Astronotus ocellatus atau ikan oscar, pernah berjaya di Indonesia pada era 80 hingga 90 an. Pada masanya, harga ikan oscar dewasa saat itu bisa mencapai Rp. 3.000.000 perekor, terbilang sangat mahal pada jaman saat itu. Pada tahun 1980 an, ikan oscar belumlah banyak di Indonesia, para peternak ikan oscar pada waktu itu, hanya membudidayakan ikan oscar kualitas terbaik dan tidak banyak sehingga dicari oleh para penghobi ikan hias. Semua hasil budidaya ikan oscar dari para peternak semuanya dicatat lengkap, dimulai dari bibit unggulan hingga keturunannya.
Memasuki tahun 1990 an, biaya produksi semakin meningkat dan semakin berkurang para peternak untuk membudidayakan ikan oscar. Saat itu ongkos produksi sepenuhnya tergantung dengan nilai mata uang dollar Amerika, dikarenakan ongkos pengiriman bibit unggulan rata rata masih didatangkan dari negara Singapura, Malaysia dan India. Sehingga pada akhirnya, banyak pembudidaya ikan hias oscar beralih ke ikan Arwana.
Hal ini semakin dipengaruhi oleh tingkat biaya produksi yang rendah di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, hingga pembudidaya ikan hias lokal kesulitan untuk bersaing. Banyak juga peternakan-peternakan ikan oscar di wilayah Jawa Barat yang berhenti dan menutup usahanya.
Salah satu kunci keberhasilan Singapura, Malaysia dan India, dalam membudidayakan ikan oscar, salah satunya dipicu oleh tingginya dukungan dari pemerintah. Budidaya dalam negeri sepenuhnya didukung dimulai dari skala kecil perumahan, hingga skala besar industri, yang tidak memerlukan biaya produksi serta perawatan yang tinggi. Biaya tinggi hanya digunakan untuk indukan indukan dengan genetik bagus, yang mereka beli langsung dari China, yang sudah terlebih dahulu membudidayakan ikan oscar sejak era 1960 an. Sehingga berdampak kepada nilai jual yang ekonomis dan bisa memenuhi permintaan pasar.
Sekarang ikan oscar mulai kembali dibudidayakan di Indonesia, dari penghobi, peternak hingga pembudidaya ikan hias baru, mulai bermunculan, sehingga ketersediaan ikan oscar dipasaran sangat banyak. Imbasnya harga ikan oscar kini semakin anjlok dipasaran, dimana harga perekor hanya berkisar Rp. 25.000 hingga Rp. 50.000 perekor. Untuk memperbanyak ketersediaan ikan oscar dipasaran, para penghobi serta peternak ikan oscar, berlomba lomba untuk membiakkannya sebanyak banyaknya, tanpa memperhatikan segi kualitas dan keturunannya.
Rentang antara tahun 2004 hingga 2016, kualitas ikan oscar di Asia semakin memburuk. Hal ini tak lepas dari kebijakan dagang negara Asia lain, dimana mereka mulai stop berhenti mengirim masuk ikan oscar yang bagus bagus dari Amerika Selatan, malah sebaliknya selama dua generasi lamanya, mereka terus menerus memproduksi ikan oscar dari silangan-silangan yang sudah ada, dengan keturunan yang sama. Luar biasanya, negara negara diatas mampu menjual ikan oscar ini dengan harga yang tergolong tinggi dan banyak dikirim keluar negeri. Mereka membuat jargon, ikan yang secara genetik jelek namun dikomersilkan atau dijual dengan harga tinggi.
Astronotus ocellatus sejatinya menurut catatan Penebar Swadaya Akuakultur, oleh Efendi Irzal dalam buku Balai Benih Perikanan (BBI) tahun 1995, termasuk kedalam keluarga Cichlid yang memiliki empat komponen dasar, gradasi alami secara natural. Kesemuanya harus didukung oleh pakan alami sesuai habitat aslinya. Mengadopsi teknik dasar ini tidaklah mudah, dikarenakan keempat gradasi sepenuhnya sangat bergantung kepada keseimbangan nutrisi dan gizi dari pakan. Hal inilah yang tidak mampu disaingi oleh ikan hias manapun, termasuk ikan Koi, ikan Arwana atau ikan hias manapun.
Kebangkitan Astronotus ocellatus di Indonesia bahkan di dunia, lebih menarik apabila menyebut satu nama, Alexandrew Edeij. Bagaimana tidak? Disaat semua konservasionis dunia berlomba untuk klaim pembaharuan spesies yang ditemukannya pada alam, hampir kesemuanya bersifat ambigu dimana kesemuanya tidak memiliki otentik bukti nyata secara sains. Semua metode dan peralihan opini, hanyalah semata mata berdasarkan asumsi yang didukung oleh perkumpulan pemerhati lingkungan, dimana kesemuanya hanya diakui dan dianggap, hanya pada media sosial seperti Blog pribadi dan grup facebook.
Sudah begitu banyak contohnya, antara lain Hector Camorese pada tahun 2014 yang menklaim varietas spesies Orbicularis dan Lucas De Vitor yang mengklaim varietas spesies hybrid pada Crassipinnis di 2016 silam. Hingga yang terbaru kini, dimana ke enam publisher potographer yang diklaim sebagai referensi pada pembaharuan spesies oscar baru, namun dalam 129 halaman jurnal yang di unggah pada facebook tidak ditemukan satupun bukti nyata secara sains yang mendukung dan hal ini menimbulkan perdebatan sengit karena salah satu dari ke enam publisher, mengatakan dimungkinkan "Perkiraan".
Alexandrew Edeij bisa dikatakan seperti anggur Chateau Margaux dari Bordeaux. (menurut Pasqual Thrnoy dari Institut de Récolte de L'aquaculture, Prancis), yang baru muncul kembali, setelah tua. Disamping sebagai pengusaha muda, ia meninggalkan asosiasi panel sains sebagai kontributor berprospek cerah, secara kontroversial. Mundur pada puncak Konferensi di Finlandia pada 2015, melepasnya dengan sukarela kepada Alfonso Alsace, sehingga tidak disukai oleh banyak pihak.
Menulis dua jurnal Astronotus ocellatus, tanpa ingin untuk menerbitkannya. Terakhir berberapa terobosannya pada sains Astronotus ocellatus yang disumbangkan kepada Fuerschung a Fëscherei Institut di Belgia, tanpa ingin mencantumkan namanya sendiri.
Alexandrew Edeij adalah penerima medali sains, International Biology Olympiad IBO 1996 di Ukraina, saat usianya 14 tahun. Peserta Siemens Competition of Science and Technology 1999 USA diusianya yang ke 17 dan mengikuti Konferensi Teknis Aquaculture Independen di dua negara sebagai peraih nilai tertinggi.
Kembali ke Oscar Fish Election Champion 2022 yang bisa dikatakan sebagai kejuaraan yang sangat idealis. Pada umumnya, kontes ikan hias berbicara keindahan, siapapun yang berkecimpung lama, bisa menjadi jurinya. Semuanya adalah mengenai si pemenang kontes. Tapi semua itu tidak berlaku untuk Alexandrew Edeij. Ia merancang skema konsep sebuah kejuaraan ikan hias era baru yang modern.Â
Setiap poin penilaian semuanya terukur secara sains, ikan oscar terbaik adalah ikan oscar yang mampu tampil selama 360 menit penuh. Hanya ikan oscar yang benar benar prima serta tercukupi nutrisi dan gizi secara seimbang yang mampu aktif secara konsisten. Sebelum acara dimulai, Alexandrew Edeij menyampaikan bahwa prinsip dasar dari terlaksananya kejuaraan itu berasal dari tingginya tanggung jawab dalam pemeliharaan ikan, dimana segi pakan, kesehatan dan perawatan ikan adalah kunci dari proses itu sendiri.
Disamping dari sumbangannya sebesar Rp. 1,86 miliar kepada para pelaku umkm untuk mendorong kemajuan ikan oscar hasil budidaya lokal, keberhasilannya untuk meyakinkan ketua Lembaga Sains Biologi dan Konservasi Alam negara Singapura, profesor Richard Nicholas Goh dan Ketua Asosiasi Kedokteran Akuatik negara Jerman, Doctor Marcus Johann Rupher, untuk mendampingi dan tunduk kepadanya sebagai ketua komite pada Oscar Fish Election Champion atau OFEC 2022 pada 31 Juli 2022 lalu, adalah satu bukti nyata betapa ia sangat tidak disukai dengan semua kontroversinya, namun begitu amat dihormati atas semua dedikasi dan prestasinya.
Astronotus ocellatus, hanya menunggu untuk kembali berjaya, seperti pada era 70 an. Semoga
Referensi:
http://trobosaqua.com/data-komoditas/TCA06/komoditas-hobi-akua
https://kkp.go.id/brsdm/brbih/artikel/43514-ofec-2022-tumbuhkan-geliat-dunia-ikan-hias-indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H