Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah usaha Meng-ada-kan ku

Mencari aku yang senantiasa tidak bisa kutemui

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ijin Tambang untuk Lembaga Agama: Membawa Manfaat atau Mudharat?

23 Agustus 2024   10:19 Diperbarui: 23 Agustus 2024   10:21 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ijin tambang diberikan kepada lembaga agama dengan tujuan kesejahteraan umat. Benarkah? Apa peluang dan tantangannya? Apa antisipasi supaya bisa mendapatkan manfaat yang maksimal dan meminimalisir dampak negatifnya?

Baru -- baru ini Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan kontroversial yang memberikan izin tambang kepada lembaga-lembaga agama. Kebijakan ini didasarkan pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umat melalui pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara. Pemerintah berargumen bahwa dengan memberikan izin ini, lembaga agama dapat mengelola sumber daya alam tersebut secara mandiri untuk mendanai berbagai program sosial dan keagamaan, sehingga kesejahteraan umat dapat ditingkatkan .

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kontroversi. Sejumlah pihak mengkritik keputusan pemerintah ini karena khawatir akan dampak lingkungan dan etika yang terlibat. Penolakan datang dari berbagai kalangan, termasuk aktivis lingkungan yang menyoroti potensi kerusakan alam akibat aktivitas tambang di wilayah tersebut. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa pengelolaan tambang oleh lembaga agama dapat menimbulkan konflik kepentingan, terutama jika hasilnya tidak sesuai dengan tujuan awal untuk kesejahteraan umat . Di sisi lain, ada juga pendapat yang mendukung kebijakan ini, dengan alasan bahwa lembaga agama memiliki tanggung jawab sosial yang besar dan dapat menggunakan keuntungan dari tambang untuk mendanai berbagai kegiatan sosial dan pendidikan.

Dalam konteks ini, penting untuk mempertanyakan sejauh mana kebijakan ini benar-benar akan menguntungkan umat. Apakah izin tambang untuk lembaga agama ini akan membawa manfaat yang signifikan, atau justru menimbulkan lebih banyak mudharat? Artikel ini akan mengeksplorasi isu-isu tersebut, dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko yang mungkin timbul dari kebijakan ini.

Sejauh ini NU dan Muhamadiyah lah yang secara resmi menerima tawaran dari pemerintah tersebut. Bahkan baru -- baru ini Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, menerima izin untuk mengelola tambang batubara di Kalimantan Timur. Izin ini mencakup area seluas 26 ribu hektar yang sebelumnya merupakan area tambang milik PT Kaltim Prima Coal. Kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk memanfaatkan sumber daya alam Indonesia demi kesejahteraan umat melalui pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga keagamaan. Pemerintah berharap bahwa melalui izin ini, NU dapat mengelola sumber daya tersebut untuk membiayai berbagai program sosial dan keagamaan yang bermanfaat bagi masyarakat luas .

Namun, pemberian izin ini bukan tanpa kontroversi. Banyak pihak yang mempertanyakan kesesuaian lembaga keagamaan seperti NU dalam mengelola tambang batubara, yang memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa keuntungan ekonomi dari tambang ini mungkin tidak sepenuhnya dialokasikan untuk kepentingan umat, melainkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mismanajemen . Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa NU, sebagai lembaga yang memiliki akar sosial yang kuat, dapat menjadi pelopor dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, asalkan ada transparansi dan pengawasan yang memadai.

Sejarah Pemberian Ijin Pengeloaan SDA Pada Lembaga Agama

Pemberian izin tambang kepada lembaga agama seperti NU bukanlah pertama kalinya pemerintah melibatkan institusi keagamaan dalam pengelolaan sumber daya alam. Pada tahun 1990-an, pemerintah pernah juga memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) lewat Kementrian Kehutanan kepada beberapa pesantren di Indonesia. Pesantren-pesantren ini diberikan izin untuk mengelola hutan dengan harapan bahwa pendapatan dari hutan dapat digunakan untuk mendanai pendidikan dan kesejahteraan santri .

Namun, pengalaman ini memberikan beberapa pelajaran penting. Banyak dari pesantren yang diberikan HPH tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola hutan secara berkelanjutan. Akibatnya, banyak proyek yang gagal karena kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya dalam pengelolaan hutan. Selain itu, beberapa pesantren menghadapi masalah dengan transparansi dan akuntabilitas, yang mengakibatkan tidak optimalnya pemanfaatan sumber daya untuk kesejahteraan santri .

Dari pengalaman ini, penting untuk mengambil pelajaran bahwa pemberian izin pengelolaan sumber daya alam kepada lembaga keagamaan harus disertai dengan dukungan yang memadai dalam bentuk pelatihan, pendampingan, dan pengawasan. Tanpa dukungan tersebut, ada risiko bahwa proyek yang bertujuan baik ini malah akan menimbulkan masalah baru, termasuk kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial.

Potensi Manfaat bagi Umat

Pemberian izin tambang kepada lembaga keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) di Kalimantan Timur membuka peluang besar bagi peningkatan kesejahteraan umat melalui keuntungan ekonomi yang dihasilkan. Dengan mengelola area tambang seluas 26 ribu hektar, NU berpotensi menghasilkan pendapatan yang signifikan dari eksploitasi sumber daya alam, seperti batubara. Pendapatan ini dapat dialokasikan untuk mendanai berbagai program keagamaan dan sosial, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di bawah naungan lembaga tersebut.

Keuntungan ekonomi dari tambang ini tidak hanya akan berdampak pada lembaga itu sendiri tetapi juga pada masyarakat sekitar. Dengan adanya aktivitas tambang, terbuka peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, yang dapat mengurangi angka pengangguran di daerah tersebut. Selain itu, pemasukan dari tambang dapat digunakan untuk mengembangkan sektor ekonomi lainnya yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi umat, seperti pertanian, perdagangan, dan industri kecil .

Peluang Pemberdayaan Umat

Selain manfaat ekonomi langsung, tambang yang dikelola oleh lembaga agama juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai program pemberdayaan umat. Pendapatan dari tambang bisa dialokasikan untuk mendanai pendidikan, baik melalui pembangunan sekolah-sekolah atau pemberian beasiswa kepada siswa yang berprestasi tetapi kurang mampu. Dengan demikian, tambang dapat menjadi sumber dana yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan bagi generasi muda .

Selain pendidikan, sektor kesehatan juga dapat menjadi prioritas dalam pemanfaatan dana dari tambang. Lembaga agama dapat membangun atau meningkatkan fasilitas kesehatan di daerah sekitar tambang, serta menyediakan layanan kesehatan gratis atau bersubsidi bagi masyarakat kurang mampu. Program-program sosial lainnya, seperti pelatihan keterampilan kerja dan bantuan untuk usaha kecil, juga bisa dibiayai dari hasil tambang, sehingga masyarakat di sekitar tambang dapat lebih mandiri dan sejahtera.

Investasi dalam Infrastruktur

Tambang yang dikelola oleh lembaga agama juga berpotensi membawa investasi dalam infrastruktur lokal, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Investasi ini bisa meliputi pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya yang akan mendukung aktivitas masyarakat dan meningkatkan konektivitas antar daerah. Dengan adanya infrastruktur yang baik, akses masyarakat terhadap pasar, layanan kesehatan, dan pendidikan akan semakin mudah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup mereka .

Selain infrastruktur fisik, lembaga agama juga dapat berinvestasi dalam infrastruktur sosial, seperti pembangunan pusat komunitas, tempat ibadah, dan fasilitas olahraga. Infrastruktur ini akan mendukung berbagai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat bagi masyarakat, sekaligus memperkuat ikatan sosial di antara anggota komunitas .

Risiko dan Potensi Mudharat

Kegiatan pertambangan, terutama di area yang luas seperti tambang batubara di Kalimantan Timur yang dikelola oleh Nahdlatul Ulama (NU), membawa risiko kerusakan lingkungan yang signifikan. Kerusakan lingkungan ini mencakup deforestasi, pencemaran air, dan degradasi tanah. Deforestasi yang terjadi akibat pembukaan lahan tambang dapat mengurangi keanekaragaman hayati, mengganggu ekosistem, dan meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Pencemaran air dari limbah tambang, termasuk logam berat, dapat mencemari sumber air yang digunakan oleh komunitas lokal, sehingga mengancam kesehatan mereka .

Selain itu, degradasi tanah akibat kegiatan pertambangan dapat membuat lahan yang sebelumnya subur menjadi tandus dan tidak dapat ditanami kembali. Dampak lingkungan ini tidak hanya mempengaruhi ekosistem lokal, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesejahteraan umat yang tinggal di sekitar tambang. Meskipun ada potensi keuntungan ekonomi dari tambang, dampak negatif terhadap lingkungan dapat mengurangi manfaat tersebut jika tidak dikelola dengan baik .

Ada potensi konflik kepentingan yang signifikan antara misi keagamaan lembaga seperti NU dan Muhammadiyah dengan kegiatan bisnis yang berorientasi pada profit seperti pertambangan. Kegiatan tambang yang mengejar keuntungan finansial dapat bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mengajarkan kepedulian terhadap lingkungan dan keadilan sosial. Lembaga agama memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga integritas lingkungan dan kesejahteraan umat, yang bisa terganggu oleh eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab .

Pertanyaan yang muncul adalah apakah mengelola tambang batubara, yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca (GRK) dan perubahan iklim, sejalan dengan ajaran agama yang mengutamakan perlindungan terhadap ciptaan Tuhan? Konflik ini semakin jelas ketika mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat, yang mungkin bertentangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan yang diajarkan oleh agama .

Risiko lain yang muncul dalam pengelolaan tambang oleh lembaga agama adalah mismanajemen, korupsi, dan kurangnya transparansi. Mengelola tambang adalah tugas kompleks yang memerlukan keahlian khusus dan integritas tinggi. Tanpa pengelolaan yang baik, ada risiko bahwa tambang dapat menjadi sumber korupsi atau mismanajemen, yang pada akhirnya dapat merugikan lembaga itu sendiri dan umat yang mereka layani .

Kurangnya transparansi dalam pengelolaan tambang juga dapat menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan umat dan masyarakat luas. Transparansi diperlukan untuk memastikan bahwa pendapatan dari tambang digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, seperti pemberdayaan umat dan pembangunan sosial. Jika transparansi tidak dijaga, lembaga agama berisiko kehilangan legitimasi dan kepercayaan dari masyarakat, yang dapat menimbulkan mudharat lebih besar daripada manfaat .

Perspektif Etika dan Agama terhadap Kegiatan Tambang

Dalam perspektif etika agama, pengelolaan sumber daya alam, termasuk kegiatan tambang, sering kali dipandang melalui lensa tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Konsep ini menekankan bahwa manusia memiliki kewajiban untuk menjaga keseimbangan alam dan memastikan bahwa tindakan mereka tidak merusak lingkungan. Dalam banyak tradisi agama, kepemilikan atas sumber daya alam tidak bersifat absolut melainkan amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

Menurut Islam, misalnya, sumber daya alam adalah karunia dari Allah yang harus dikelola dengan bijaksana. Al-Qur'an menegaskan pentingnya menjaga lingkungan dan melarang perusakan bumi: "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman" (QS. Al-A'raf: 56) . Hal ini menunjukkan bahwa setiap aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan, seperti pertambangan, harus dipertimbangkan secara serius dari sisi etika agama.

Pendapat Ulama dan Tokoh Agama

Sejumlah ulama dan tokoh agama memberikan pandangan yang beragam mengenai keterlibatan lembaga agama dalam kegiatan ekonomi, termasuk pertambangan. Sebagian mendukung keterlibatan ini dengan alasan bahwa lembaga agama dapat memastikan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang diajarkan agama. Misalnya, KH. Ma'ruf Amin, seorang ulama dan Wakil Presiden Indonesia, pernah menyatakan bahwa lembaga agama memiliki peran penting dalam memastikan kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya alam .

Namun, ada juga pandangan yang lebih kritis. Beberapa ulama berpendapat bahwa keterlibatan lembaga agama dalam kegiatan ekonomi seperti tambang dapat menimbulkan konflik kepentingan dan merusak citra lembaga agama itu sendiri. Mereka berargumen bahwa fokus utama lembaga agama seharusnya adalah pada pembinaan moral dan spiritual masyarakat, bukan pada aktivitas ekonomi yang berisiko tinggi dan berpotensi merusak lingkungan.

Pendapat ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa kegiatan tambang sering kali menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, mereka menyarankan agar lembaga agama lebih berfokus pada advokasi untuk perlindungan lingkungan dan penegakan keadilan sosial, daripada terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi yang kontroversial.

Rekomendasi dan Langkah Ke Depan dalam Pengelolaan Tambang oleh Lembaga Agama

Dalam pengelolaan tambang, lembaga agama harus mengadopsi prinsip-prinsip etika yang kuat untuk memastikan bahwa kegiatan ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga sejalan dengan ajaran agama. Salah satu prinsip utama yang harus dipegang adalah maqasid al-shariah atau tujuan-tujuan syariah, yang menekankan pada perlindungan kehidupan, agama, akal, keturunan, dan harta benda. Lembaga agama harus memastikan bahwa pengelolaan tambang tidak merusak lingkungan atau menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

Selain itu, lembaga agama perlu menerapkan prinsip keadilan sosial dalam distribusi manfaat dari kegiatan tambang. Hal ini dapat diwujudkan melalui program-program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang benar-benar menyasar kebutuhan masyarakat lokal. Lembaga agama juga harus transparan dalam pengelolaan dana dan hasil tambang, serta memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh digunakan untuk kemaslahatan umat.

Pengawasan dan Regulasi

Pengawasan dan regulasi yang ketat sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan tambang yang dikelola oleh lembaga agama tetap sejalan dengan nilai-nilai agama dan kepentingan publik. Pemerintah dan otoritas terkait harus menetapkan regulasi yang jelas dan spesifik bagi lembaga agama yang terlibat dalam pertambangan. Regulasi ini harus mencakup standar operasional yang ketat, perlindungan lingkungan, dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal.

Selain regulasi dari pemerintah, lembaga agama sendiri harus memiliki mekanisme pengawasan internal yang kuat. Dewan pengawas independen yang terdiri dari para ahli lingkungan, ahli hukum, dan tokoh agama bisa dibentuk untuk memonitor aktivitas tambang secara berkelanjutan. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa operasi tambang tidak melanggar prinsip-prinsip agama dan hukum yang berlaku, serta tetap berpihak pada kesejahteraan masyarakat .

Peningkatan Partisipasi Komunitas

Keterlibatan aktif komunitas lokal dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan tambang sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam operasi tambang. Komunitas lokal harus dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan proyek tambang, agar mereka dapat menyuarakan kekhawatiran dan aspirasi mereka. Ini juga dapat mencegah konflik yang sering timbul antara perusahaan tambang dan masyarakat setempat.

Lembaga agama dapat berperan sebagai mediator yang menghubungkan perusahaan tambang dengan komunitas lokal. Mereka dapat membantu memastikan bahwa hak-hak masyarakat dihormati, dan keuntungan tambang didistribusikan secara adil. Selain itu, partisipasi aktif komunitas lokal juga penting dalam pemantauan dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan tambang, sehingga kerugian dapat diminimalisir dan manfaat dapat dimaksimalkan .

Rekapitulasi Manfaat dan Mudharat

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa keterlibatan lembaga agama dalam kegiatan pertambangan memiliki potensi manfaat yang signifikan, namun juga tidak lepas dari berbagai mudharat atau risiko yang menyertainya. Manfaat utama yang bisa diperoleh adalah pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan tambang dapat digunakan untuk membiayai program-program sosial dan keagamaan yang bermanfaat bagi umat. Selain itu, lembaga agama yang memiliki landasan moral kuat dapat memastikan bahwa kegiatan tambang dikelola dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Namun, di sisi lain, ada juga mudharat yang harus diwaspadai. Kegiatan tambang, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, konflik dengan masyarakat lokal, serta merusak citra lembaga agama itu sendiri. Oleh karena itu, keputusan lembaga agama untuk terlibat dalam sektor ini harus didasarkan pada pertimbangan etika yang mendalam. Prinsip-prinsip agama seperti maqasid al-shariah yang menekankan pada perlindungan kehidupan dan lingkungan harus menjadi acuan utama dalam setiap langkah yang diambil .

Seruan untuk Evaluasi dan Pengawasan

Mengakhiri diskusi ini, sangat penting untuk menyerukan perlunya evaluasi yang mendalam dan pengawasan berkelanjutan terhadap izin tambang yang diberikan kepada lembaga agama. Evaluasi ini harus mencakup penilaian menyeluruh terhadap dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari kegiatan tambang yang dikelola oleh lembaga agama. Hasil dari evaluasi tersebut harus digunakan untuk menyesuaikan kebijakan dan praktik operasional, agar tetap sesuai dengan nilai-nilai agama dan prinsip-prinsip keberlanjutan.

Pengawasan yang ketat juga diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan tambang tidak menyimpang dari tujuan awalnya dan tetap berorientasi pada kemaslahatan umat. Pengawasan ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga agama itu sendiri, untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, keterlibatan lembaga agama dalam sektor pertambangan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi umat tanpa mengorbankan prinsip-prinsip etika dan moral yang mereka junjung tinggi.***MG

_______________________________________________________________________

Referensi

  1. Ali, M. (2020). Maqasid Al-Shariah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Jakarta: Penerbit.
  2. Al-Qur'an. (Tahun). Terjemahan. Jakarta: Penerbit.
  3. Kompas. 2023. "Dampak Lingkungan dari Pertambangan Batubara."
  4. Kompas. 2023. "Izin Tambang NU di Kalimantan Timur: Peluang Ekonomi untuk Umat."
  5. Kompas. 2023. "NU Dapat Izin Tambang Batubara 26 Ribu Hektare di Kalimantan Timur."
  6. Ma'ruf Amin, KH. (Tahun). Pernyataan tentang Ekonomi Islam. Jakarta: Penerbit.
  7. Media Indonesia. 1999. "Pemberian HPH untuk Pesantren: Sejarah dan Pelajaran."
  8. Media Indonesia. 2023. "Etika Lingkungan dalam Agama Islam."
  9. Media Indonesia. 2023. "Peluang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendapatan Tambang."
  10. Penelitian tentang dampak tambang. (Tahun). Judul Penelitian. Jakarta: Penerbit.
  11. Rahman, A. (2021). Dampak Sosial dan Lingkungan Pertambangan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit.
  12. Rahman, A. (2021). Partisipasi Komunitas dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Yogyakarta: Penerbit.
  13. Republika. 2023. "Pentingnya Transparansi dalam Pengelolaan Tambang oleh Lembaga Agama."
  14. Smith, J. (2019). Regulasi Tambang dan Perlindungan Lingkungan. Jakarta: Penerbit.
  15. Tempo. 2002. "Kegagalan Proyek HPH di Pesantren: Apa yang Salah?"
  16. Tempo. 2023. "Izin Tambang untuk Lembaga Agama: Peluang dan Tantangan."
  17. Tempo. 2023. "Kerusakan Tanah dan Risiko Ekologi dari Eksploitasi Tambang."
  18. Tempo. 2023. "Korupsi dan Mismanajemen dalam Industri Pertambangan."
  19. Tempo. 2023. "Pemerintah Berikan Izin Tambang kepada Lembaga Agama: Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Umat."
  20. Tempo. 2023. "Pengelolaan Tambang oleh Lembaga Agama: Keuntungan dan Tantangan."
  21. Tempo. 2023. "Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Investasi Infrastruktur di Daerah Tambang."
  22. The Jakarta Post. 2023. "Konflik Kepentingan dalam Pengelolaan Tambang oleh Lembaga Agama."
  23. The Jakarta Post. 2023. "Kontroversi Izin Tambang NU di Kaltim: Dampak Lingkungan dan Kesejahteraan Umat."
  24. The Jakarta Post. 2023. "Kontroversi Izin Tambang untuk Lembaga Agama: Dampak Lingkungan dan Etika."
  25. The Jakarta Post. 2023. "Potensi Dampak Ekonomi dari Tambang untuk Kesejahteraan Umat."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun