Mohon tunggu...
Harmonisasi
Harmonisasi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nikmati prosesmu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Relasi Sosial

12 September 2020   03:38 Diperbarui: 12 September 2020   04:04 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Ap Lyceum  : 

"Apabila kalian berbuat baik (pada ornag lain), sesungguhnya kalian berbuat baik pada diri kalian sendiri, dan apabila kalian berbuat buruk pada orang lain, sesungguhnya kalian berbuat buruk pada diri kalian sendiri (in ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa'tum fa laha)"
[Al-Isro' ayat 7]

Watak sosial manusia memaksa setiap individu untuk menjalin relasi satu dengan yang lainnya. Relasi sosial yag terjalin dimaksudkan untuk meraih manfaat (kesempurnaan) bagi setiap individu. Bisa dipastikan, tidak ada satupun manusia yang mampu meraih kesempurnaannya, baik kesempurnaan material maupun kesempurnaan spiritual, tanpa keberadaan orang lain. 

Manusia butuh pada manusia yang lainnya untuk beroleh kenikmatan harta, tahta, keturunan dan bahkan seksualitas. Pun juga, manusia butuh manusia lain agar ia bisa mencicipi nikmatnya pengetahuan, kesucian dan kemuliaan. Sebagaimana seorang murid butuh pada guru untuk beroleh pengetahuan, seorang guru pun butuh kehadiran murid demi kesempurnaan pengetahuannya. Sebagaimana perempuan butuh pada lelaki demi meraih kesucian, lelaki pun butuh kehadiran perempuan demi meraih kemuliaan. Berkenaan dengan ini, Khajah Thusi berkata:

"kapan lelaki meraih kemuliaan bila tak ada paras cantik (jamal) seorang wanita? Dan kapan wanita akan beroleh kesucian bila tak ada sosok agung (jalal)lelaki".

Pada hakikatnya, watak sosial manusia dilandasi oleh watak individual. Dengan kata lain, watak sosial adalah watak sekunder manusia yang menyembur keluar dari watak primer manusia, yaitu watak individual. Manusia adalah mahkluk individual yang menjalin relasi sosial demi kepentingan individual. Oleh itu, manusia tidak akan menjalin relasi dengan manusia lain yang disadarinya hanya mendatangkan kerugian demi kerugian. 

Setiap manusia tidak akan ragu untuk memutuskan relasi dari manusia lain yang disadarinya tidak sedikitpun memberikan manfaat kepadanya. Lihatlah, betapa manusia hanya menjalin relasi dengan manusia lain yang mendatangkan manfaat kepadanya. Dan, lihatlah, betapa relasi sosial adalah relasi saling memanfaatkan, atau relasi saling mengambil manfaat.

Di sini, mungkin kita akan berujar kecewa, begitu buruk kah manusia yang terus-menerus saling memanfaatkan? Begitu egois kah manusia yang membungkus kepentingan pribadinya dalam bingkai kepentingan sosial? Tentu tidak. Relasi sosial (relasi saling memanfaatkan) bukanlah hal yang buruk selama relasi sosial tersebut direalisasikan dalam koridor etika sosial. Yakni, relasi saling memanfaatkan bukanlah sejenis eksploitasi pabila manusia tidak hanya semata-mata mengambil manfaat dari orang lain, tetapi juga memberikan manfaat pada orang lain. 

Dengan kata lain, relasi tersebut bukanlah  relasi eksploitatif pabila manusia tidak hanya semata-mata menguras manusia lain, tetapi juga mengisi. Sebab, harmonisasi sosial adalah upaya untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada manusia lain, khususnya manfaat substansial. Dan, eksploitasi sosial adalah mengambil manfaat tanpa memberi manfaat,  atau menguras tanpa mengisi.

Sebelum menjalin relasi sosial, watak individual senantiasa memaksa manusia untuk menjawab dua pertanyaan; manfaat dan bahaya apa yang akan saya peroleh jika menjalin relasi dengan dirinya, serta manfaat dan bahaya apa yang saya abaikan pabila saya tidak menjalin, atau memutuskan relasi dengan dirinya? Manusia akan menjalin relasi dengan manusia lain apabila dalam anggapannya manfaat yang ia peroleh dari orang lain tersebut lebih besar dari kerugiannya. 

Dan, manusia tidak akan menjalin relasi dengan orang lain apabila dalam anggapannya manfaat yang ia abaikan dari orang lain tersebut jauh lebih kecil dari kerugian yang akan ia peroleh. Oleh itu, adalah hal yang wajar bila seseorang berlaku baik pada orang lain dengan harapan orang lain juga berlaku baik pada dirinya. Pun juga, seseorang tidak berbuat jahat kepada orang lain agar orang lain juga tidak berlaku jahat kepada dirinya. Imam Ali berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun