Pertengahan tahun 2023 ini boleh dibilang merupakan tahun ekonomi berkelanjutan bagi petani cengkeh di Desa Pacar, Manggarai Barat, Flores.
Ekonomi berkelanjutan yang saya maksud di sini ialah nadi ekonomi masyarakat kembali berdenyut. Hal itu didasari oleh adanya panen raya pada tanaman cengkeh milik petani setempat, selepas panen seret tahun lalu.
Fakta lain juga menyuguhkan, bahwa panen raya cengkeh tahun ini berbarengan dengan harga jual yang cukup menggairahkan di tengah petani.
Dimana harga jual cengkeh kering per kilogram(kg) yakni berkisar antara Rp 125.000,- hingga Rp 130.000,-. Sementara untuk cengkeh basah Rp 45.000,- sampai Rp 50.000,-.
Dan untuk gagang cengkeh kering per kilogram(kg) dihargai Rp 21.000,-.
Lebih lanjut, di Desa Pacar sendiri terdapat lima atau lebih petani yang mempunyai areal perkebunan cengkeh yang cukup luas.
Hal tersebut pararel dengan kuantitas hasil panennya. Apalagi bila dihadapkan pada panen raya seperti tahun ini misalnya, hasilnya tak main-main: bisa ratusan juta!
Sebut saja misalnya Om Judas (pseudonim), beliau meraup 270 juta rupiah setelah sukses menjual cengkeh kering miliknya. Jika dikuantifikasi, besaran uang yang diterimanya itu diperoleh dari 2,5 ton cengkeh.
Bisa dikatakan, Om Judas adalah petani upper class (berdasar luas kepemilikan lahan cengkeh) di Desa Pacar. Baru berikutnya diikuti oleh petani-petani cengkeh yang lain.
Dari besaran uang hasil penjualan cengkeh yang diterima Om Judas tersebut, sedini dijadikan buah bibir warga sekitar.
Positifnya adalah apa yang dialami oleh Om Judas itu dilihat sebagai motivasi sportif atau berkat bagi warga di sekitar untuk ikut membudidayakan tanaman cengkeh.
Tentu saja nilai-nilai bermasyarakat semacam itu dibiarkan tumbuh dan mekar di dalam hidup berkomunitas. Terlepas dari motif ekonomi misalnya.
Di tengah kompleksitas dan pelbagai tuntutan hidup saat ini pun, ada sebagian kecil dari petani cengkeh di Desa Pacar yang masih mengusahakan tanaman padi-sawah. Meski dalam skala kecil dan itu sifatnya subsisten.
Dimana hasilnya sebatas untuk menutupi makan keluarga. Sementara hasil daripada tanaman perkebunan (seperti halnya cengkeh) digunakan untuk membiayai uang sekolah anak, urusan kesehatan, dan lain sebagainya.
Namun, lagi-lagi spirit menanam itu harus tetap menggelora. Lantaran hidup di desa itu ada dalam satu tarikan nafas dengan tanam-menanam. Betul, ya!
Jadi, janganlah bermalas-malasan, karena umumnya di desa masih terdapat banyak lahan kosong yang subur dan bisa dimanfaatkan dengan baik.
Tentu saja tak hanya menanam pohon cengkeh, melainkan tanam apa saja yang berfaedah dan bisa meraup cuan.(*)
~Kopce~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H