Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Itikad Versus Minat

8 Desember 2016   16:42 Diperbarui: 8 Desember 2016   17:14 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dua orang mungkin saja melakukan hal yang dianggap relatif sama, tetapi keduanya mungkin juga memiliki latar belakang (niat) yang berbeda. Yang satu bertindak didasari oleh sesuatu yang sifatnya mendasar yang menyebabkan jika ia tidak melakukan, maka ia merasa sebuah kesalahan dan luka. Dalam tulisan ini saya sebut dengan istilah itikad. Yang satunya lagi melakukan sesuatu karena didasari oleh adanya harapan untuk mendapatkan sesuatu atau menghilangkan resiko sesuatu, sehingga ia menganggap tindakannya akan membawa keuntungan. Dalam tulisan ini saya sebut dengan minat.

Baik itikad maupun minat dapat membuat sebuah kegiatan seolah-olah sama, bahkan dalam satu momen, ada dua orang melakukan hal yang sama, namun niatnya berbeda, yang satu karena itikad sedangkan yang satunya lagi karena minat. Lantas, bagaimana membedakannya. Ia keduanya tidak dapat dengan mudah dibedakan hanya melalui sikap dalam bentuk pernyataan, bahkan tidak dengan mudah hanya melihat dari gejala perilaku sesaat.

Itikad  secara merupakan sikap batin atau unsur yang ada dalam diri pembuatnya mampu erespon hambatan. Orang yang melakukan karena itikad, akan terlihat saat adanya hambatan atau gangguan yang ditujukan pada diri pelaku untuk mewujudkan perbuatannya. Ia akan terus berjuang menjalankan niatnya meskipun hambatan begitu besar. Baginya hambatan tidak lebih besar dari pada rasa sakit yang harus ia terima jika tidak menjalankan perbuatannya. 

Oleh karena itu, berhentilah menakut-nakuti, menasehati atau menghambat tindakan seseorang karena itikad. Hal ini percuma, karena dengan segala kecerdasan dan kekuatannya ia akan terus berjalan. Kita bisa lihat bagaimana polisi menghalang-halangi warga Ciamis yang ingin demo 212 dengan mengancam supir bus yang akan mengantar peserta demo. Apa yang terjadi, mereka tetap menjalankannya, meskipun harus berjalan kaki ribuan kilometer.

Hal ini berbeda dengan minat, Ia dapat berhenti ataupun tetap jalan sesuai dengan perhitungan yang ia telah asumsikan. Jika besarnya kerugian atas usaha perjuangan  meleati rintangan dan hambatan dinilai lebih besar dibandingkan dengan imbalan yang akan ia peroleh, maka ia akan berhenti untuk terus berjalan. Jika tantangan yang ia hadapi akan membuat peluang mendapatkan imbalan semakin kecil, maka ia akan memperhitungkan perkalian antara probablitas dengan imbalan. Mari kita lihat aktor politik yang berpindah haluan, karena ketua (pimpinannya) tidak lagi menjabat sebagai penguasa, Ia mengevaluasi perilakunya dengan berpindah kepada tokoh lain yang sedang berkuasa. Hal ini semata-mata probabilitas tercapainya minat semakin kecil dengan tidak lagi menjadi penguasa.

Sumber motivasi

Hal lain yang dapat terindikasi dari faktor sumber motivasi dari pelaku yang karena itikad versus karena minat. Orang yang beritikad akan terus berjalan ataupun berhenti, dikarenakan alasan yang berasal dari dirinya. Hal ini dikarenakan niat berdasarkan itikad dilatar belakangi motivasi karena kebutuhan dari dirinya, oleh karena itu ia akan berhenti jika kebutuhan tersebut sudah tercapai, ataupun ada kebutuhan lain yang harus diprioritaskan.

Sedangkan niat karena minat, akan terus berjalan dikarenakan sumber imbalan yang akan diperolehnya. Jika saja imbalan tersebut diberikan dalam jumlah yang lebih besar dan lebih mungkin untuk diraih, maka perilaku kerjanya akan semakin tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja orang seperti ini, maka berikanlah tulang yang lebih besar, karena pada dasarnya ia bertindak mirip dengan hewan  peliharaan, semakin besar tulang yang diberikan maka semakin segera ia bertindak, semakin diberikan  iming-iming dengan lonceng tanda datangnya daging, maka semakin cepat ia menghampiri.

Dalam prakteknya, orang yang menjalankan karena itikad jauh lebih independen, karena ialah sumber mengapa ia harus bertindak. Pihak lain mungkin saja bisa mengganggu, bisa menghambat jalannya, namun sulit untuk menghentikannya. Orang karena minat tidak memiliki kekonsistenan, karena ia hanya konsisten dengan kepentingannya.

Kekecewaan seseorang karena itikad, jika ia tidak mampu berkontribusi (memberi). Orang seperti ini menganggap ia sukses, jika ia turut serta memberikan manfaat atas apa yang ia lakukan, meskipun pengorbanan yang ia lakukan luar bisa besarnya. Ia tidak akan menuntut kerugian atas segala yang ia telah lakukan. Hal ini berbeda dengan orang yang karena minat. Ia akan kecewa jika ternyata imbalan tidak diperoleh, atau ia juga tetap mengalami kekecewaan karena ternyata imbalan  lebih kecil daripada  biaya ia melakukan usaha. 

Sayangnya, kita seringkali mengabaikan kedua motif tersebut. Kita seringkali menganggap bahwa orang-orang yang melakukan sesuatu karena itikad dianggap sebagai orang yang tidak waras, orang yang bodoh, karena menjalankan sesuatu yang begitu banyak pengorbanan, namun tidak mendapatkan imbalan. Kekeliruan ini didasarkan paradigma berpikir, bahwa segala tindakan haruslah menghasilkan materi atau kemanfaatan tertentu. Pada dasarnya, orang karena itikad mendapatkan imbalan yang baginya besarannya tidak dapat dinilai dengan materi tertentu.

Dalam obrolan dengan teman sesama masa kuliah. Ada salah satu teman mengatakan bahwa mahasiswa angkatan 1998 yang dahulu di barisan terdepan demo saat reformasi sekarang ada yang bodoh dan pintar, Mereka yang pintar adalah orang-orang yang dapat mengambil kesempatan menjadi pejabat politik, sehingga memperoleh materi tertentu, sedangkan yang bodoh, jika ia tidak menjadi pejabat tertentu. Padahal, mungkin saja orang yang tidak menjabat saat ini, melakukan aksi 1998 karena semata-mata itikad, ataupun orang yang kebetulan menjabat saat ini, pada dasarnya tidak memikirkan untuk memperolehnya, jabatan tersebut diperoleh tanpa ia niatkan saat melakukan aksi demo.

Itikad tidak dapat dipaksakan, karena ia bersumberkan dari dirinya sendiri. Itikad dapat ditularkan melalui inspirasi yang ia berikan pada pihak lain. Itikad muncul sebagai perwujudan nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang. Pendidikan model penghargaan materil tidak akan membentuk itikad. Sekolah yang memotivasi anak didiknya agar menjadi orang sukses hanya membentuk minat, pembelajaran kebangsaan yang berorientasi pada pencapaian nilai ujian bagus justru hanya membuat minat seseorang.

Pada tanggal 2 Desember, bangsa kita telah dipertontonkan sebuah aksi yang mayoritas pelakunya didasarkan itikad. Semoga itikad tidak hanya berlaku bagi aksi 212, namun juga dapat tumbuh untuk berbagai hal yang dapat membuat negeri kita lebih baik lagi. Semoga pendidikan kewarganegaraan, pendidikan Pancasila dapat membuat pesertanya beritikad untuk menjaganya dalam perilaku, bukan sekedar hanya pernyataan dalam ucapan, atau jawaban-jawaban indah dalam tulisan di lembar ujian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun