Siang itu, langit biru cerah dihiasi awan-awan putih yang berarak perlahan. Angin sejuk berhembus lembut, membawa aroma rumput segar dan bunga-bunga liar yang bermekaran di sekitar panti. Di tengah taman panti yang asri, berdiri kokoh sebuah pohon oak tua yang menjulang tinggi.
Pohon oak itu bukan pohon biasa. Batangnya yang besar dan kokoh seolah menceritakan kisah panjang tentang waktu yang telah dilaluinya. Kulit kayunya yang tebal dan berkerut mencerminkan kekuatan dan ketahanan menghadapi berbagai musim. Dahan-dahannya yang perkasa menjulur ke berbagai arah, menciptakan kanopi rindang yang luas.
Dedaunannya yang lebat berwarna hijau tua bergerak lembut tertiup angin, menciptakan simponi alam yang menenangkan. Cahaya matahari yang menembus celah-celah dedaunan, menciptakan pola-pola cahaya dan bayangan yang menari-nari di atas rumput hijau di bawahnya. Akar-akarnya yang besar dan kokoh mencengkeram tanah, seolah memeluk bumi dengan penuh kasih sayang.
Kicauan burung-burung yang bertengger di dahan pohon oak berpadu harmonis dengan gemerisik dedaunan yang bergesekan. Aroma tanah yang lembab setelah hujan semalam masih tercium samar-samar, menambah kesegaran udara di sekitarnya.
Di bawah naungan pohon oak yang syahdu ini, Tam, Lucas, dan Elia duduk bersila membentuk lingkaran kecil. Tiga sekawan yang telah bersama sejak kecil ini, sering menghabiskan waktu bersama disana. Di antara anak-anak panti, sudah menjadi rahasia umum bahwa pohon oak ini adalah basecamp mereka, tempat di mana fantasi dan harapan tumbuh subur, terjaga oleh dahan-dahan yang kuat dan rindang.
Tam memandang ke arah langit dengan mata berbinar. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan udara segar memenuhi paru-parunya. "Suatu hari nanti, aku ingin menjadi pilot," ujarnya penuh semangat. "Membawa pesawat besar melintasi awan-awan, melihat dunia dari atas sana."
Lucas tersenyum mendengar impian sahabatnya. Ia menyandarkan punggungnya ke batang pohon oak yang kokoh, merasakan kekuatan dan ketenangan yang terpancar dari pohon tua itu. "Kalau aku, ingin jadi dokter," katanya sambil memetik sehelai rumput. "Aku ingin membantu orang-orang yang sakit, terutama anak-anak yang kurang beruntung seperti kita."
Elia menerawang jauh ke depan, anganya menembus cakrawala yang mulai dihiasi semburat jingga. "Aku... aku berharap suatu hari nanti bisa membuka toko kue bersama ibuku," bisiknya lirih. "Mendekorasi dan menatanya di etalase, juga berinteraksi dengan pelanggan.... Sepertinya menyenangkan"
Ketiganya terdiam sejenak, membiarkan keheningan yang nyaman menyelimuti mereka. Suara gemerisik dedaunan dan kicauan burung-burung seolah menjadi latar belakang sempurna bagi momen kebersamaan mereka. Meskipun hidup di panti asuhan bukanlah hal yang mudah, mereka selalu berusaha untuk tetap optimis dan saling menguatkan.
"Hei, bagaimana kalau kita berjanji?" tanya Tam tiba-tiba, memecah keheningan. "Setelah kita dewasa nanti dan punya keluarga masing-masing, kita harus tetap saling mengunjungi. Setuju?"
Lucas dan Elia mengangguk antusias. "Setuju!" seru mereka bersamaan, lalu tertawa riang.