Dalam obrolan dengan teman sesama masa kuliah. Ada salah satu teman mengatakan bahwa mahasiswa angkatan 1998 yang dahulu di barisan terdepan demo saat reformasi sekarang ada yang bodoh dan pintar, Mereka yang pintar adalah orang-orang yang dapat mengambil kesempatan menjadi pejabat politik, sehingga memperoleh materi tertentu, sedangkan yang bodoh, jika ia tidak menjadi pejabat tertentu. Padahal, mungkin saja orang yang tidak menjabat saat ini, melakukan aksi 1998 karena semata-mata itikad, ataupun orang yang kebetulan menjabat saat ini, pada dasarnya tidak memikirkan untuk memperolehnya, jabatan tersebut diperoleh tanpa ia niatkan saat melakukan aksi demo.
Itikad tidak dapat dipaksakan, karena ia bersumberkan dari dirinya sendiri. Itikad dapat ditularkan melalui inspirasi yang ia berikan pada pihak lain. Itikad muncul sebagai perwujudan nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang. Pendidikan model penghargaan materil tidak akan membentuk itikad. Sekolah yang memotivasi anak didiknya agar menjadi orang sukses hanya membentuk minat, pembelajaran kebangsaan yang berorientasi pada pencapaian nilai ujian bagus justru hanya membuat minat seseorang.
Pada tanggal 2 Desember, bangsa kita telah dipertontonkan sebuah aksi yang mayoritas pelakunya didasarkan itikad. Semoga itikad tidak hanya berlaku bagi aksi 212, namun juga dapat tumbuh untuk berbagai hal yang dapat membuat negeri kita lebih baik lagi. Semoga pendidikan kewarganegaraan, pendidikan Pancasila dapat membuat pesertanya beritikad untuk menjaganya dalam perilaku, bukan sekedar hanya pernyataan dalam ucapan, atau jawaban-jawaban indah dalam tulisan di lembar ujian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H