Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Trump dan Kepekaan Sosial

26 Januari 2017   13:30 Diperbarui: 26 Januari 2017   18:27 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepekaan Melahirkan Empati, Bukan Emosi

Pemimpin yang peka muncul dari tempaan hidup. Ia tidak dalam menara gading eksklusivitas lembaga pendidikan, namun ia juga harus berhadapan langsung dengan rakyat yang sebenarnya, melihat bagaimana kesusahan, melihat bagaimana harapan dan sukacita. Pemimpin yang seperti ini akan berbicara penuh dengan kehati-hatian karena ia tahu setiap keputusannya punya dampak besar. Ia tidak berbicara semata-mata untuk mewujudkan program dan hutang atas janjinya. Ia berbicara juga memperhatikan ketersinggungan.

Kepekaan menyangkut kemampuan merasakan apa yang orang rasakan. Khusus presiden, maka ia mampu menempatkan rasa itu. Ia harus mampu merasakan bagaimana ketakutan komunitas muslim yang diintimidasi oleh perkataannya. Ia menaruh rasa empati pada imigran yang hari-harinya dibayangi adanya deportasi.

Empati bukan harus melahirkan simpati karena pemimpin tidak dapat menjalankan semuanya. Lihatlah bagaimana Presiden Jokowi mampu memindahkan pedagang kaki lima di Solo dengan sukarela dan sukacita. Meskipun rakyat harus mengalah dengan kebijakan, harga dirinya tidak dikalahkan. 

Kepekaan Buah dari Perasaan, Bukan Pengetahuan

Bersyukurlah orang-orang yang mendapat kesempatan berinteraksi dalam kehidupan sosial di mana ia menjadi satu bagian dari masyarakat tertentu. Bandingkan dengan orang lain yang tidak pernah berinteraksi sebagai anggota sosial. Ia hanya bermitra, bukan berteman. Ia berjumpa, namun tidak bergumul; ia berbicara, tetapi tidak berkomunikasi; ia bersama, tetapi tidak bersamaan. Kepekaan terhadap kehidupan sosial tidak akan terjadi dengan individu seperti ini.

Oleh karena kepekaan hasil kerja otak yang terkait dengan rasa, kepekaan tidak dapat digantungkan dengan sekolah atau dengan buku pelajaran. Kepekaan harus langsung mencemplungkan anak dengan realitas sosial, bukan sekadar menghadapkannya atau mengunjungi. Perilaku raja-raja terdahulu yang langsung turun ke masyarakat pada dasarnya bukan hanya sekedar mencari tahu keadaan rakyatnya, tetapi juga untuk mempertajam kepekaan. Kegiatan blusukan yang selama ini menjadi populer dilakukan kepala daerah atau presiden pada hakikatnya hanya pada level mencari tahu atau bahkan menyebarluaskan informasi agar rakyat menjadi tahu tentang kepedulian pemilihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun