Anak memiliki pribadi yang unik. Yang sepintas memiliki kesamaan-kesamaan secara umum dalam proses perkembangan yang dialaminya, adanya ragam individual dalam perkembangan sang anak dapat terjadi setiap waktu. Dikarenakan, perkembangan itu sendiri berproses melalui perubahan kompleks yang melibatkan berbagai faktor yang saling mempengaruhi, sehingga pribadi anak yang unik itu tumbuh dengan cara dan proses masing-masing.
Namun ada kalanya anak dianggap sebagai objek yang dapat kita ubah dan atur pribadi uniknya itu menyalahi kodrat alam yang telah Tuhan anugerahkan. Anak digiring ke dalam sebuah aturan dogmatis semu yang cenderung memberangus hak-hak anak yang sebetulnya mereka dapat merdeka dengan kemampuan dan kodrat yang dimilikinya itu.
Ada beberapa anggapan dengan apa yang dipercayai selama ini terhadap anak di kelas/sekolah di antaranya,
1. Selama ini anak dianggap sebagai objek pembelajaran yang terkurung dalam tata aturan yang tidak memihak kodrat anak, dan apabila mereka melakukan kesalahan berujung hukuman fisik bahkan psikis.
2. Anak diperlakukan sebagai objek pembelajaran yang sebetulnya menempatkan mereka sebagai siswa pasif.
3. Guru adalah subjek dan pusat pembelajaran. Proses pembelajaran cenderung berjalan satu arah dari guru ke anak, seakan-akan guru adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan pengendali utama pembelajaran.
4. Anak dianggap pintar dan berhasil jika mendapatkan nilai pengetahuan yang besar. Dengan pola penilaian seperti ini anak akan selalu dijadikan objek yang tidak dirangsang untuk tumbuh keterampilannya serta kemampuan kreatif berdasar kodratnya.
5. Anak hanya sebagai bagian dari komunitas belajar di sekolah saja. Mereka sedikit mendapatkan waktu belajar di rumah dan di masyarakat.
Dari beberapa hal tersebut, secara pribadi saya berpandangan bahwa ada sesuatu yang sepatutnya diperbaiki dan dirubah perihal pemikiran maupun perilaku kita terhadap siswa, di antaranya,
1. Anak harus dijadikan subjek pembelajaran yang tertata dalam tata aturan sesuai kodratnya, yang mana apabila mereka melakukan kesalahan diberikan motivasi dan dorongan untuk lebih baik lagi.
2. Anak sebagai subjek pembelajaran yang dirangsang, dipupuk untuk menempatkan mereka sebagai siswa aktif, visioner, progresif, kolaboratif, komunikatif yang dibalut dalam 6 profil pelajar pancasila, beriman bertakwa berakhlak mulia, berkebhinekaan global, nalar kritis, kreatif, gotong royong, dan mandiri.