Sewaktu kecil saya sering berenang di sungai, maklum tidak ada kolam renang di desa waktu itu, kalau pun ada harus ke kota dulu tepatnya di Balige. Waktu yang pas berenang di sungai adalah di musim hujan, karena air sungai pasti mengalir kencang, yang pasti sangat seru dan asik bermain bersama teman-teman.
Pada saat berenang saya berpikir darimana air sungai ini datang? Apakah tiba-tiba sudah ada? Setelah saya membaca buku baru saya tahu, ternyata air itu mengalir dari sekitar pegunungan yang ada di desa kami.
Dari hal kecil tersebut saya belajar tentang filosofi air yaitu selalu mencari tempat yang paling rendah, dari pegunungan mengalir ke sungai-sungai kecil di bawahnya, terus mengalir sampai ke tempat yang lebih rendah dan luas yaitu ke danau atau lautan.
Di danau dan lautan yang merupakan tempat paling rendah itulah berkumpul aliran-aliran sungai tersebut. Lantas mengapa air dari pegunungan atau tempat paling atas mencari tempat yang paling bawah atau ke danau/lautan? Itulah yang saya sebut sebagai filosofi air.
Filosofi air adalah sebuah pelajaran kebijaksanaan yang dapat kita pelajari dari air. Air selalu mencari tempat yang paling rendah, sebaliknya manusia selalu mencari tempat yang paling tinggi.
Saya tidak ingin mengatakan menjadi di atas itu tidak baik, namun saya ingin menyatakan bahwa dimanapun dan apapun keadaan kita sudah seharusnya kita punya sikap rendah hati. Yes rendah hati, karena dengan sikap tersebut kita dijauhkan dari sikap arogan dan sombong.
Seorang yang rendah hati akan mau mendengar orang lain, seorang yang rendah hati akan selalu lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri, dan seorang yang rendah hati selalu mau belajar bukan hanya kepada orang yang di atasnya saja, namun juga belajar dari orang yang dibawahnya.
Seperti danau dan lautan besar yang mampu menampung berbagai aliran air, seorang yang rendah hati juga seperti itu, mau merendah dan menampung aspirasi dan kebutuhan orang-orang yang datang kepadanya.
Yah memang tidak mudah menjadi seorang yang rendah hati, oleh karena itulah filosofi ini hanya cocok bagi mereka yang mau menjadi seorang pemimpin yang besar, yah seorang pemimpin besar harus memiliki sikap yang rendah hati.
Cerita seorang pemimpin yang rendah hati, saya teringat cerita Elon Musk, ketika sedang mencari karyawan di kampus-kampus bergengsi di Amerika. Dalam buku biografinya berjudul “Elon Musk Tesla, SpaceX, and the Quest for a Fantastic Future” karya Ashlee Vance diceritakan, apabila Musk menemukan karyawan yang cocok dengan kategori penilainnya, maka Musk dengan rendah hati membujuk calon karyawan yang berbakat tersebut untuk bekerja diperusahaannya.
Walaupun kadang sang calon karyawan menolak, maka Musk akan dengan rendah hati dan sabar terus membujuknya bahkan sampai berbulan-bulan sampai calon karyawan tersebut mau bergabung.
Maka tidak salah apabila Musk dengan sikap rendah hati tersebut, berhasil menjadi pengusaha yang sukses di bidang teknologi dan luar angkasa, karena di perusahaan tersebut banyak orang-orang berbakat dan pekerja keras yang sudah pasti sangat loyal terhadap perusahaan.
Begitu juga sikap rendah hati Pak Jokowi ketika meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani bergabung di kabinetnya. Pada awalnya Bu Sri tidak mau, karena akan kembali ke pekerjaannya yang lama sebagai Menteri Keuangan, disisi lain di Bank Dunia beliau sudah nyaman, maklum Bu Sri merupakan salah satu pimpinan di Bank Dunia yang memiliki fasilitas dan gaji yang besar serta tentunya pengalaman yang lebih banyak.
Namun karena Pak Jokowi dengan rendah hati dan sabar memintanya, sampai Pak Jokowi langsung menghubungi Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, maka pada akhirnya Bu Sri mau memenuhi permintaan Pak Jokowi tersebut. Coba kalau Pak Jokowi tidak mengajak Bu Sri dengan sikap rendah hati, mungkin saja saat ini kita tidak memiliki seorang Bu Mulyani yang sangat cerdas memainkan perannya dalam menata keuangan Indonesia.
Dari filosofi air kita dapat belajar bahwa apabila seorang ingin menjadi pemimpin, yah pemimpin mana pun maksud saya, mau diperusahaan, mau di pemerintahan mau di organisasi apapun, yah harus punya sikap rendah hati dan sabar.
Apabila seorang pemimpin menunjukkan sikap arogan dan sombong di depan orang lain, mana mau orang yang berbakat membantu pemimpin tersebut.
Sebaliknya apabila seorang pemimpin dengan rendah hati mengundang orang berbakat untuk membantunya, maka pemimpin tersebut akan menjadi pemersatu aliran pemikiran orang-orang yang berbakat yang akan siap membantu pemimpin tersebut.
Terakhir saya mengutip kata-kata seorang filsuf Tiongkok bernama Konfusius, dia seorang pedagogis terbesar pada zamannya namun masih memiliki sikap rendah hati seperti air dan mengatakan: “Tidak malu bertanya kepada orang yang lebih rendah”. Konfusius juga berkata “Jika ada tiga orang yang sedang berjalan bersama, pasti ada salah satu di antara mereka yang bisa dijadikan guruku”. Nah apabila kita ingin menjadi pemimpin besar sudah seharusnyalah kita meneladani filosofi air.
Jakarta, 27 Mei 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H