Dalam sekejap, taman yang tadinya damai berubah menjadi arena perkelahian. Teriakan dan makian memenuhi udara sore yang semula tenang.
Di sisi lain, Margareth yang terbakar amarah, mendorong Elia dengan sekuat tenaga. Elia terjatuh, tubuhnya membentur tanah dengan keras. Namun, dalam usahanya untuk bangkit dan melawan, Elia tidak sengaja mendorong Margareth. Tubuh Margareth terhuyung ke belakang, kepalanya membentur batu yang cukup besar.
Suara benturan yang menyakitkan terdengar, diikuti oleh jeritan Margareth. Darah segar mengalir dari luka di dahinya, mewarnai wajahnya yang pucat. Seketika, perkelahian itu terhenti. Keenam remaja itu membeku, menyadari betapa jauh situasi ini telah berkembang.
Tak lama kemudian, suara-suara tergesa terdengar. Pak Salvador, Ibu Lauren, dan beberapa suster panti bergegas ke arah mereka, ekspresi di wajah mereka menggambarkan kombinasi kaget, kekhawatiran dan kemarahan tatkala melihat kekacauan yang terjadi.
"Apa yang terjadi di sini?" teriak Pak Salvador, suaranya menggelegar di halaman yang kini sunyi.
Sebelum Tam atau siapapun sempat membuka mulut, Adnan dengan cepat angkat bicara. "Pak Salvador, Tam dan teman-temannya yang memulai semua ini!" Ia menunjuk ke arah Tam dengan mata berkilat penuh kebencian.
"Mereka menghina Margareth, mengatakan dia anak haram!"
"Benar, Pak," Dominic melanjutkan, nada suaranya penuh provokasi. "Mereka juga mengatakan tak akan ada yang mau mengadopsi kami, karena kami adalah anak-anak yang aneh." Setiap kata yang diucapkannya seolah ditujukan untuk menyulut bara emosi yang sudah menyala di dalam diri Pak Salvador, membuat suasana semakin tegang dan mengguncang ketenangan yang rapuh.
Wajah Pak Salvador memerah mendengar penjelasan kedua anak itu. Tanpa basa-basi, ia menggiring kelima remaja itu ke kantornya. Margareth, yang terluka parah akibat benturan dengan batu, segera dibawa ke ruang perawatan.
Di kantor yang pengap, perdebatan sengit pun dimulai. Tam, Lucas, dan Eia berusaha membela diri, namun tiap bantahan mereka dipatahkan oleh kebohongan lihai Adnan dan Dominic. Pak Salvador, kembali menatap Tam dan kawan-kawannya, dadanya kini dikuasai amarah dan prasangka.
"Kalian lagi! Kali ini sudah keterlaluan! Sepertinya kalian belum jera dengan hukuman yang lalu!"