Di situlah senyum sumringah kuberikan lalu kuarahkan motornya sembari bertanya, "Ke arah mana?" Mereka dengan senang hati menunjukkan arah yang dimaksud, lalu kuarahkan ke situ.
Biasanya aku duduk agak menjauh dari minimarket, di pojokkan kanan depan persisnya. Kala kupandangi dari kejauhan, tak semua wajah-wajah yang kulihat keluar dari minimarket itu sumringah. Ada juga yang memasang wajah sedikit kesal, ada yang sedikit muram, ada juga yang datar.
"Ah, mungkin tak puas dengan pelayanan kasir," pikirku seringkali.
Misalnya seorang wanita berkerudung merah marun satu ini. Sekeluarnya dari minimarket ia langsung menaiki motor, tetiba aku muncul, berlari kecil dari tempat dudukku lalu membantu untuk menarik bokong motornya.
Kudengar lenguhan kecil dan ia menunjukkanku baliho besar di tembok kiri bertuliskan "parkir gratis!". Aku pun hanya diam tak menggubris, aku bukan tukang parkir. Aku hanya ingin membantu merapikan motor pembeli, itu saja. Begitu kalimat yang sering kuucapkan ke diri sendiri.
Tak lama kemudian ia mengeluarkan uang dua ribuan dari dasbor motornya. Lalu kulempar senyum kepadanya, dia membalasnya senyum kecut. Entahlah aku tak tahu maksud orang-orang itu kenapa sinis melihat kebiasaanku merapikan motor.
"Semudah ini mendapatkan uang?" Ucapku kala menghitung lembaran rupiah di teras depan. Sehari saja aku bisa mendapatkan hampir 300 ribu. Angka yang cukup fantastis bagi lelaki seumuranku. Bayangkan, sehari 300 ribu, sebulan aku mampu mengumpulkan 9 juta.
Uang itu biasa kugunakan untuk beli rokok, menraktir orang-orang di warung, sebagian kadang kuberikan pada nenek. Ah enak sekali punya banyak uang. Aku tak pernah lagi bingung kala harus menaruh nomor togel. Uangku banyak, aku bisa pilih nomor seenaknya. Toh seandainya kalah, itu tak mempengaruhi pendapatanku.
***
Beberapa waktu kemudian, kasak-kusuk diriku yang sering menertibkan motor di minimarket itu membuat resah pembeli. Salah seorang pemuda mendatangiku dengan langkah cepat, ia mendamprat dengan kalimat, "Mas, itu ada tandanya parkir gratis!" Tapi kujawab santai bahwa aku cuma merapikan motor, bukan tukang parkir. Tapi mereka ngotot tak percaya. Persetan, aku pun terus melakukan itu tiap hari.
Pernah juga kujawab, "jika aku tukang parkir, maka jelas sekali aku memaksa orang-orang agar membayar jasa parkir, nyatanya mereka sukarela memberi tanpa dipaksa." Dan orang-orang itu lekas membuang muka dan pergi dariku.