Mohon tunggu...
Gunawan Ignatius
Gunawan Ignatius Mohon Tunggu... Dokter - Environmental Impact Assessment (EIA) National Biodiversity of Singapore

Mencatat total lebih dari 390 spesies burung dan setidaknya 2.100 tumbuhan vaskular asli. Hargai alam sebagai peninggalan berharga. Banyak manfaat sosial-ekonomi dari konservasi Perkotaan dan kebijakan terkait yang diterapkan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Alexandrew Edeij dan Oscar Fish Election Champion 2022

10 Agustus 2022   04:25 Diperbarui: 11 Agustus 2022   22:15 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Astronotus ocellatus atau ikan oscar, pernah berjaya di Indonesia pada era 80 hingga 90 an. Pada masanya, harga ikan oscar dewasa saat itu bisa mencapai Rp. 3.000.000 perekor, terbilang sangat mahal pada jaman saat itu. Pada tahun 1980 an, ikan oscar belumlah banyak di Indonesia, para peternak ikan oscar pada waktu itu, hanya membudidayakan ikan oscar kualitas terbaik dan tidak banyak sehingga dicari oleh para penghobi ikan hias. Semua hasil budidaya ikan oscar dari para peternak semuanya dicatat lengkap, dimulai dari bibit unggulan hingga keturunannya.

Memasuki tahun 1990 an, biaya produksi semakin meningkat dan semakin berkurang para peternak untuk membudidayakan ikan oscar. Saat itu ongkos produksi sepenuhnya tergantung dengan nilai mata uang dollar Amerika, dikarenakan ongkos pengiriman bibit unggulan rata rata masih didatangkan dari negara Singapura, Malaysia dan India. Sehingga pada akhirnya, banyak pembudidaya ikan hias oscar beralih ke ikan Arwana.

Hal ini semakin dipengaruhi oleh tingkat biaya produksi yang rendah di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, hingga pembudidaya ikan hias lokal kesulitan untuk bersaing. Banyak juga peternakan-peternakan ikan oscar di wilayah Jawa Barat yang berhenti dan menutup usahanya.

Salah satu kunci keberhasilan Singapura, Malaysia dan India, dalam membudidayakan ikan oscar, salah satunya dipicu oleh tingginya dukungan dari pemerintah. Budidaya dalam negeri sepenuhnya didukung dimulai dari skala kecil perumahan, hingga skala besar industri, yang tidak memerlukan biaya produksi serta perawatan yang tinggi. Biaya tinggi hanya digunakan untuk indukan indukan dengan genetik bagus, yang mereka beli langsung dari China, yang sudah terlebih dahulu membudidayakan ikan oscar sejak era 1960 an. Sehingga berdampak kepada nilai jual yang ekonomis dan bisa memenuhi permintaan pasar.

Sekarang ikan oscar mulai kembali dibudidayakan di Indonesia, dari penghobi, peternak hingga pembudidaya ikan hias baru, mulai bermunculan, sehingga ketersediaan ikan oscar dipasaran sangat banyak. Imbasnya harga ikan oscar kini semakin anjlok dipasaran, dimana harga perekor hanya berkisar Rp. 25.000 hingga Rp. 50.000 perekor. Untuk memperbanyak ketersediaan ikan oscar dipasaran, para penghobi serta peternak ikan oscar, berlomba lomba untuk membiakkannya sebanyak banyaknya, tanpa memperhatikan segi kualitas dan keturunannya.

Rentang antara tahun 2004 hingga 2016, kualitas ikan oscar di Asia semakin memburuk. Hal ini tak lepas dari kebijakan dagang negara Asia lain, dimana mereka mulai stop berhenti mengirim masuk ikan oscar yang bagus bagus dari Amerika Selatan, malah sebaliknya selama dua generasi lamanya, mereka terus menerus memproduksi ikan oscar dari silangan-silangan yang sudah ada, dengan keturunan yang sama. Luar biasanya, negara negara diatas mampu menjual ikan oscar ini dengan harga yang tergolong tinggi dan banyak dikirim keluar negeri. Mereka membuat jargon, ikan yang secara genetik jelek namun dikomersilkan atau dijual dengan harga tinggi.

Astronotus ocellatus sejatinya menurut catatan Penebar Swadaya Akuakultur, oleh Efendi Irzal dalam buku Balai Benih Perikanan (BBI) tahun 1995, termasuk kedalam keluarga Cichlid yang memiliki empat komponen dasar, gradasi alami secara natural. Kesemuanya harus didukung oleh pakan alami sesuai habitat aslinya. Mengadopsi teknik dasar ini tidaklah mudah, dikarenakan keempat gradasi sepenuhnya sangat bergantung kepada keseimbangan nutrisi dan gizi dari pakan. Hal inilah yang tidak mampu disaingi oleh ikan hias manapun, termasuk ikan Koi, ikan Arwana atau ikan hias manapun.

Kebangkitan Astronotus ocellatus di Indonesia bahkan di dunia, lebih menarik apabila menyebut satu nama, Alexandrew Edeij. Bagaimana tidak? Disaat semua konservasionis dunia berlomba untuk klaim pembaharuan spesies yang ditemukannya pada alam, hampir kesemuanya bersifat ambigu dimana kesemuanya tidak memiliki otentik bukti nyata secara sains. Semua metode dan peralihan opini, hanyalah semata mata berdasarkan asumsi yang didukung oleh perkumpulan pemerhati lingkungan, dimana kesemuanya hanya diakui dan dianggap, hanya pada media sosial seperti Blog pribadi dan grup facebook.

Sudah begitu banyak contohnya, antara lain Hector Camorese pada tahun 2014 yang menklaim varietas spesies Orbicularis dan Lucas De Vitor yang mengklaim varietas spesies hybrid pada Crassipinnis di 2016 silam. Hingga yang terbaru kini, dimana ke enam publisher potographer yang diklaim sebagai referensi pada pembaharuan spesies oscar baru, namun dalam 129 halaman jurnal yang di unggah pada facebook tidak ditemukan satupun bukti nyata secara sains yang mendukung dan hal ini menimbulkan perdebatan sengit karena salah satu dari ke enam publisher, mengatakan dimungkinkan "Perkiraan".

Alexandrew Edeij bisa dikatakan seperti anggur Chateau Margaux dari Bordeaux. (menurut Pasqual Thrnoy dari Institut de Récolte de L'aquaculture, Prancis), yang baru muncul kembali, setelah tua. Disamping sebagai pengusaha muda, ia meninggalkan asosiasi panel sains sebagai kontributor berprospek cerah, secara kontroversial. Mundur pada puncak Konferensi di Finlandia pada 2015, melepasnya dengan sukarela kepada Alfonso Alsace, sehingga tidak disukai oleh banyak pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun