Berikut ini akan diulas tentang review Tin and Tina, bukti bahwa anak-anak rentan bisa jadi berbahaya.
Netflix menghadirkan film terbaru berjudul Tin & Tina, yakni film horor yang disutradarai Rubin Stein, menyasar genre psychological thriller tentang anak kembar yang dapat memberikan bahaya teror kepada siapapun.
Buat yang belum tahu, film ini merupakan ciptaan adaptasi dari film pendek berjudul sama yang dirilis bertepatan tahun 2013 silam.
Seperti dilansir dari Netflix, film ini sudah rilis semenjak 26 Mei 2023 lalu dan mendapat ragam tanggapan dari para penonton.
Ingin menyimak review Tin and Tina? Dalam artikel kali ini, saya akan membagikan hasil rangkuman ulasan film tersebut di bawah ini.
Awal mula perlu dicatat bahwa film ini memiliki durasi 119 menit, mengangkat kisah yang mencekam dan penuh teka-teki dengan karakter menonjol anak-anak kembar.
Menampilkan kengerian dengan adegan-adegan yang lebih menyeramkan dari genre psychological thriller sebelumnya.
Berikut Sinopsis Tin & Tina
Sebelum sampai ke pembahasan utama yaitu review Tin & Tina, pertama-tama kita bahas mengenai sinopsis Tin & Tina.
Adolfo dan Lola sebagai sepasang kekasih harus memilih kepahitan hidup karena telah kehilangan anaknya, ini terjadi pada tahun 1980-an di Spanyol.
Adolfo yang diperankan oleh Jaime Lorente berusaha mengurangi kesedihan sang istri, Milena Smit sebagai Lola.
Singkatnya mereka ingin mengadopsi Tin dan Tina dari tempat panti asuhan.Â
Tetapi tidak mengira bahwa suatu hari Lola ternyata hamil lagi, tetapi kehamilan tersebut justru membuat mereka berdua mengalami kesulitan.
Tin yang diperankan Gonzlez Morolln, dan Anastasia Russo sebagai Tina sebelumnya memiliki kehidupan agamis kultus yang sangat menekan.
Mereka dikenal memiliki karakter yang solid kepada ajaran-ajaran yang pernah mereka terima selama di biara.Â
Tidak menyangka bahwa hal itu mulai menjadi masalah bagi Adolfo dan Lola di rumah mereka.
Sepasang anak kembar tersebut terobsesi dengan agama, yang lama kelamaan mengkhawatirkan.Â
Narasi Film yang MultitafsirÂ
Narasi film Tin & Tina dapat menjadi multitafsir, sebagaimana diketahui bahwa agama dapat mengubah perilaku seseorang menjadi lebih baik.
Religius sebutan yang tepat bagi mereka yang mengamalkan ajaran agamanya dengan baik, bak Tin dan Tina dalam film ini.
Akan tetapi, film ini menampilkan adegan-adegan berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya.
Sinematographi Skor Baik
Skor untuk sisi sinematographi Tin & Tina cukup baik, Rubin Stein selaku sinematographer sukses menyorot sisi visual dengan sudut pandang yang pas.
Tidak seperti citra horor di Indonesia, film ini hanya menguatkan nuansa mencekam, teror, dan sedikit gore pada layar penonton.
Jadi, jangan takut pada lompatan seram di film ini ya, sebab Tin & Tina tidak seperti itu.
Skor Akhir Lumayan untuk Ditonton
Narasi yang memiliki makna lebih dari satu, plus sinema yang menarik membuat memperoleh skor akhir yang lumayan patut untuk ditonton.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, multi tafsir yang terdapat di film ini yakni tentang fanatisme terhadap agama tidak dapat menopang esensi kebenaran atas tindakan yang melanggar norma-normal yang berlaku.
Memanfaatkan kekuatan Agama Katolik sebagai dasar dari tindakan yang dilakukan sebagai penggambaran masyarakat fanatis terhadap agama.
Tin & Tina memiliki makna yang mungkin sering kita dengar tentang bagaimana menyalahartikan agama untuk kepentingan pribadi.
Rubin Stein sukses menyampaikan pesan film ini mengenai pemahaman kitab suci yang salah.
Hal itu ia sampaikan dengan film Tin & Tina, film bergenre horor dengan karakter polos yaitu anak-anak.
Demikian adalah pembahasan tentang review Tin and Tina yang telah saya rangkum baru-baru ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H