Mohon tunggu...
Gulfino Che Guevarrato
Gulfino Che Guevarrato Mohon Tunggu... -

lihat saja dari tulisanku, aku hanya sekedar koma yang mencari titik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pejabat Negara: Dekadensi Mental Negarawan

6 April 2016   19:08 Diperbarui: 6 April 2016   19:24 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Sikap teladan itu yang tidak tampak dari kebanyakan pejabat negara hari ini. Hasrat kekuasaan seolah mengaburkan nilai-nilai moral dan keberpihakan pada rakyat ini. Lebih memilih foto-foto cantik dibawah guguran daun sakura.

Dengan mentalitas yang demikian dekadennya tersebut, tak heran jika banyak pejabat negara Indonesia yang mudah terjerat dalam kepentingan pragmatis, seperti suap dan korupsi karena memang secara sikap dan mental tidak beriringan dengan tujuan bernegara dan berbangsa.

Duta  Negara dan Bangsa

Seperti yang telah dituliskan diatas, bahwa berlibur merupakan hal dari setiap orang. Tidak ada larangan yang mengatur tentang seseorang tidak boleh berlibur, apalagi dengan biaya sendiri. Dengan biaya dari negara saja sudah jamak dilakukan. Namun, mencoba melihat sisi subtansial dari pejabat negara, yang tidak dilihat dari sebatas jabatannya saja namun juga identitas negara yang tersemat kepada pejabat negara. Sehingga pejabat negara merupakan duta dari negara tersebut.

Selayaknya seperti perwakilan, pejabat negara merupakan perwakilan dari identitas sebuah negara. Jika mengacu pada alokasi dana promosi pariwisata Indonesia ke luar negeri pada tahun 2016 mencapai Rp 2,95 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2015 hanya sekitar Rp 1,15 triliun. Tujuan dari gelontoran dana tersebut merupakan cerminan bahwa Indonesia serius untuk menggarap Pariwisata Nusantara untuk go to global. Banyak iklan bertebaran dimana-mana, terpampang di Jersey Liverpool atau meng-endorse Rio Haryanto agar bisa bertarung di F1 tujuannya adalah mengenalkan Indonesia sebagai negara yang tidak kaya akan koruptornya namun juga kaya akan keindahan alamnya.

Alih-alih bersinergi dengan tujuan pemerintah. Slogan wonderfull Indonesia tidak dipahami secara sungguh-sungguh oleh keluarga pejabat Indonesia. Sekali lagi, anggap saja para pejabat Indonesia adalah duta Indonesia. Identitas Indonesia dimata dunia namun nyatanya keluarga pejabat Indonesia bukannya memperkenalkan Indonesia dimata dunia namun lebih senang berpelesiran ke luar negeri, mempetontonakan gaya hidup yang berjarak dengan rakyat Indonesia pada umumnya. Sekali lagi tidak jadi masalah, toh uang pribadi. Namun jika bermental negarawan tentu akan lain cerita.

Dalam kasus  pelesiran keluarga dan wakil rakyat keluarga negeri, mereka menampik adanya penggunaan uang negara dalam perjalanan tersebut, namun menggunakan uang pribadi. Jika melihat Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 65  PMK. 02 / 2015 TENTANG Standar Biaya Masukan Tahun  Anggaran 2016. Peraturan Menteri tersebut digunakan sebagai batas tertinggi atau estimasi harga yang dijadikan patokan dalam pembiayaan yang dikeluarkan oleh APBN.

 Jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut, terdapat baku anggaran yang dapat digunakan sebagai pembanding bahwa untuk perjalanan ke Prancis untuk pejabat golongan A paling tinggi $ 512 per hari/per orang. Sebagai uang harian. Sedangkan ke Jepang untuk pejabat Golongan A paling tinggi  $ 519 per hari dan per orang. Sedangkan ke Australia, $ 636 per hari/ orang.

Sedangkan untuk biaya tertinggi tiket pesawat Jakarta-Paris pulang –pergi alokasinya untuk kelas bisnis $ 6.126 per orang. Untuk ke Tokyo $ 2. 675 per orang. Sedangkan ke Sydney $ 4.237 per orang.

Perhitungan angka-angka diatas jika kegiatan tersebut merupakan perjalanan dinas yang dibiayai oleh negara. Kalau pun menggunakan biaya sendiri, kisaranya tidak jauh berbeda. Artinya ada berapa ribu dollar yang dibelanjakan di luar negeri ditengah upaya pemerintah membangun pariwisata Nasional. Ditengah kondisi negara yang lebih banyak rakyat miskinnya daripada masyarakat kelas atasnya.

Seharusnya pengertian dan pemahaman dasar tersebut sudah paripurna dipahami oleh para pejabat negara dan keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun