Â
ANALISIS HUKUM
Menjawab isu hukum pertama, dokumen yang dikenakan Meterai adalah dokumen yang bersifat perdata dan dokumen bukti pengadilan (Pasal 3 ay. 1 UU Meterai). Dokumen yang bersifat perdata adalah a. Surat Perjanjian, Surat Keterangan, Surat Pernyataan atau surat lainnya yang sejenis (Surat Kuasa, Surat Hibah, dan Surat Wasiat).Â
b. Akta Notaris, salinan, dan kutipannya; c. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah; d. Surat berharga; e. Dokumen transaksi surat berharga; f. dokumen lelang berupa risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang; g. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang (Pasal 3 ay. 2 UU Meterai).
Sementara dokumen yang tidak dikenakan meterai adalah a. dokumen terkait lalu lintas orang dan barang (surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang); b. Ijasah;Â
c. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja; d. tanda terima penerimaan uang Negara/daerah; e. kuitansi untuk semua jenis pajak; f. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk intern organisasi; g. dokumen yang menyebutkan simpanan uang; h. surat gadai;Â
i. tanda pembagian keuntungan; j. dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia (Pasal 7 UU Meterai). Tidak dikenakannya meterai untuk dokumen-dokumen tersebut untuk menunjang kegiatan lalu lintas orang dan barang (Penjelasan Pasal 7 UU Meterai).
Menjawab isu hukum kedua, dokumen yang tidak di meterai bukan berarti menjadikan dokumen tersebut menjadi tidak sah, misalnya perjanjian yang tidak dikenakan meterai adalah tetap sah sepanjang memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian. Syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian yaitu: a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;Â
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. suatu pokok persoalan tertentu; d. suatu sebab yang tidak terlarang (Pasal 1320 KUHPer). Walaupun tidak menjadi syarat sahnya sebuah perjanjian, namun secara sosiologis banyak masyarakat Indonesia yang menganggap indikator perjanjian hanya sah apabila menggunakan meterai (Siti Nurdiyah 2020 Hlm. 880).Â
Namun sesuai Pasal 1320 KUHPer meterai bukanlah patokan yang menentukan keabsahan sebuah surat perjanjian (Aditya Anggi Pamungkas 2017 dan Siti Nurdiyah 2020)
Esensi Meterai sebenarnya adalah Pajak atas dokumen (Ps. 1 ayat 1 UU Meterai), sehingga apabila dokumen yang diwajibkan tidak menggunakan Meterai maka akan dikategorikan sebagai bea materai yang terutang  dan kepada pihak yang berhutang akan dikenakan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari meterai yang terutang (Pasal 11 ay. 3 UU Meterai).Â