Sinar mentari pagi menerobos jendela kamar panti asuhan Bunda Mulia, membelai lembut wajah ayu Elianoor yang masih terlelap. Gadis kecil itu menggeliat pelan, matanya yang sebiru langit musim semi perlahan terbuka. Senyum manis tersungging di bibirnya yang mungil, seolah menyambut hari baru dengan penuh harapan.
Elianoor, atau yang akrab disapa Elia, adalah sosok yang istimewa di panti asuhan Bunda Mulia. Dengan rambut pirang bergelombangnya yang terurai indah dan kulit seputih susu, ia tampak bagai malaikat kecil yang turun dari surga. Kehadirannya seolah membawa cahaya tersendiri di antara anak-anak panti lainnya.
"Elia! Ayo bangun, sudah waktunya sarapan!" seru Tam, salah satu sahabat terdekat Elia, sambil mengetuk pintu kamarnya.
Elia bergegas turun dari tempat tidur, merapikan gaun tidurnya yang berwarna pastel, dan membuka pintu dengan senyum cerah. "Selamat pagi, Tam! Aku sudah bangun kok."
Tam, anak laki-laki berkulit sawo matang dengan rambut hitam lebat, tersenyum lebar. "Ayo, Lucas sudah menunggu kita di ruang makan."
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang makan, di mana aroma roti panggang dan telur dadar sudah menggelitik hidung. Di sana, Lucas, seorang anak laki-laki berkacamata dengan rambut cokelat berantakan, melambai ke arah mereka.
"Pagi, Elia! Pagi, Tam!" sapa Lucas ceria.
Elia membalas lambaian Lucas dengan antusias. "Pagi, Lucas! Wah, hari ini kita sarapan apa?"
Suster Angela, salah satu pengasuh di panti, tersenyum lembut melihat interaksi ketiga sahabat itu. "Hari ini kita punya roti panggang, telur dadar, dan susu segar untuk kalian semua," ujarnya sambil membagikan piring-piring berisi sarapan.
Setelah berdoa bersama, anak-anak panti mulai menyantap sarapan mereka. Suasana riuh rendah memenuhi ruang makan, diwarnai celoteh riang dan tawa ceria. Namun, di tengah keceriaan itu, beberapa anak diam-diam melirik ke arah Elia dengan pandangan penasaran.
"Psst, menurutmu kenapa Elia bisa ada di sini?" bisik seorang anak pada temannya.