Saat undang - undang KPK direvisi banyak orang yang memprediksi bahwa usia KPK sudah di ujung senja. Waktu itu mungkin ada juga tuduhan bahwa prediksi ini hanyalah delusi.Â
Namun rupanya kekhawatiran tersebut saat ini menjadi kenyataan. Bukti ajal sudah mendekat satu persatu menampakkan diri.Â
Bukti pertama saat Ketua Pimpinan KPK dijatuhi sanksi karena menggunakan fasilitas helikopter saat cuti.
Lalu hal yang ditakutkan karena KPK boleh menghentikan perkara terjadi di depan mata: KPK menghentikan Mega korupsi BLBI dengan alasan penyidikan nya berjalan ditempat. Suatu alasan yang menunjukkan KPK cari jalan keluar paling mudah saat tantangan pembuktian terasa susah.Â
Padahal kasus besar seperti BLBI pasti perlu waktu untuk menanganinya, karena banyak pelaku dan jaringannya sudah bagai kerja mafia.
Tanda lain bahwa ajal KPK sudah mendekat dengan terjadinya kasus memalukan, di mana pegawai KPK mencuri emas barang bukti untuk membayar hutang.Â
Hal ini semakin diperparah karena terbukti ada penyidik KPK yang menerima suap milyaran rupiah dari koruptor yang sedang disidik KPK.
Tarikan nafas di penghujung ajal KPK semakin nyata ketika dalam proses pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara, terdengar isu justru para pegawai KPK yang punya prestasi dan kritis, tersingkir sebagai akibat proses seleksi.Â
Mereka divonis tidak lolos seleksi karena karena  tes ideologi tidak mumpuni. Suatu proses seleksi yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara transparan.
Saat ini, dengan segala tanda kematian di atas, sebenarnya KPK sudah mati suri atau bahkan sudah jadi mayat hidup yang tidak bisa diandalkan lagi dalam pemberantasan korupsi.
Walau rasanya sedih, namun mau tidak mau kita harus menerima kenyataan bahwa dentang lonceng kematian KPK sudah berbunyi.Â
Sebenarnya harus direlakan saat ini KPK memang sudah mati, dan harus dicari lagi penggantinya agar korupsi di negeri ini bisa dikurangi.Â
Namun dengan suasana politik saat ini maka harapan itu nampaknya mustahil terlaksana. Karena justru keputusan politik pemerintahan saat inilah yang membuat undang - undang KPK direvisi. Suatu keputusan yang mengakibatkan
KPK rentan dilemahkan.
Ini bagai Dejavu, saat lembaga dan institusi anti korupsi sebelum adanya KPK mati satu persatu.Â
Rupanya memang korupsi di negeri ini punya banyak nyawa cadangan. Bagai naga berkepala seribu. Terlalu banyak kepala yang harus dipancung agar nyawa korupsi menjadi anumerta.RIP KPK. Dentang lonceng kematian sudah bergema.Â
Apakah masih ada harapan akan lahir lagi lembaga pemberantasan korupsi yang pernah membuat gentar para koruptor di negeri ini seperti KPK di awal sepak terjangnya?
Wallahu alam. ***MG
Bahan Bacaan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H