Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benang Merah Ahok dan Ahong di Novel Laskar Pelangi Andrea Hirata

29 Agustus 2013   16:48 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 4164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ilustrasi (img - Screenshoot web ahok.org dan Cover Novel laskar pelangi)

Masih ingat tokoh Ahong salah satu tokoh pada novel Laskar Pelangi karya fenomenal Andrea Hirata. tokoh ini adalah tokoh yang mewakili anak keturunan Tionghoa yang bersekolah di SD Muhammadiyah di sebuah kampung di daerah Belitong.

Ahong ini adalah teman Ikal tokoh sentral novel Laskar Pelangi. Ahong berperan sebagai informan dan kurir yang menyampaikan surat-surat cinta Ikal kepada Aling. Aling ini adalah gadis Tionghoa saudara sepupu Ahong anak seorang pemilik toko kelontong di kota Belitong.

Pertemuan dan ketertarikan Ikal saat disuruh gurunya membeli kapur di toko milik ayah A Ling. Sejak itu Ahong berperan sebagai teman yang berbaik hati mencomblangi kisah asmara dua insan anak remaja yang dimabuk cinta.

Sayang sosok Ahong tidak terlalu mendominasi dalam kisah di Laskar Pelangi ini. Namun sosok Ahong tak kalah penting. Tanpa keberadaannya, kisah asmara Ikal dan A Ling tak akan sukses seperti yang dikisahkan pada novel tersebut.

Selang beberapa tahun kemudian sejak novel Laskar Pelangi yang fenomenal itu menjadi best seller. Muncul pula sosok Ahok putra keturunan etnis Tionghoa yang melejit namanya sejak berhasil menduduki jabatan penting di Belitong . Ya, Ahok putra Tionghoa pertama yang berhasil menduduki jabatan bupati di Belitong. Jabatan yang cukup mentereng di era reformasi yang melaksanakan kebijakan otonomi daerah. Sehingga sosok bupati menjadi sosok sentral kemajuan di setiap wilayah dan daerah di indonesia khususnya di Belitong.

Sosok Ahok semakin fenomenal ketika dirinya maju mencalonkan diri menjadi wakil gubernur DKI mendamping Joko Widodo yang juga masih menjabat walikota Solo. Dengan gayanya yang khas dan bermodal segudang prestasi ketika masih menjabat kepala daerah di daerahnya masing-masing. Pasangan Jokowi - Ahok ini pun melenggang menduduki kursi gubernur dan wakil Gubernur.

Ahok yang mempunyai nama asli Basuki Tjahja Purnama ini pun semakin naik daun dengan gayanya yang ceplas ceplos dan berani melawan mafia birokrasi dan preman pemalak rakyat. Banyak memang tokoh dan lembaga masyarakat yang mencecar dan ingin menuntut Ahok karena dianggap arogan dan melanggar HAM. Tapi semua tuduhan itu dapat ditepis dengan alasan konstitusi dan membela peraturan daerah yang berlaku di DKI.

Lalu apa hubungannya penulis menghubungkan Ahok dengan Ahong salah seorang tokoh pada novel Laskar Pelangi? Jika mau sedikit merenung dan mencermati tokoh Ahong dan Ahok, sepertinya memang ada benang merah yang sengaja disimpan oleh si penulis novel yaitu bang Andrea Hirata.

Sampai sekarang saya masih penasaran dengan tokoh Ahong dan Aling yang membuat ikal patah hati. Karena adat dan agama serta etnis yang berbeda, cintanya kepada Aling kandas begitu saja. Ahong juga demikian tidak ada kelanjutan kisahnya di sekuel novel karya bang Andrea selanjutnya.

Inilah yang patut dicermati. Kisah perbedaan dan pembauran etnis Tionghoa dan etnis melayu belitong menginspirasi seorang Andrea Hirata menulis novel yang fenomenal ini. Dan tak lama pula setelah novelnya best seller muncul pula tokoh Ahok putra Tionghoa asal Belitong dimana latar dan setting novel Laskar Pelangi itu terjadi. Inilah benang merah kisah kelanjutan Ahong menjadi Ahok di dunia nyata.

Benarkah itu? Ya bisa benar atau hanya kebetulan saja. Tapi  sejak kemunculan Ahok mendampingi Jokowi, semua media menyorotinya. Banyak tanggapan miring atas keberhasilan Ahok ini. Sampai isu SARA juga dihembuskan untuk menteror Ahok. Banyak penulis opini dan berita terinspirasi menulis tentang Ahok. Padahal sebagai penulis terus terang saya belum pernah bertemu dan kenal langsung dengan Ahok.

Ketika heboh Ahok melawan preman Tanah Abang, saya terinspirasi menuliskan puisi untuk Ahok. Puisi sebagai ungkapan perasaan kekaguman kepada seorang keturunan China atau Tionghoa yang lebih mencintai Indonesia dibanding pejabat-pejabat pribumi di negeri ini.

Puisi yang saya beri judul "Ahok Kenapa Lu Cina" ini sempat menjadi perdebatan hangat dijagat maya. Berikuti ini bait-bait pada puisi yang saya tulis secara spontan saat terjadinya keributan di Tanah Abang beberapa waktu yang lalu disaat puasa Ramadhan :

Ahok kenapa lu cina
coba lu pribumi
pasti lu tak disalah arti
padahal lu cinta pertiwi

Ahok jangan berkecil hati
walau lu cina
lu lebih baik dari mereka
pejabat pribumi
yang suka korupsi

ahok lu ibarat brus li
bertindak keras namun suci
walau kadang bikin sakit hati
para preman di birokrasi

Ahok cina bukan mafia
bukan seperti mereka
para pejabat sampah
padahal mereka bukan cina
pengeruk harta negara
kabur ke singapura

Ahok kenapa lu cina
coba lu bukan cina
lu gua pilih jadi RI-2
biar negeriku tak sekarat
biar rakyatku tak melarat

Ahok walau lu cina
tapi gua bangga
punya pejabat cina
lebih cinta Indonesia
ketimbang mereka
yang berpesta pora
diatas penderitaan rakyat
yang semakin sekarat
hidup susah payah
mengais-ngais sampah
tuk sekedar bisa berbuka puasa

Gun-Mdn180713

Bukan hanya sampai disitu. Sosok Ahok yang langka di negeri ini bukan saja mengispirasi para penulis dan pujangga tapi telah menggetarkan para politikus dan birokrat yang khawatir dengan sepak terjang Ahok yang berani dan tak takut mati demi menjalankan dan menegakan peraturan. Mereka khawatir jika sampai Jokowi dicalonkan menjadi Presiden RI, maka Ahoklah yang akan pegang kendali Jakarta. Inilsh ysng menjadi ketakutan parapolitikus busuk di negeri ini.

Semoga apa yang ditakutkan oleh para politikus busuk negeri ini bisa terlaksana. Agar Jakarta bisa menjadi Singapura kedua yang disegani di dunia Internasional. Bukan hanya sekedar menjadi kota tua yang diramalkan bakal tenggelam ditelan banjir dan kemacetan yang parah. Semoga saja.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun