Mohon tunggu...
Gulfino Che Guevarrato
Gulfino Che Guevarrato Mohon Tunggu... -

lihat saja dari tulisanku, aku hanya sekedar koma yang mencari titik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketamakan Hakim "The Guardian Of the Constitusion"

26 Januari 2017   17:09 Diperbarui: 26 Januari 2017   17:19 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali, kegaduhan mengusik Mahkamah Konstitusi. Tiga yang lalu, Mahkamah yang menjadi “The Guardian Of  The Constitusion” negara Indonesia dikejutkan oleh penangkapan Ketua Mahkamah, Akil Mochttar. Sejarah pahit ditorehkan, Akil Mochtar, merupakan pejabat tertinggi negara yang pertama, sekaligus dari institusi tertinggi penegak hukum di Indonesia yang ditangkap KPK. Tidak juga jera, hari ini salah satu Anggota Hakim Mahakamah Konstitusi juga  diciduk oleh KPK dengan tuduhan yang sama, Korupsi. 

Saya tidak ingin menyebut siapa sang hakim tersebut, semua sudah paham itu. Sepertinya bapak itu lupa akan peristiwa yang mencoreng citra Mahkamah konstitusi tersebut. Pemberitaan di media begitu jelas, bahkan beberapa media memberitakan kalau Si Bapak itu ditangkap oleh KPK di sebuah hotel ditemani perempuan. Luar biasa. Sekedar menyegarkan ingatan saja, bapak itu sebelumnya pernah menyatakan dukungannya agar koruptor diberikan hukuman mati.

Apaka Gaji Mahkamah Konstitusi kurang besar?

Menurut pendapat Brasz (Mochtar Lubis dan James C. Scott, 1995: 2-8) korupsi sangat berkaitan dengan kekusaan, karena korupsi merupakan hasil dari penyalahgunaan kekuasaan tanpa aturan, dimana kekuasaan digunakan untuk tujuan lain selain tujuan yang telah ditetapkan dalam kekuasaan telah menjadi amanahnya.

Jika alasan korupsi di Mahkamah Konstitusi karena kurangnya gaji yang diberikan negara pada Hakim-hakim MK, maka mari kita lihat lagi berapa besar jumlah gajinya. Namun sebelum itu, komponen apa saja yang masuk dalam gaji  pejabat MK tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2014,  Hak Keuangan serta Fasilitas Bagi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi terdiri atas:

a. gaji pokok;

b. tunjangan jabatan;

c. rumah negara;

d. fasilitas transportasi;

e. jaminan kesehatan;

f. jaminan keamanan;

g. biaya perjalanan dinas;

h. kedudukan protokol;

i. penghasilan pensiun; dan

j. tunjangan lainnya.  

Kemudian jika ditola semua komponen hak keuangan tersebut maka gaji yang diterima oleh Ketua MK Rp 121.609.000,00, sedangkan hakim mahkamah Konstitusi sebesar Rp 72.854.000,00. Selain itu negara memberikan fasilitas rumah dinas, sarana transporatasi dan jaminan keamanan bagi hakim-hakim Mahkamah Konstitusi. Jika dihitung pertahun maka pendapatan Hakim Mahkamah Konstitusi sebesar Rp. 874.248.000, tentu pendapatan itu dapat bertambah karena tunjangan perjalanan dinas yang sifat tentatif.

Selain itu, jika menelisik Anggaran Mahkamah Konstitusi yang telah dianggarkan dalam APBN 2017 dan Pagu Indikatif Kementerian/Lembaga TA 2017, MK mendapatkan alokasi Pagu Indikatif sebesar Rp.226.741.196.000.

Berdasarkan ketetuan PP No 55 Tahun 2014 yang telah memberikan jaminan fasilitas dan segala kemewahan tunjangan yang dijamin oleh negara maka Hakim Mahkamah Konstitusi dilarang menerima honor apapun. Kemudian jika terdapat Hakim Konsitusi ditangkap oleh penegak hukum karena alasan korupsi, maka letak nalarnya bukan karena pendapatan yang diterima oleh Hakim Mahkamah Konstitusi sedikit atau karena kebutuhan yang sangat banyak sehingga ‘terpaksa’ korupsi. Alasan tersebut tidak tepat.

Faktor internal mencakup dua hal yaitu adanya dorongan kebutuhan (corruption by needs) dimana seseorang berbuat korup karena terpaksa akibat desakan kebutuhan (misalnya gaji yang diterima tidak mencukupi) dan dorongan ketamakan (corruption by greeds). Apa yang dilakukan oleh Bapak itu merupakan wujud dari dorongan ketamakan yang merasa tidak puas dengan apa yang sudah didapat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun