Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Pemilik Rumah

15 Oktober 2016   21:47 Diperbarui: 15 Oktober 2016   23:25 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senang atau susah adalah pilihan. Ia bergantung dengan cara kita menghakimi keadaan. Orang lain atau lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap kita, akan tetapi bergantung kita membukakan pintu yang mana. Kalau kita buka pintu murka, maka kita akan menghabiskan enerji untuk memarahi siapa saja yang ada. Kalau kita buka pintu kedamaian, maka kita tidak capek dan dapat lebih bahagia.

Jika anda berfikir sebagai pemilik rumah, maka anda akan memiliki kuasa atas apa yang terjadi di rumahnya. Di dalam rumah ia adalah penguasa, tak perduli seberapa kuat tamu ingin masuk, pemilik rumahlah yang menentukan ia diterima atau tidak. Di dalam rumahpun pemilik yang menentukan suasana rumah.

Hal ini berbeda dengan jika mental ada seorang kontraktor (pengontrak rumah).  Hakekatnya ada adalah penguasa layaknya pemilik rumah, namun kadangkala Anda memaksakan diri untuk membuka pintu yang Anda belum tahu.

Jika anda berfikir orang yang  menumpang di rumah keluarga, maka Anda mampu menentukan pintu mana yang dibuka, tetapi Anda masih harus bertanya pada si pemilik rumah.

Jika anda gelandangan, yaitu orang yang tidak berada di dalam rumah, Anda akan mengikuti maunya si orang lain dan lingkungan. Jika di luar dingin, maka anda harus berselimut, jika diluar panas anda akan berteduh. Anda pada dasarnya boneka pihak lain.

Pilihan anda mau jadi pemilik, pengontrak, penumpang ataupun gelandangan menjaid mutlak di diri anda sendiri. Rumah  adalah bangunan yang dibentuk dari aturan yang ada dalam fikiran Anda. Hanya orang-orang yang merdeka dan berpikir yang mampu membuat rumah. Rumah bukan dibangun aturan kitab suci, atau aturan leluhur, motivator atau orang-orang terkasih. Rumah adalah struktur pemikiran manusia, meskipun materialnya mungkin saja dibeli dari berbagai toko bangunan.

Hanya orang yang memiliki nilai-nilai hidup yang dapat berperan sebagai pemilik rumah. Nilai-nilai tersebutlah yang menjadi dasar baginya untuk menerima tamu, memilih pintu. Menjadi tuan rumah  bukan berarti harus orang kaya,pejabat atau orang pintar.

Tuan rumah adalah orang yang tidak lagi menghambakan kepada pihak lain. Ia telah menjadi Tuan bagi dirinya sendiri. Pihak lain boleh saja menekan, mengancam, menyiksa atau  mengintimidasi bahkan membunuh sekalipun, namun pemilik rumah tidak akan mau digusur. Karena ia ingin mewarisi sifat seorang pemilik rumah kepada keturunannya.

Satu tahap sebelum tuan rumah adalaj pengontrak rumah. Orang seperti ini memiliki nilai-nilai hidup layaknya tuan rumah, namun kadangkala nilai tersebut belum menyatu dengan dirinya. Pengontrak belum mampu membuat rumahnya menjadi bagian dari dirinya.

Tidak semua orang mampu memiliki nilai-nilai hidup, karenanya ia hanya sebagai penumpang dalam rumah. Ia punya pikiran, ia punya pandangan, ia punya pengetahuan, namun ia tidak tahu bagaimana menggunakannnya.

Semoga Anda tidak menjadi gelandangan, yaitu orang yang tidak memiliki tujuan hidup. Ia digerakkan oleh  orang lain. Kadang ia menjadi orang berpenampilan alim karena ia sedang  sembunyi di rumah ibadah. Kadang ia sok tegas dan menyusahkan orang lain, karena ia sedang sembunyi di rumah pencuri.

Gelandangan tidak memiliki KTP, karena gelandangan tidak dianggap sebagai manusia. Ia lebih  tepat dianggap bunglon. Kalau ada pihak yang mencatat kebaikannya, maka hal itu sulit dilakukan, karena gelandangan selalu sembunyi di berbagai macam rumah.

Menjadi tuan rumah tidaklah mahal. Juga tidak sulit.Hal yang terpenting adalah ia mengenal dirina sendiri. Pengontrak rumah masih harus bersopan santun dengan pemilik rumah. Penumpang rumah harus tersiksa saban waktu bermanis-manis dengan pemilik rumah. Namun hal tersebut belum seberapa, karena gelandangan setiap waktu harus sembunyi, setiap waktu ia merubah diri. Dan di kemudian hari ia tidak diterima, karena kelakuan sembunyinya membuat ia tidak dikenali oleh siapa pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun