Dalam dunia politik Indonesia, kekuasaan partai politik sering kali terlihat jelas dalam berbagai upaya mereka mempengaruhi regulasi. Salah satu contoh terbaru adalah upaya merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang baru saja diubah.Â
Meskipun akhirnya revisi tersebut tidak terjadi karena desakan masyarakat dan tekanan waktu yang begitu mendesak, kekhawatiran tetap ada bahwa angka threshold ini bisa kembali diutak-atik di masa depan demi kepentingan politik tertentu.Â
Pola ini mencerminkan bagaimana partai politik memegang kendali atas arah kebijakan yang seharusnya berpihak kepada rakyat.Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memicu kontroversi ini memperlihatkan bagaimana legislatif, yang dipimpin oleh Puan Maharani dari PDIP, berusaha menunjukkan kekuasaan politiknya dalam upaya merevisi UU Pilkada.Â
Meski desakan publik dan keterbatasan waktu akhirnya menghalangi revisi ini, tidak ada jaminan bahwa revisi serupa tidak akan terjadi di masa depan.Â
Hal ini menunjukkan pola perilaku lama dalam politik Indonesia, di mana keputusan-keputusan penting diubah sesuai kepentingan pihak-pihak tertentu. Sikap semacam ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen legislatif terhadap prinsip demokrasi yang sejati dan kebutuhan untuk menjaga integritas proses politik.
Kegagalan RUU Perampasan Aset
Kontrasnya, ketika berhadapan dengan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tampak lamban atau bahkan terkesan mengabaikan. Padahal, undang-undang ini sangat penting untuk memberantas korupsi, salah satu masalah utama yang menggerogoti sistem politik dan ekonomi di Indonesia. Kenapa DPR begitu cepat dalam menangani UU Pilkada tetapi melempem dalam penanganan RUU Perampasan Aset?Â
Ini menimbulkan pertanyaan kritis: Apakah para politisi takut bahwa RUU ini bisa menjadi bumerang bagi mereka sendiri? Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan politisi menjadi alasan kuat bagi sebagian kalangan untuk percaya bahwa ada kepentingan tersembunyi di balik kegagalan penuntasan RUU Perampasan Aset ini.
Dampak dan Kebutuhan RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset sangat penting dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, penegakan hukum bisa diperkuat, dan ruang gerak para koruptor akan semakin sempit.Â
Selama ini, korupsi sering kali sulit diberantas karena tidak adanya regulasi yang efektif untuk menyita aset hasil korupsi. Implementasi RUU ini bisa menjadi langkah signifikan dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas di Indonesia. Tanpa regulasi yang kuat, upaya pemberantasan korupsi akan selalu terbentur pada berbagai hambatan hukum dan birokrasi yang justru menguntungkan para pelaku korupsi.
Diamnya Mahasiswa dan Pertanyaan Tentang Motivasi Mereka
Yang juga menjadi perhatian adalah diamnya suara mahasiswa yang sering secara lantang mengkritik pemerintahan Jokowi, tetapi tidak bersuara sama sekali terkait RUU Perampasan Aset yang digagas oleh pemerintahan Jokowi ini. Gerakan mahasiswa yang biasanya menjadi garda terdepan dalam menuntut keadilan sosial dan politik kini terlihat pasif dalam isu ini.Â
Apakah ini pertanda bahwa gerakan mahasiswa sudah ditunggangi kepentingan politik tertentu? Atau mungkinkah kesadaran mereka belum sampai pada pentingnya RUU Perampasan Aset ini? Pertanyaan ini penting untuk direnungkan, mengingat sejarah panjang gerakan mahasiswa di Indonesia sebagai agen perubahan sosial dan politik.
Peran partai politik dalam pembuatan undang-undang di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari kekuatan politik yang mereka miliki. Sering kali, kekuatan ini digunakan untuk membentuk kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan publik.Â
Dalam kasus RUU Pilkada dan RUU Perampasan Aset, terlihat jelas bahwa kebijakan yang menguntungkan partai politik lebih cepat ditangani, sementara kebijakan yang berpotensi merugikan mereka ditunda atau diabaikan. Penting bagi masyarakat untuk menyadari hal ini dan mendesak agar RUU Perampasan Aset segera disahkan demi kepentingan nasional.
Untuk itu, masyarakat, terutama mahasiswa, harus lebih kritis dan proaktif dalam menuntut penuntasan RUU Perampasan Aset. Mereka harus mengawasi potensi manipulasi UU Pilkada di masa depan dan memastikan bahwa kepentingan publik tidak dikorbankan demi kepentingan segelintir elit politik. Dengan demikian, kita bisa mendorong terciptanya sistem politik yang lebih transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat.***MG
________
ReferensiÂ
Kusuma, H.R., & Wibisono, A. (2023). Perdebatan Revisi UU Pilkada di Indonesia: Dampak dan Implikasinya. Jurnal Politik Indonesia, 12(3), 45-60.
Santoso, A. (2024). RUU Perampasan Aset: Urgensi dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 34(2), 121-138.
Kompas. (2024, Agustus 15). DPR Urung Revisi UU Pilkada Setelah Desakan Publik Menguat. Diakses dari [https://www.kompas.com](https://www.kompas.com).
Tempo. (2024, Juli 30). RUU Perampasan Aset Tertunda Lagi: Apa yang Menghambat? Diakses dari [https://www.tempo.co](https://www.tempo.co).
BBC Indonesia. (2024, Agustus 5). Mahasiswa Kritik Jokowi, Tapi Bungkam Soal RUU Perampasan Aset. Diakses dari [https://www.bbc.com/indonesia](https://www.bbc.com/indonesia).
 Rahardjo, S. (2021). Korupsi dan Politik di Indonesia: Sejarah, Masalah, dan Solusi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Baswedan, A. (2019). Dinamika Politik Indonesia: Antara Kepentingan Publik dan Politik Praktis. Jakarta: Pustaka Harapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI