatuhkan vonis. Terkait hal tersebut Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menyatakan sebagai berikut:
Mengutip dari sindonews.com per 18 Februaru 2017
Ombudsman menegaskan penonaktifan dan pengaktifan jabatan Ahok bukan ranah Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut Ombudsman, Jaksa Agung tidak memiliki kapasitas memberikan komentar mengenai penonaktifan itu. Ombudsman memperingatkan Jaksa Agung M Prasetyo agar ke depan tidak memberikan komentar yang di luar kompetensinya. "Ya paling enggak seperti ini, Ombudsman ini perlu mengingatkan. Saya sampaikan begitu ke publik adalah bentuk peringatan dari Ombudsman ke jaksa Agung. Ya jangan mengomentari sesuatu yang out of(di luar) kompetensi," paparnya.Terlebih, kata dia, kewenangan untuk menonaktifkan seorang gubernur adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Pekerjaan ini yang menentukan kan Kemendagri, dalam hal ini melalui Presiden. Jadi bukan Jaksa Agung,"
Menko Kemaritiman Menjadi Menko Pertahanan dan keamanan
Kurang dari 24 pasca Ahok melakukan penghinaan terhadap Kiai Ma’Ruf Amien, Menteri Luhut Panjaitan, Kodam Jaya dan Kapolda melakukan kunjungan ke rumah Ma’ruf Amin. Padahal Luhut tidaklah pihak mensubordinasi Polda dan Pangdam. Apalagi hal tersebut tidak mewakili Jokowi. Hal ini dinyatakan Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi. Johan mengatakan, kedatangan Luhut merupakan inisiatif pribadi dan bukan membawa nama pemerintah atau jabatan yang diembannya saat ini.
Perilaku yang aneh, karena seharusnya aparatur pemerintah punya kepatuhan terhadap kepatuhan administrasi pemerintahan. Luhut adalah menteri, sehingga kedatangannya tidak akan lepas soal jabatan menteri. Tupoksi Luhut tidak ada kaitan dengan hubungan Polda dan Pangdam. Kenyataan ini membuat saya berempati terhadap Jokowi, mudah-mudahan beliau masih dianggap sebagai pemimpin oleh anak buahnya. Jika itu terjadi semoga beliau dilindungi dari resiko atas tindakan koboi anak buahnya. Karena meskipun tindakan inisiatif sang anak buah, presiden Jokoi harus menanggungnya.
Jika dibiarkan perilaku membabi buta aparat presiden Jokowi dapat merugikan sang presiden dan akhirnya merugikan republik yang kita cintai ini. Dalam istilah menejemen, sebuah organisasi (pemerintah) haruslah bertindak dalam satu kesatuan komando. Karenanya, seharusnya apa yang dijalankan merupakan hal yang sesuai dengan garis komando pemimpinnya. Perilaku aparat Jokowi yang ngotot mendukung Ahok pada dasarnya pelanggaran terhadap admnistrasi pemerintahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H