Mohon tunggu...
Harmonisasi
Harmonisasi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nikmati prosesmu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Relasi Sosial

12 September 2020   03:38 Diperbarui: 12 September 2020   04:04 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"lantas mengapa engkau bersedih tatkala orang lain berbuat jahat pada dirimu? Ketahuilah, mereka yang berbuat jahat dan immoral pada orang lain adalah orang-orang yang menderita penyakit jiwa. Mestinya engkau merasa iba dan kasihan kepadanya, terlebih lagi saat orang tersebut enggan meminta maaf, yang berarti ia enggan menyembuhkan penyakitnya".

Dari kisah di atas, Sokrates ingin menyampaikan sebuah hakikat realitas seperti yang telah kita sampaikan sebelumnya. Yaitu, perlakuan baik pada orang lain pada hakikatnya adalah perlakuan baik pada diri sendiri, dan perlakuan buruk pada orang lain pada hakikatnya adalah perlakuan buruk pada diri sendiri, namun hanya sedikit manusia yang menyadarinya. Tuhan berfirman dalam kitab-Nya:

"mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka sedang menipu diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadarinya(yukhadi'unalloha walladzina amanuu wa ma yakhda'una illa anfusahum, wa ma yasy'urun)". (Al-baqoroh ayat 2)

Kendatipun mereka tidak menyadari dan tidak merasakan hakikat tersebut, hal ini bukan berarti hakikat tersebut tidak berlaku pada diri mereka. Sebab, hakikat realitas tidak mengikuti kesadaran dan persepsi manusia. Perlakuan baik pada orang lain tetap saja memberikan efek baik pada jiwa pelakunya, baik mereka sadari atau tidak, baik mereka rasakan atau tidak mereka rasakan. Pun juga, perbuatan buruk pada orang lain tetap saja akn memberikan efek buruk pada jiwa pelakunya, baik mereka sadari atau tidak, baik mereka rasakan ataupun tidak.

Sekali lagi, hakikat ini hanya disadari oleh mereka yang mampu mempersepsi melampaui batas-batas materi. Sehingga, mereka tidak hanya merasakan kenikmatan dan derita fisik (aksidental0 semata, tetapi juga merasakan kenikmatan dan derita jiwa (substansial). Mereka  tidak hanya merasakan kenikmatan makan-minum semata, atau derita kelaparan dan kehausan semata. Lebih jauh dari itu, mereka juga merasakan kenikmatan jiwa dari pengkhidmatan dan derita jiwa dari pengkhianatan kepada manusia lain. Jiwa-jiwa mereka berbahagia setiap kali raga-raga mereka melakukan kebaikan pada orang lain, dan jiwa-jiwa mereka menderita setiap kali raga-raga mereka menyakiti orang lain.  

Wallahu a'lam  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun